4

27.1K 1.8K 3
                                    


"Apa yang kau lakukan dikantorku?"

Tak seperti pertanyaan. Kalimatnya datar dan menusuk. Seperti hawa dingin yang menakutkan. Dara sebisa mungkin tak menunduk. Meski tangannya meremat kuat.

"Gu-gue cuma mau antar bekal lo."
Mata Dirga menyipit. Tapi tetap saja tak mengurangi kesan sangarnya.
"Terus sekarang dimana bekalnya?"

Dara mengerjapkan matanya. Ah, benar saja. Tadi kan jatuh gara-gara security sialan itu. Dirga mendekat, membuat Dara juga beringsut mundur. Percuma, dia mentok tembok sekarang. Gugup. Wajahnya tepat di dada Dirga. Aroma parfum maskulin tercium di hidungnya.

"Kamu pura-pura kan?supaya dekat denganku?hmm."

"Hah?"

Hilang sudah ketakutannya. Dara mendongak, pria ini memang kelewat tinggi. Sungguh naif sekali pria ini. Pede sekali dia.

"Jangan ngimpi lo. Lagian gue cuma bosen aja di apart."

Dengan santainya dia melenggang duduk di sofa. Menyilangkan kakinya sebelah diatas paha sebelahnya.
Dirga memutar badannya. Menatapi gadis jelek yang tanpa rasa takut mengambil kue di mejanya. Melahap tanpa beban.

"Bukannya kamu menerima perjodohan ini karena aku tampan?"

Dara tergelak.

"Hey! Ayolah. Jangan konyol. Gue sama sekali gak tertarik sama pernikahan ini. Kalau bukan karena..." Dia mengatupkan mulutnya. Hampir saja keceplosan.

"Karena apa?"

Dara menggeleng. Mengitarkan pandangan ke ruangan Dirga. Dark. Memang sesuai dengan kepribadian pria itu.

"Ah, ruangan lo sama sekali gak asik. Apaan. Hitam putih gelap gini. Kok bisa-bisanya lo betah hidup disini. Kayak Gua aja."

Lagi-lagi Dirga menatapnya tajam. Kesal karena seleranya direndahkan begitu saja oleh gadis jelek yang baru dikenalnya di hari pernikahan kemarin.

"Sana! Pulang."
Dirga menarik paksa Dara, tak peduli gadis itu sedang asik makan.

"Gak mau!" rengeknya, menahan untuk tetap duduk, meski sebenarnya kalah kuat dari tenaga Dirga.

"Pengen disini. Bosen," tambahnya lirih. Dirga menghembuskan napas kasar. Melepas cengkramannya dari tangan Dara.

"Terserah. Tapi jangan berisik."
Dara tersenyum lebar. Mengangguk.

"Tencu my husband," ujarnya memeluk lengan tangan Dirga. Dirga menatapnya aneh, barulah Dara buru-buru melepaskannya. Sadar dengan tingkahnya barusan.
Dirga menghela napas. Kembali ke meja kerjanya, dan sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Tanpa sadar Dara memandangi pemuda itu.

"Unch. Kenapa dia kelihatan keren saat serius seperti itu," gumamnya tanpa sadar. Untung saja suaranya lirih, jadi Dirga tak mendengarnya.

"Heish! Astaga! Ini baru sehari loh, Ra. Bisa-bisanya lo kepincut sama dia. Gak! Gak! Jangan sampai."

Dia memukul-mukul kepalanya. Karena berisik, Dirga menoleh ke arahnya. Dara nyengir gaje.

-----------

"Jadi dia beneran istrinya pak Dirga?"
"Iya deh kayaknya."
"Eeiii... sumpah. Jelek banget. Pasti pake pelet tuh. Arini yang cantik aja gak dilirik loh sama pak Dirga, masak yang jelek kayak gitu malah jadi istrinya sih."
"Bener banget. Selama ini loh pak Dirga gak melirik kita-kita. Masak iya tiba-tiba nikah sama yang jelek. Tompelnya besar lagi. Iyuuuh."

Dara mendengar bisik-bisik yang membicarakan tentang dirinya. Dia bosan di ruangan Dirga, makanya memutuskan untuk melihat-lihat kantor Dirga. Tapi yang di dapat, pasang mata yang menatapnya aneh, juga bisik-bisik yang membicarakan buruk tentangnya.

"Ngomong apa kalian barusan!" ucapnya, menatap tajam empat karyawan yang tadi membicarakannya itu. Mereka langsung kicep dan pura-pura sibuk dengan pekerjaannya.

"Sial! Mereka gak tahu aja yang dibicarain pemilik Beauty and Care," gerutunya kesal.

Rupanya bukan itu saja. Setiap berpapasan dengan orang, pasti menatapnya risih. Sialan. Ingin rasanya dia berteriak. Hey! Ini Dara Prasdita Hanindya loh. Wanita karir yang sukses. Berkali-kali jadi sampul majalah kecantikan. Yang selama ini diagung-agungkan. Banyak yang menjadikannya kiblat kecantikan. Bisa-bisanya gara-gara nikah sama Dirga harga dirinya turun drastis. Eh, lupa. Ini juga kan ulahnya sendiri.

Dia menghentakkan kakinya keluar dari gedung perusahaan sembari mengomel.

Brugh!
Astaga! Kesialan apalagi ini. Dara sampai jatuh terjengkang. Untung saja dia memakai celana pendek sebagai dalaman blouse nya. Kalau tidak, entahlah apa yang terjadi. Ingin rasanya dia mengumpat. Mengelus bokongnya yang terasa sakit.

"Punya mata gak sih!"

Dara mendongak. Loh, kok dia yang kena marah? Seorang wanita muda dihadapannya dengan menatap sinis ke arahnya.

"Udah jelek. Gak punya mata lagi," hinanya.
"Lo yang gak punya mata. Jelas-jelas mata gue disini, masih gak lihat lo?" balasnya tak kalah sarkas.
"Eh, ngelawan ya."

Dara tak memperdulikan. Bangkit dari posisinya, meringis nyeri. Membalas tatapan tajam wanita itu.

Bugh!
Dia mendorong wanita itu hingga terjerembab jatuh.

"Aw! Sialan!"
Dara menyeringai.
"Enak ya rebahan di lantai?"

Wanita itu mendesah kesal. Tapi sedetik kemudian meringis, benar-benar menyebalkan wanita jelek ini. Mana banyak yang melihat mereka lagi. Memalukan.

"Nikmati rebahanmu. Bye."

Dengan gerakan centilnya, Dara melenggang santai. Meninggalkan wanita yang berteriak-teriak mengumpat padanya.

Tanpa dia tahu, dari jendela lantai atas seseorang memperhatikan kejadian itu. Senyum yang sekian lama jarang terukir, kini muncul lagi.

Rahasia Istri Jelekku (Ending)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora