13

17.5K 1.2K 5
                                    


Hari-hari seterusnya, sepertinya Dara harus menahan emosinya lebih kuat. Bukannya berhenti, justru itensitas kedatangan Dita di kantor Dirga makin sering. Mana manja banget lagi. Dirga juga, santai saja dengan mantannya itu. Padahal kalau ditilik dari kisahnya, Dara geregetan sendiri. Wanita itu yang ninggalin lebih dulu, dia juga tak tahu malu kembali mendekati Dirga. Cuih! Sama menyebalkannya dengan Raka.
Seperti hari ini, lagi-lagi Dita ke ruangan Dirga, menganggu kenyamanannya yang sedang rebahan di ruang istirahat Dirga. Rupanya wanita itu membawakan bekal untuk Dirga. Dari dalam, dia dengar gadis itu dengan sok imutnya mengatakan membuatkan makanan khusus favorit Dirga waktu mereka masih pacaran. Emang apaan sih makanan favorit Dirga? Kan dia jadi penasaran kalau begini.
Sebisa mungkin kembali tertidur, tapi suara cempreng wanita itu membuat kantuknya lenyap tak berbekas. Berganti rasa jengkel yang amat sangat. Karena kesal, akhirnya Dara memutuskan untuk keluar saja.
Brak!
Pintu dia buka kasar. Yang membuat Dirga dan Dita sontak menoleh. Sialnya, Dita sedang memegang sendok untuk menyuapi Dirga.
"Berisik banget sih kalian. Ganggu orang tidur aja," omelnya. Dita tersenyum sinis.
"Aaa... lagi, Ga. Gimana? Masih sama enaknya kan masakan aku?" Dita tak memperdulikan omelan Dara dan malah menyuapi Dirga lagi.
"Emm, sudah Ta. Aku lagi kerja," Dirga menepis pelan tangan Dita saat wanita itu kembali berniat menyuapinya.
"Iih, masih banyak loh. Habisin ya? Aku nyiapin ini khusus buat kamu loh. Rela-relain bangun pagi-pagi buat kamu," rayunya lagi sembari tetap menyodorkan sendok suapannya. Dan...
Hap!
Nyam... nyam...
Mata Dita membulat. Tensi darahnya naik mendadak. Apalagi melihat wajah santai Dara yang tiba-tiba menyambar suapan dari Dita.
"Denger kan? Dirga lagi kerja. So, ini buat gue aja ya? Gue laper," tukasnya sembari menyambar kotak bekal Dita sekaligus sendok di tangannya. Melenggang santai kembali ke ruang istirahat.
"Iih! Nyebelin!" Dita menggeram kesal. Wajahnya memerah emosi.
"Ga, kok diem aja sih. Marahin dia dong. Nyebelin banget pantat panci itu. Gak sopan," rengeknya pada Dirga.
"Biarkan saja. Lagipula daripada makananmu mubazir sia-sia kan?"
"Tapi, itu aku masak khusus buat kamu, Dirga," kesalnya karena Dirga cenderung acuh. Dengan senyumnya, Dirga mengusap lembut kepala Dita.
"Udah, gak papa. Biarin aja. Oke?"
Meski kesal, Dita mengangguk juga. Setidaknya dia mendapat sikap lembut dari Dirga. Dalam hati, tetap saja dia merutuk kesal.

---------------

"Aah, kenyang..."
Disisi lain Dara mengusap perutnya kenyang.
"Enak juga masakan cewek itu," pujinya jujur.
"Hmm, jadi Dirga suka masakan rumah? Pantas saja dia pintar masak," gumamnya.
Dara beranjak dengan membawa kotak bekal yang sudah kosong itu keluar. Melihat Dita yang terus-terusan merepet pada Dirga.
("Dasar gak punya malu. Itu suami orang woy!") batinnya kesal.
Diletakkannya kotak kosong itu di depan Dita.
"Nih, makasih ya. Kenyang deh gue sekarang."
"Singkirin. Gak sudi gue bawa bekas lo."
"Yah... gimanapun juga, ini kan kotak bekal lo. Bawa pulang dong." Dita menggesernya jijik.
"Buang aja. Dasar benalu," rutuknya.
"Ya udah."
Santai saja Dara mengambil kotak bekal itu dan melemparnya di kotak sampah.
"See? Beres kan?" ucapnya sembari mengusap kedua telapak tangannya. Sumpah, Dita gondok banget. Kalau tak ada Dirga, mungkin sudah dia cakar-cakar wajah jelek itu.
Tiba-tiba Dita merangkul manja lengan Dirga.
"Ga, belum selesaikah?"
"Hmm, sebentar lagi," ucapnya, fokus mengetik di laptopnya. Sama sekali tak terganggu dengan lengannya yang ditempeli manja oleh mantannya. Akhir-akhir ini dia pusing dengan dua perempuan itu. Jadi dia biarkan saja mereka adu mulut. Yang penting gak sampai jambak-jambakan.
"Ayolah, aku lapar," rengeknya. Dirga melirik jam di pergelangan tangannya.
"Lima menit lagi, Ta," tukasnya.
"Manja banget sih. Lapar tinggal makan. Apa susahnya. Kayak gak punya kaki aja," sindir Dara. Sebal dong melihat perempuan lain merepet manja pada suaminya. Eh, iya ya? Udah jadi suami kan?
"Apaan sih. Bilang aja lo iri," sanggah Dita.
"Iri? Haha. Gak salah? Dia suami gue. Lo kali yang iri."
"Suami, tapi Dirga terpaksa kok nikahin lo," tukas Dita. Tangan Dara terkepal.
"Sudah... sudah. Ra, mau ikut makan siang gak?" tawar Dirga.
"Gak. Makan saja sendiri sama cewek gila itu," ungkapnya.
"Ya sudah. Jangan kemana-mana. Apalagi ke rooftop lagi. Geger entar."
Dara mendengkus.
"Pergi tinggal pergi. Cerewet banget. Dah, sana. Sepet gue lihatnya."
Dirga tersenyum tipis. Beranjak dari duduknya.
"Ayo, Ta."
Dan keduanya benar-benar meninggalkan Dara yang  sendirian dan tentu saja ngomel-ngomel.

Rahasia Istri Jelekku (Ending)Where stories live. Discover now