7

24.7K 1.6K 10
                                    


"Gimana kabarmu?"
"Yah, beginilah. Bisa lihat sendiri." Hey! Lagi-lagi beruang kutub itu tertawa.

"Ayo, silakan duduk." Dirga mempersilakan. Mereka terlihat akrab. Ada hubungan apa mereka  sebenarnya?

"Oh? Ini siapa?" Raka baru menyadari keberadaan Dara. Kaget dengan tampilan aneh gadis di ruangan Dirga.
Dirga tak menjawab. Justru mengerutkan dahi melihat perubahan dadakan Dara. Yang tadinya seperti gadis tak punya sopan santun, tiba-tiba saja mematung.

"Saya Raka, rekan kerja Dirga." Dara melirik uluran tangan Raka dan menghentakkan kakinya kesal. Moodnya yang sudah buruk bertambah buruk. Dia keluar dari ruangan Dirga dan membanting kasar pintu ruangan Dirga.

Brak!

"Ada apa dia?" tanya Raka heran. Gadis yang aneh, pikirnya. Dirga menatap tajam kepergian gadis itu.

"Biarkan saja," ucapnya datar.
"Kau minum apa?" tawarnya kemudian. Raka menggeser duduknya. Belum pulih keterkejutannya dari sikap gadis jelek barusan.

"Terserah kau saja."
Dirga mengangguk. Menelepon Linda untuk membawakan minuman ke ruangannya. Mulai membicarakan tentang kerjasama mereka.

-----------

Gadis berwajah jelek itu berjalan dengan mulut menggerutu.  Gak hanya hari pertama yang super menyebalkan, hari kedua ke dua juga tak kalah menyebalkan ternyata. Bisa-bisanya dia ketemu mantan di kantor Dirga. Untung saja Raka tak mengenalinya tadi.

Bukannya dia masih cinta, tapi cenderung membenci pria itu. Tiga tahun hubungan kandas tanpa alasan yang jelas. Gimana gak sakit hati coba? Malah tiba-tiba dapat undangan lagi. Huh! Menyebalkan sekali.

"Apa!" Bentakan andalannya tiap kali ada yang memandangi dirinya. Tak lupa tatapan tajam nan sangar menambah kesan antagonis di wajah anehnya.
Dia tidak tahu kemana langkah akan membawanya. Yang penting bisa mengelurkan unek-uneknya saja dia sudah puas. Hingga tiba di sebuah tangga, dia berhenti. Rupanya itu tangga menuju rooftop.

Ragu-ragu kakinya yang terbungkus heels melangkah meniti satu persatu anak tangga. Mulut kecilnya sedikit terbuka, berdecak kagum. Hamparan dataran bumi terlihat indah seperti lukisan yang terpajang. Meski sering berkunjung ke gedung pencakar langit, tapi tak pernah sekalipun dia mengunjungi rooftop. Semilir angin berhembus menerpa wajahnya, menerbangkan helai rambutnya.

Pelan kakinya melangkah lebih ke tengah. Menghirup dalam-dalam udara ketinggian. Rasanya masih sama dengan udara dataran sana, tapi sensasinya berbeda. Untung saja cuaca hari ini tak terik. Mentari diatas sana tertutup awan, sehingga cukup untuk melindunginya dari teriknya matahari.

Berdiri di tepi atap, benar-benar di tepi, dia mengedarkan pandangan ke sekitar. Di sebelah kiri Monas dikejauhan sana terlihat kecil. Dia coba lihat dari tangannya yang membentuk bulatan teropong. Terkekeh sendiri. Lucu.

Bangunan-bangunan tenda milik pedagang kaki lima di bawah sana terlihat kerdil. Kendaraan di jalan raya bawah sana juga seperti semut yang berbaris. Senyumnya mengembang. Tiba-tiba ide konyol terlintas di otaknya. Dia menarik napas panjang, dan...

"Aaaa...." teriaknya membentangkan tangannya. Memejamkan mata, membayangkan adegan di film Titanic antara Rose dan Jack. Sayangnya tak ada Jake disini yang akan memeluknya dari belakang. Padahal so sweet kali ya.

"Kamu gila!"

Suara yang mengagetkannya. Sontak dia menoleh. Mendecak begitu tahu lagi-lagi pri menyebalkan itu yang membuyarkan imajinasinya.

"Bisa gak sih jangan ganggu!" omelnya kesal.

Dirga mengabaikan protes gadis itu dan menariknya dari tepi atap agak ke tengah. Angin yang lumayan kencang menerbangkan rambut keduanya. Persis seperti di drama-drama Korea itu. Sayangnya ini bukan drama romatis seperti itu. Justru sepertinya drama yang menyebalkan.

Rahasia Istri Jelekku (Ending)Where stories live. Discover now