29

19.7K 1.2K 5
                                    


"Kau istirahatlah. Biar aku saja."

Dara tak menjawab. Tetap ikut memberesi belanjaan mereka tadi. Dirga menghela napas. Baiklah, kalau memang itu maunya.

Tadi mereka sepulang belanja mampir ke rumah sakit dulu untuk memeriksakan kandungan Dara. Dan kandungannya sehat. Bidan Nia menyarankan untuk sering diajak gerak. Tapi juga tak boleh kelelahan. Maklum saja, usia janin masih muda. Rentan sekali. Dan anggap saja, menata belanjaan bagian dari gerakan kecil itu. Semoga tak membuatnya kelelahan.

Dirga meletakkan susu hamil Dara di lemari. Bersama dengan lainnya.

"Nanti, aku yang akan membuatkannya untuk. Jangan membuatnya sendiri. Oke?" peringatnya. Dara hanya mengangkat kedua alisnya.

"Gadis pintar," tukas Dirga, tersenyum simpul.
"Sekarang istirahat. Ingat kata bidan tadi, jangan sampai kelelahan," ucap Dirga mengusap lembut surai Dara. Gadis itu tanpa banyak kata beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dapur. Kembali ke kamarnya.

Dirga membereskan kantong-kantong bekas belanjaan dan meletakkan di tempat sampah. Mencuci tangannya di kran. Mengeringkannya dengan lap khusus tangan. Lalu mengambil jas kerjanya yang tersampir di kursi dapur, juga tasnya. Lalu beranjak menyusul ke atas.

*******

Lain padang lain belalang. Istilah yang kurang tepat sih. Intinya, satu keluarga yang tengah berbahagia, sedang keluarga lain tengah bertengkar. Siapa lagi kalau bukan Raka dan Dita. Hubungan mereka yang semula sudah buruk makin merenggang. Raka yang dominan dan pemaksa membuat Dita tak betah. Adu mulut bukan lagi perkara yang asing bagi mereka berdua. Apalagi di dukung mereka hanya tinggal berdua di rumah yang terpisah dari kedua orang tua mereka.

"Oh, jadi kamu sekarang nyalahin aku?" Air mata menggenang di pipi gadis itu. Keangkuhannya selama bersama Dara tak nampak sama sekali. Inilah dia yang asli. Dia yang rapuh karena salah memilih pasangan. Dia masih tak terima Dirga yang penyayang itu berhasil di dapat oleh gadis lain. Gadis yang itu bukan dirinya.

"Lalu, siapa lagi, hah? Gara-gara kamu kan, papamu memarahiku habis-habisan," maki Raka emosi.

Telepon tadi siang adalah telepon dari papa Dita. Dia abaikan karena tahu konsekuensi yang menanti di depannya. Dita pasti melaporkan prilakunya selama ini. Perilaku yang dipicu gara-gara gadis itu juga. Kalau awalnya pernikahan mereka dimulai dari hubungan yang baik, mungkin tak akan begini jadinya.

"Kau, memang sudah sepantasnya mendapatkan amarah papa," ucap gadis itu tersenyum licik. Bulir bening masih mengalir di pipinya.

"Ta! Please lah. Jangan hanya melempar kesalahan padaku. Kau dulu yang memaksaku menikahimu kan? Hingga terpaksa aku meninggalkan kekasihku demi kamu. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu justru terus menerus mengejar pria itu. Dan parahnya, aku baru tahu kalau pria itu ternyata rekan kerjaku sendiri. Haha. Pintar sekali kau bersandiwara ya? Dan kini, setelah aku membalas rasa sakitku, justru kamu merasa tersakiti? Gila, aku tidak habis pikir dengan jalan ceritamu," sindir Raka.

"Halah! Aslinya juga lo emang playboy kan? Aku juga tahu saat ini kau sedang dekat dengan wanita lain. Kau pikir aku tidak tahu selama ini kau alasan keluar untuk menemui siapa? Dasar, pria busuk. Pura-pura tersakiti tapi aslinya juga jelalatan."
"Cukup, Ta!" Raka menggeram marah.

Sungguh, kesabarannya habis. Jujur, dulu dia menerima tawaran Dita memang berawal dari tergiur akan kekayaan gadis itu. Dita juga cantik. Jadi dia pikir tak salah meninggalkan Dara, meski satu sisi juga dia berat. Saat itu mereka berdua sama-sama bajingan.

Tapi, jika saat ini Dita menyalahkan dirinya saja, itu salah. Gadis itu yang memulainya. Dia tak terima saat sudah bersamanya, wanita itu malah memperhatikan pria lain. Pria yang katanya dulu mantannya. Entah atas dasae apa Dita meninggalkan pria itu jika pada akhirnya kini mengejarnya kembali.

"Aku lelah. Aku baru saja pulang dari kantor dan malah kamu suguhi pertengkaran. Aku mau tidur," tukasnya dan melenggang ke kamarnya. Kamar yang terpisah.

Dita jatuh tergugu. Dia tak tahu kenapa dirinya begini. Awalnya, dia menikah dengan Raka karena merasa bosan dengan Dirga. Dia pikir, Dirga tak seseru itu untuk diajak berumah tanggan, pria itu dingin dan kaku. Sementara papanya sudah memaksanya untuk menikah. Dan kebetulan, dia bertemu dengan Raka secara tak sengaja di sebuah caffe.

Dari awalnya hanya berkenalan biasa, lalu berlanjut pertemuan demi pertemuan yang menjadi di sengaja. Rupanya Dita tertarik dengan Raka yang lebih seru dan tak sekaku Dirga. Dia memutuskan untuk menjadikan Raka suaminya. Tapi dia kecewa begitu tahu Raka sudah punya pacar. Dita belum pernah bertemu langsung dengan pacar Raka, hanya saja pria itu mengatakannya sendiri bahwa dia sudah punya kekasih. Karena Dita orangnya egois dan tak mau kalah, dia memaksa Raka untuk memutuskan pacarnya dan menikahi dirinya. Dengan imbalan yang besar tentu saja. Dia anak tunggal, maka otomatis perusahaan akan turun di tangannya. Dan jika Raka menikah dengannya, maka otomatis juga dia akan mewarisi harta kekayaan papa Dita yang banyak itu.
Dasarnya Raka labil, dia tergoda dan meninggalkan pacarnya tanpa kata. Menyisakan undangan beberapa hari sebelum pernikahannya.

Kini, keadaan berbalik. Hubungan toxic atas dasar nafsu tak akan bertahan lama. Dita mulai menyeleweng, dan Raka juga ikut balas dendam. Tak mau sakit hati sendirian. Dita yang tahu Raka mengikuti jejaknya dengan mendekati wanita lain tak terima. Melaporkan pada papanya dan berakibat pria itu kena semprot habis-habisan.
Dan hubungan mereka merenggang. Tanpa mereka sadari, semua juga berasal dari sepasang suami istri yang awalnya pasangan sadgirl. Dunia tak akan aman kalau yang menyakiti belum mendapatkan imbasnya.

Dita meraih ponselnya dengan tangan bergetar. Air matanya masih mengalir dari sudut pipinya. Dia menghubungi seseorang. Seseorang yang dia harap menjadi sandaran resahnya.

*******

"Ga,"

Sebuah panggilan yang membuat atensi Dirga tertoleh. Dia sedang rebahan bersandar headboard di atas ranjangnya. Menyelesaikan beberapa berkas yang belum selesai. Gadis itu menyembul dari balik pintu. Hanya menampakkan kepala dan tangannya saja.

"Hmm? Ada apa?" Dirga sejenak meninggalkan pekerjaannya. Gadis itu terlihat ragu. Mengerat jemarinya di pinggiran pintu.

"G-gue--"
Dia kembali menggantungkan ucapannya. Membuat Dirga tak sabar penasaran.

"Kamu mau sesuatu? Biar aku belikan?" ucapnya. Dara menggeleng. Kini dia menampakkan seluruh badannya. Memilin jemarinya dengan kepala tertunduk.

"I-itu---" kedua jari telunjuknya saling menunjuk.
Dirga mengangkat sebelah alisnya. Sungguh, dia tak sabar.

"D-dia... dia pengen di elus," ucapnya dengan mengarah pandangan ke perutnya yang rata. Sejenak Dirga mengerutkan dahinya, mencerna ucapan gadisnya. Lalu kekehan kecil lolos dari bibirnya.

"Aih, rupanya baby ingin dimanja. Kesinilah," panggilnya. Ragu, Dara melangkah. Wajahnya memerah. Sebenarnya dia malu. Tapi dia tak bisa menahannya lama. Keinginannya begitu tiba-tiba dan tak bisa dia tahan lagi.

"Sini, duduk sini." Dirga menepuk pahanya. Dara tak beranjak. Rasa malu benar-benar menguasai dirinya.
"Ayolah. Aku tidak ingin babyku nanti ngencesan hanya karena mamanya suka menahan gengsinya," ujar Dirga seraya mengangkat dan membawa gadis itu dalam pangkuannya. Jantung keduanya berdegup kencang. Dara tak berani mengangkat wajahnya. Memilih menunduk.

"Baby, jangan nakal ya. Kalau waktunya tidur, tidur ya. Jangan gangguin mama. Kasihan mama gak bisa tidur," ujarnya seolah berbicara dengan bayinya.

Tangannya mengusap lembut perut rata Dara. Sementara sang empunya menahan napas. Posisi yang membuatnya canggung. Sungguh, sejak kapan dia meminta bermanjaan pada Dirga begini?

Tiba-tiba pria itu bernyanyi. Tak keras juga tak lirih. Suaranya merdu dan menghanyutkan. Tanpa sadar Dara hanyut dalam untaian lirik yang diujar pria itu. Membuatnya sejenak berpetualang dalam fantasinya sendiri. Hingga dering ponsel Dirga memecah segalanya.

"Ah, tunggu."
Untung saja ponsel itu di dekatnya. Dirga hanya perlu meraih dengan tangan panjangnya. Sejenak alisnya mengernyit mengetahui sang pemanggil.

"Halo, Ta. Ada apa?"
Deg! Ta? Dita?
"Ga, kamu dimana? Bisa kita ketemu?"

Dirga tak menjawab. Tatapnya terpaku pada gadis dalam pangkuannya.

"Ga? Kamu bisa kan?"

Rahasia Istri Jelekku (Ending)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن