13. Anin Kecil

40.8K 8.2K 1.7K
                                    

Jangan tunggu Anin dan Bagus di hari Rabu besok, takut nggak nongol🙃

✨✨

"Oh, jadi Anin yang itu."

Kegiatan Bagus menyuap makanan, terhenti. Ia mendongak menatap Dara yang sedang menyiapkan masakan. "Mbak inget?"

Tersenyum, Dara menjawab, "Inget."

"Mbak bilang ke dia?"

Senyum Dara seketika menjadi kekehan. Ia menyendok lauk sebelum dihidangkan ke suaminya. "Nggak. Mbak nggak bilang. Awalnya Mbak nggak ngeh waktu Qia cerita terus tentang Anin. Tapi waktu kamu jemput di hari ulang tahun Qia, Mbak tiba-tiba keinget nama Anin. Mbak nggak terlalu yakin. Sampai orangnya datang baru mulai inget wajahnya. Apalagi waktu dia sebut nama Gagah kakaknya. Kakak beradik yang namanya Gagah sama Anindya di dunia ini emangnya ada berapa, sih?"

Bagus masih diam. Ia memang sarapan di rumah bawah setelah tiga hari tidak memunculkan diri sejak ulang tahun Qia.

"Mas Panji juga inget, kok," jelas Dara lagi.

Bagus sontak menoleh ke kakak iparnya yang tentu saja juga terkekeh mendengarnya.

"Mas sempat bicarakan ini sama Dara waktu kamu pergi jemput Anin. Pertama kali lihat wajahnya aja Mas yakin Anin-nya itu cucunya Pak Sadewo."

Dara menimpali. "Dia nggak ingat kamu, Gus?"

Bagus makin menunduk, lalu menggeleng.

"Nggak apa-apa, mungkin lupa. Dulu kalian kan masih kecil. Kamu juga dulu--"

"Ra." Panji menghentikan kalimat yang akan dilontarkan istrinya.

Tersadar hampir kelepasan, Dara akhirnya menutup mulut. Ia mengalihkan pembicaraan. "Mas, inget nggak dulu Gagah ngikut terus kalo kita ke tempat budidaya ikannya Bapak?"

Panji tertawa. Ia baru saja menelan suapan terakhirnya. "Iya, semangat banget kalo diajak ke sana. Nangis kalo kita cuma berdua aja ke sana."

"Masih nangisan nggak ya sekarang?"

Panji berdecak. "Nggak lah, Ra. Seumuran kamu itu. Laki-laki kadang begitu, kecilnya nangisan, nakal, besarnya lebih dewasa."

"Dulu Gagah pindah ke Jakarta umur berapaan ya?" Dara menerawang.

"Sekitar enam."

"Kamu kok inget banget, Mas?"

"Ra, umur kalian masih enam, aku udah 10. Udah bisa inget banyak hal."

Dara mengangguk-angguk. Lihat adiknya yang masih diam, ia bertanya. "Kamu inget tentang Anin, Gus?"

"Inget."

"Semuanya?" tanya Dara lagi. Kalau begitu, memang hebat ingatan laki-laki tentang hal-hal di masa lalu.

"Iya."

Dara tersenyum. "Dulu memang Anin suka banget ngomong, hal yang aneh-aneh dia tanyakan, mirip sama Qia. Pintar, lucu."

Bagus mengangguk, kembali menyuap makanannya.

"Gus, Anin tau tentang Ibu?" tanya Dara pelan-pelan.

"Iya, Mbak."

Dara menghela napas lega. Memang benar keputusan Bagus untuk memberi tahu Anin tentang ini di awal-awal. Ia tahu Bagus pasti sehabis menemui ibunya, karena kondisi yang babak belur. Tapi ia tidak bertanya.

Suara Qia memanggil dari arah kamar membuat Dara berdiri. Ia pamit menuju kamar lebih dulu.

"Rekapan gajinya udah selesai, Gus?" tanya Panji.

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Where stories live. Discover now