II. 51

10.9K 718 8
                                    

Bangun tidur, Farel kaget. Karena melihat kadonya sudah terbungkus. Matanya yang tadinya kuyu sisa kantuk, tiba-tiba jadi melebar. Menggaruk kepalanya yang tak gatal. Malu, karena ada surat di dalamnya.

"Kak Hana ulang tahun kah, sayang?"

Farel terkejut. Sejak kapan mamanya masuk?

"Eng... enggak, Ma."
"Terus, kadonya?"
Netra Farel bergerak ke kiri dan kanan.
"Itu... pengen ngasih aja."
Dara tertawa kecil.
"Oh, gitu."
Farel mengangguk.
"Kata Deni, kalau sayang itu kasih kado. Farel kan sayang sama kak Hana, Ma."

Dara terkekeh. Mengusak surai Farel. Untung saja kecerdasan Farel di pelajaran. Bukan pada masalah cinta monyet yang seharusnya belum masanya.

"Iya. Mau ke rumah kak Hana kapan? Apa mau dikasih di sekolah?"
"Gak mau, Ma. Gede. Mama aja ya yang kasih kak Hana."
"Lo, kenapa?"
"Malu."
"Kenapa malu? Kan cuma ngasih hadiah."
"Nanti kak Hana gak suka gimana, Ma?"
Dara menunduk, memegang kedua pundak Farel.
"Dengar sayang, niat Farel kan ngasih. Jadi, mau diterima atau enggak, itu terserah kak Hana. Tapi mama yakin, kok. Kak Hana pasti suka. Jadi, mau dikasih kapan? Apa nanti malam kita kesana?"
"Emmm... gak usah, Ma. Besok aja. Mama pasti capek."
"Gak sayang. Nanti kan yang nyupir pak Mamat."
Farel tetap menggeleng.
"Besok aja, Ma. Farel juga masih malu."
Wanita itu tersenyum.
"Baiklah. Kalau itu maumu. Sekarang, mandi. Udah sore."
Farel mengangguk. Bergegas ke kamar mandi. Sementara Dara menyiapkan baju yang akan dipakai Farel.

******

Menjadi ibu muda di usia yang masih muda, sesungguhnya Dara tidak kuat. Terlebih dia belum siap menerima kenyataan ini. Kepergian Dirga yang tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan ataupun firasat sebelumnya, benar-benar meluluh lantakkan kebahagiaannya.

Teringat, betapa sayangnya Dirga pada mereka. Meski pulang kerja dan lelah, dia selalu menyempatkan untuk bercengkrama dengan keluarga kecilnya. Tak heran jika Farel suka menghabiskan waktunya dengan Dirga.

Terkadang, hari libur, Dirga selalu mengajak keluarga kecilnya refreshing. Entah hanya sekedar jalan-jalan mencari tempat makan yang sedang viral, atau mengunjungi tempat-tempat wisata. Kebahagiaan dan keceriaan, menyapa mereka setiap hari. Maka, siapa sangka kejadiannya akan seperti ini. Hancur dalam sekejap oleh kejadian yang tak terduga.

Dulu, setiap harinya adalah kebahagiaan, tapi kini, setiap sudut malamnya adalah tangisan. Hanya Farel yang menjadi kekuatannya untuk bertahan. Bocah yang tujuh tahun lalu dia lahirkan dengan penuh perjuangan. Menjadi pengikat cintanya dengan Dirga, kini sudah tumbuh dewasa.

Merangkai lembar demi lembar album dengan senyum getir yang terukir. Kenangan memang tak bisa diulang kembali. Tapi masih bisa dia rasakan meski kini dengan segenap kenyerian. Jika ada mesin waktu, bolehkah dia kembali? Memutar setahun yang lalu dan melarang Dirga pergi. Sehingga, kecelakaan pesawat itu bisa dihindari. Dan mungkin, sampai saat ini dia masih bisa tertawa bahagia. Sayang sekali, itu hanya negeri kartun dan khayal semata. Tak ada namanya mesin waktu. Yang ada hanyalah kenangan.

Tiga minggu lagi, atau tepatnya tiga hari setelah ulang tahun sekolahan, Farel akan berulang tahun. Genap putranya akan menginjak usia ke tujuhnya. Jika hari-hari sebelumnya, akan ada papanya disisinya, ulang tahun besok adalah ulang tahun pertama tanpa Dirga.  Dan itu berarti juga, genap setahun kepergian Dirga. Ah, ulang tahun yang menyenangkan itu akankah berakhir menyedihkan.

Dara ingat sekali, pagi sebelum nanti malam perayaan ulang tahun Farel, Dirga meneleponnya. Dia akan pulang dari urusan kerjaannya dia Jepang. Sekaligus untuk memberi kejutan pada Farel. Mereka bahkan sudah menyusun skenario untuk mengerjai putra mereka. Masih tercetak jelas keduanya terpingkal membahas reaksi Farel yang pasti akan ngambek.

Rahasia Istri Jelekku (Ending)Where stories live. Discover now