34. Harus Ambil Sikap

31.4K 5.6K 452
                                    

Iya iya.

✨✨

"Iya, La. Ini baru sampe." Bagus melepas sabuk pengamannya. "Salam buat Bapak ya."

"Iya, Mas. Ditanyain kapan ke sini lagi. Padahal itu juga baru sampe."

Bagus tertawa kecil. "Kalau ada libur lagi, nanti aku nengok Bapak sama kamu."

Terdengar suara percakapan di latar belakang seberang telepon. "Tapi kata Bapak nggak sering-sering nggak apa-apa. Takut Mas Bagus kecapekan."

"Nggak capek." Bagus turun dari mobil sembari meraih ranselnya. "Titip Bapak ya, jangan pacaran terus," sindirnya.

"Nggak pacaran," bantah Nala sembari berdecak sebal. "Cuma temen."

"Temen tapi main sendiri ke rumah terus ngasih-ngasih makanan buat nyogok?"

"Nggak gitu, Mas. Cuma main aja. Nggak perlu Mas Bagus pelototin juga kayak kemarin. Kasian."

Bagus mulai berjalan pelan menuju tangga di samping rumah Dara. "Kamu masih kelas 3, fokus ujian aja nggak usah aneh-aneh. Nanti kalo sakit hati jadi down terus nggak semangat buat ujian."

"Emang iya, Mas?"

Bagus meringis kecil. Sedikit banyak ia tahu bahwa sakit hati memang sesakit itu. Semakin ia sadar ada sosok adik yang harus dilindungi, ia sadar pula bahwa ada ketidakrelaan jika Nala tersakiti.

Hal itu membuat Bagus kembali mengenang. Andai ia punya hati sedikit saja untuk menjaga perasaan Anin, pastilah semua tidak akan seperti ini. Ia tahu persis marah dan sedihnya Gagah setelah tahu bagaimana cara Bagus menyakiti Anin.

Semua karena Bagus memang belum menyadari sekitar. Karena ia bahkan tidak menyayangi dirinya sendiri seperti sekarang. Tapi sampai detik ini, ia cukup tahu, perasaannya telah bekerja. Bahwa rasa menghargai diri sendiri membuatnya lebih menyayangi orang-orang yang memang harus ia limpahi kasih sayang.

"Halooooo, Mas Bagus masih di sini nggak?"

Bagus tersadar dari termenungnya. Ia menghela napas saat langkahnya sampai di tanggal teratas. "Iya, La. Pokoknya abis ini kirimin data diri pacar kamu. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, alamat, jenis kelamin—"

"Ya pasti laki-laki. Masa aku suka perempuan."

Bagus mengernyit. "Jadi kamu beneran suka dia?"

Nala tertawa di seberang sana. Jujur, hati Bagus terasa sedikit lega. Setidaknya ia masih punya kesempatan untuk mendengar tawa itu. Walau hanya dua hari mengunjungi bapak dan adiknya, tapi benar-benar mereka habiskan dalam kebersamaan.

Bagus berjanji akan menebus semua yang terlewat selama 14 tahun ini. Ia akan lebih sering mengunjungi keluarganya yang jauh. Ia akan terus berusaha membuat keluarganya bahagia. Tentang bapaknya, ia mengenal sosok itu dengan sangat baik. Tidak berubah sejak terakhir kali ia ingat.

Tentang Nala, Bagus sepertinya justru baru mengenal dua hari ini. Dulu anak itu bahkan masih sangat kecil. Tiga tahun mungkin. Dan Bagus benar-benar merasa telah mengenal adiknya dengan baik meski hanya sebentar. Nala tidak sependiam yang terbayang olehnya saat akan berangkat mengunjungi kemarin.

Jujur, dalam perjalanan Bagus sempat bimbang. Ia takut kehadirannya tertolak. Ia takut ikatan keluarga pada dirinya telah terlepas dan ia hanya orang asing di sana. Nyatanya tidak. Keluarganya sangat baik. Mungkin ia merasa dirinyalah satu-satunya yang jahat di sini.

"Aku serius, La. Pengin tau pacar kamu itu."

"Iya, Mas. Nanti aku kirim biodata lengkapnya."

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Where stories live. Discover now