40. Nggak Boleh Cemburu!

53.8K 6.6K 958
                                    

Part ini mengandung ... Ah, sudahlah. Komen dulu. Titik. Maksa.

👻

✨✨

"Kenapa jadi nangis gini."

Anin duduk tepat di sebelah Frisya. Ia mengusap lengan Frisya pelan. Ia hampir, sangat jarang malahan, melihat sahabatnya itu menangis. Meski di titik terberat hidup Frisya sekalipun dulu. Dan sekarang lihat air mata keluar dari orang yang cuek dan juteknya selangit itu malah membuat Anin heran.

"Kenapa ini?" Suara Anin sedikit berbisik ke arah Leo yang duduk di samping Frisya.

Leo juga terlihat bingung. "Ajak ngobrol dulu, Nin," pintanya sebelum menggeser duduknya agar sedikit menjauh memberi privasi dua perempuan itu.

Anin mengangguk. Ia melirik ke arah Bagus yang sedang ngobrol dengan beberapa orang dan tatap mereka bertemu. Ia mengisyaratkan untuk menunggu. Anin tidak menyangka acara tukar cincin akan berlangsung emosional, setidaknya bagi Bagus.

Belum lagi Frisya yang menangis menarik perhatian Anin juga tadi. Saat keluarganya menyunggingkan senyum bahagia, dua orang itu malah nangis?

"Kenapa, Fris?" tanya Anin pelan. "Nggak kecapekan kan naik pesawat sampe sini? Soalnya kemarin gue naik mobil, ini bokong hampir melepuh."

Frisya makin tergugu.

"Astaga." Anin bingung sendiri. Ia mendekat dan memeluk Frisya pelan. "Kenapa kenapa? Sini cerita. Gue tunangan malah nangis lo."

"Karena itu, Nin." Frisya meraih tisu dan menekan-nekan ke wajahnya. Suaranya masih terdengar serak. "Terharu."

Anin mengangkat alisnya heran. "Kayaknya gue nggak pernah denger lo ngomong terharu selama ini. Seinget gue, waktu lo putus aja milih nangis di tengah jalan nebeng bapak ojol."

Frisya mencebik sebal. Ia menatap Anin dengan matanya yang memerah. "Lo tuh. Ngagetin. Ngabarin dadakan, acaranya bikin nangis juga."

"Namanya acara tukar cincin ya gitu, masa gue harus ngelawak kan malah cringe, Fris."

Frisya kembali mengusap matanya. "Bikin terharu. Akhirnya lo ketemu laki-laki yang sayang banget sama lo. Lihat gimana cara Bagus natap lo, gimana dia senyum apalagi peluk lo tadi, gue bisa ngerasain kalo dia sayang banget sama lo, Nin."

Anin meringis. Ia bisa merasakan itu. Hanya saja tidak tahu kalau perasaan Bagus sampai terlihat di mata orang-orang. "Keliatan banget ya?"

"Iya. Gue selalu khawatir lo nemuin orang yang salah. Lo itu baik banget. Tulus orangnya. Gue tau lo udah dewasa tapi tetep aja khawatir kalo nemuin pasangan yang salah."

Anin mengakui, Frisya memang remnya selama ini. Saat Anin dekat dengan laki-laki dan terlihat tidak baik, Frisya yang akan dengan terang-terangan bilang tidak suka walau masih memberikan hak ke Anin untuk menentukan pilihannya sendiri.

"Thanks, Fris. Lo selalu jadi orang pertama yang nampung cerita gue selama ini."

Frisya mengangguk. "Gue tau lo udah nggak main-main sama hubungan. Jadi gue no comment buat ini."

Anin tertawa. Jujur, ia lebih sering menjalin hubungan daripada Frisya. Memang belum ada keseriusan sejak dulu. Frisya tahu itu. Anin memang tidak bisa diandalkan perihal membedakan mana cowok yang datang karena peduli dan mana yang main-main. Seorang Anin yang hampir jarang berpikiran buruk ke orang-orang justru kadang jadi bumerang untuk dirinya sendiri.

"Samperin Bagus lagi sana," suruh Frisya.

Bukannya nurut, Anin malah melambaikan tangan ke Bagus, memintanya mendekat. Di sana memang tidak terlalu ramai. Orang-orang sudah mulai menjamu makanan tapi para anak muda memilih tempatnya sendiri.

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Where stories live. Discover now