38

16.5K 1.2K 15
                                    

Sampai larut malam Dara tak bisa tidur. Pikirannya mengarah ke sesuatu. Hal itu terus mengganjal sejak tadi siang. Membolak balikkan badannya tak tenang. Hingga tangan Dirga menariknya dalam pelukannya.

"Tidak bisa tidur?"

Mata Dirga yang semula sudah lelap kini terbuka sayup-sayup. Memandang netra Dara yang masih terbuka lebar.

"Apa ada masalah?"

Dara malah mengeratkan pelukannya. Menyembunyikan wajahnya di dada Dirga.

"Tidak. Hanya susah tidur," jawabnya.
"Aku nyanyikan lagu?"

Tanpa menjawab pun Dirga tahu, wanita itu butuh ketenangan. Dan mulailah alunan merdu mengalun dari bibirnya. Perlahan tapi pasti, Dara mulai terlelap. Deru teratur dan hembusan napas pelannya membuktikan wanita itu telah menjemputnya.
Dara tersenyum melihat istrinya telah tidur. Mengecup puncak kepalanya. Berbisik lirih.

"Good night, my wife..."

Dan dia pun menyusul ke alam mimpi. Karena jujur saja, dia sebenarnya ngantuk. Badannya lelah sekali. Tak butuh waktu lama keduanya saling menyusul dalam alam mimpi.

*******

Tak mau mengulang kesiangan seperti kemarin, Dirga bangun lebih dulu dari Dara. Bersiap, dan menyiapkan pakaian kerjanya sendiri. Hingga saat Dara bangun, dia mengernyitkan dahi melihat Dirga telah rapi dengan kemejanya.

"Morning," sapanya tersenyum lebar. Dara mengerutkan dahinya.
"Kesambet apa kamu?"
"Bukan kesambet sayang. Hanya supaya bangun lebih cepat. Aku malu kesiangan seperti kemarin."
Dara mengangkat kedua alisnya. Beranjak ke kamar mandi.

Sembari menunggui Dara, Dirga memeriksa tabletnya. Menyicil memeriksa beberapa berkasnya. Hingga setelah Dara selesai mandi dan sedikit berdandan, keduanya keluar. Menuju ruang tengah untuk sarapan.

Namun, sepertinya tak cukup sampai disitu penderitaan Dirga. Dia yang bersiap menyambut mertuanya, malah berakhir mual-mual. Tentu saja membuat orang-orang disana mengernyit heran.
"Kamu kenapa? Sakit?" Dengan sigap Dara memijit tengkuk Dirga.
"Gak papa."
Anehnya, saat memandang Dara, mualnya terhenti.
"Kamu sakit, Ga? Lebih baik istirahat saja," tukas papa Dara. Dirga langsung berlari ke kamar mandi. Memuntahkan cairan bening. Begitu berulang kali. Setiap kali dia melihat wajah papa mertuanya, dia langsung muntah. Padahal jika dengan yang lain dia biasa saja.
"Wajah papa jelek sekali. Aku jadi ingin muntah," jawab Dirga saat Dara menanyainya. Tawa Dara menyembur. Jadi ini alasan pria itu terus-terusan muntah saat papanya mengajak bicara.

"Suamimu kenapa, Ra? Kalau sakit suruh istirahat saja. Nanti biar mama telponkan dokter Hans,"ucap Mama. Tapi malah Dara terbahak.
"Ada apa sih? Suaminya sakit malah tertawa," tukas mama lagi. Dara melirik papanya.
"Haha. Orang sumbernya dari samping mama kok," tukasnya masih terpingkal.
"Maksudmu, papa?" Papa menggendikkan bahu. Apa salahnya?
"Kata Dirga, papa jelek sekali. Jadi dia muntah setiap kali melihat papa. Haha."
Wajah papa memerah. Sementara mama melongo. Dirga? Mengintip dari balik dapur. Tak berani kembali. Meski dia menghindari arah pandang Papa mertuanya, tapi dia tahu papanya pasti tersinggung mendengar ucapan Dara barusan. Kenapa harus disampaikan coba? Kan dia mati kutu kalau begini.
"Hah? Gara-gara papa?" Ulang mama. Dara masih tergelak. Bahkan kini memegangi perutnya.
"Iya. Papa jelek banget. Haha. Lucu deh, Dirga. Haha."
Mama menoleh ke papa. Wajah papa berubah masam.
"Dirga, kesini kamu!"
Sontak ketiga orang ini menoleh. Dirga, demi mendengar panggilan papa mertuanya sontak memandang wajahnya. Dan berakhir mual lagi. Bukanya menyahuti panggilan papanya, justru ngacir ke kamar mandi.

******

Melihat tingkah aneh Dirga yang tak biasa itu, mama akhirnya memanggil dokter Hans untuk memeriksa menantunya. Takutnya ada syndrom aneh yang mendadak di deritanya. Dokter Hans saja sampai terkekeh mendengar cerita mama. Lalu memeriksa Dirga yang sudah lemas karena mual-mual pagi hari. Padahal perutnya masih kosong.

Deg-degan jantung Dirga menunggu hasil pemeriksaan dokter. Ingin bertanya lebih dulu, tapi ada mama disini. Pasrah sajalah kalau ada penyakit aneh yang di deritanya. Dia saja heran, padahal tadi malam dia masih mengobrol asyik dengan papa mertuanya. Eh, pagi-paginya dia kena semprot karena menyinggung pria yang menjadi ayah dari wanita yang diperistrinya.

"Dirga kenapa Dok?" Dara yang tak sabar. Dia juga penasaran meski yang paling banyak tertawa gara-gara pernyataan konyol Dirga.

"Tidak ada apa-apa."
"Maksud dokter?" Kernyit mama. Tentu saja Dara dan Dirga ikut heran. Kalau memang dirinya tak kenapa-napa, kok bisa-bisanya dia muak melihat wajah papa mertua. Yang kini berangkat ke kantor duluan. Mama tak jadi ikut karena takut terjadi sesuatu pada menantunya.

"Tidak apa. Itu hanya bagian dari morning sickness. Dara, apa tidak mengalami mual?"
Dara menggeleng.
"Berarti yang mengalami Dirga. Biasanya memang begitu, suami juga bisa mengalami morning sickness. Jangan khawatir."
Dirga terdiam. Syok.
"Tapi, masak begitu dok. Dia mual hanya melihat papa saja loh, dok. Bukan bau-bauan atau yang lainnya."
"Bisa saja. Gejalanya tak harus sama dengan yang lainnya. Dan Dara, hayo, jangan-jangan ada dendam tersembunyi nih sama papa," tukas dokter Hans. Dara malah tertawa.
"Mungkin, dok. Haha. Lucu sekali sih."

Dirga menepuk jidatnya. Kalau begini, alamat dia harus menghindari papa mertuanya selama di rumah. Kenapa juga gejala yang dialaminya aneh-aneh sih. Diluar kebiasaan dan tentunya memicu debaran adrenalin yang tak biasa. Bayangkan saja kalian mengatai mertuamu berwajah jelek dan memuakkan? Menghinakan sekali. Untung saja tak sampai di coret dari daftar mantu.

"Aneh-aneh saja dok. Tapi unik juga. Dara, awas loh, ntar anakmu mirip papa."
"Tidak papa. Namanya juga cucunya," jawab Dara santai. Melirik Dirga dengan cengiran khasnya.
"Ini saya tinggalkan obat untuk mengurangi mual. Meski tak sepenuhnya berhenti, karena itu sudah kodratnya."
"Baik, dok. Terimakasih."
"Kalau begitu saya pamit."

Mama mengantar dokter Hans ke depan. Menyisakan Dara dan Dirga berdua. Raut Dirga tak berubah. Tetap kusut. Sudah mual di tambah ucapannya yang akan menjadi boomerang untuknya.

"Haha. Sudahlah, papa gak marah kok kalau tahu alasannya," tukas Dara telempar senyum setelah tawanya.
"Tetap saja. Aku malu bertemu papa," desahnya.
"Memang kamu kan gak akan bertemu papa untuk sementara waktu. Jadi untuk apa malu?"

Ah, wanita ini. Dia bisa santai karena tingkah hariannya saja bar-bar. Usapan lembut pada lengannya menenangkannya.

"Sudahlah. Jangan dipikirkan. Papa tidak marah. Dan ini bukan karena salahmu. Hanya dia saja yang ingin mengajak papa dan eyangnya bercanda," ucap Dara lembut. Pandang Dirga langsung terarah ke perut Dara yang masih rata.

"Dia hanya ingin memberi kesan membekas untuk papanya. Jadi, jangan terlalu dipikirkan ya?"

Dara menarik Dirga dalam pelukannya. Dan itu rasanya nyaman sekali. Entah kenapa jadinya dia yang manja. Dan Dirga sadar akan hal itu.

Rahasia Istri Jelekku (Ending)Where stories live. Discover now