23. Berharap

36.5K 6.6K 658
                                    

Daripada besok nggak sempet nulis karena nguli yang aduhai padatnya. Jadi mending update sekarang ye.

Nggak susah buat vote kan, sayang?🤪

✨✨

Mengerjapkan mata beberapa kali, Anin terbangun karena mendengar alarm dari ponselnya. Ia mengernyit merasakan cahaya layar ponsel yang menyala di tengah gelap. Tangannya menekan tombol on pada lampu tidur hingga ia bisa menatap sekitar.

Membalikkan tubuh menghadap atas, tatapannya nyalang ke atap. Sudah jam 4 pagi. Selama itu ia menunggu kabar dari Bagus. Ia tidak bohong kalau berharap lelaki itu datang setelah ia mengabari kemarin. Nyatanya tidak.

Membuka ruang obrolannya lagi dengan Bagus, terlihat lelaki itu terakhir online ya kemarin itu, setelah pesannya terbaca. Entah, Bagus memang sering seperti itu. Dua bulan ini ia cukup mengenal Bagus dengan baik.

Bagus jarang membalas pesannya tepat waktu. Mungkin bagi lelaki itu, pesan dari Anin hanya menganggu karena menanyakan hal-hal sepele. Mereka akan bertemu di kampus dan mengobrol singkat. Makan siang, makan malam, lalu mengantar sampai rumah.

Sampai rumah pun biasanya Bagus tidak pernah mengiriminya pesan kecuali hal penting. Anin bisa bertahan selama ini.

Anin akhirnya bangkit duduk. Ia jarang bangun jam segini walau alarmnya memang begitu. Biasanya sih balik tidur, baru bangun jam lima sebelum menyiapkan makanan. Tapi sekarang ia tidak berniat lanjut tidur.

Sebelum menuju pintu, tatapannya terarah ke jendela. Ia sibak tirainya dan menghela napas lelah. Apa yang ia harapkan? Mobil Bagus ada di sana seperti kapan hari itu? Tidak mungkin. Karena ucapan Anin kemarin mungkin sangat menyakiti Bagus dan lelaki itu tidak lagi mau ia beri saran.

Akhirnya Anin mencepol rambutnya asal, sambil menuruni tangga. Ia membuka kulkas di dapur dan baru ingat kalau persediaan bahan makanan habis. Makanya semalam mamanya bilang Anin tidak perlu masak biar pesan antar saja buat sarapan.

Tapi bukan Anin namanya kalau tidak bisa mengalihkan kegalauannya. Ia akan beli bahan makanan di supermarket terdekat. Setelah meraih outer dan memakainya, Anin berjalan keluar rumah. Pelan-pelan karena kalau ketahuan bisa habis nanti.

Tidak perlu pakai kendaran. Selain menimbulkan suara, juga karena jarak supermaket tidak terlalu jauh dari rumahnya. Anin berjalan di tengah jalan yang remang. Untung kompleks perumahannya tidak terlalu gelap.

Tidak sampai sepuluh menit, Anin masuk ke supermaket dan menuju tempat sayur mayur. Memang beberapa sudah tidak segar, tapi tidak apa. Daripada gabut di rumah.

"Nin."

Eh, sebentar. Anin kayak kenal suara itu. Ia mendorong pelan troli agar bisa berbalik dan seketika terkejut. "Masih di sini lo, Pras?"

Pras tertawa dan berdiri di sebelah Anin, ikut memilih sayur mayur. "Lo ngapain ke sini pagi buta?"

"Ngaca. Lo juga di sini."

"Gue kan cowok, Nin. Aman pergi-pergi sendiri. Lo emang dibolehin bokap lo?"

"Yakin sih abis ini kena marah," jawab Anin santai. "Lo juga ngapain pagi buta udah sampai supermarket?"

"Alasannya mungkin kayak lo, laper tapi nggak ada bahan makanan dan pengin masak sendiri, right?"

Anin tersenyum. "Tau aja lo."

"Beneran, lo berani banget ke sini sendirian."

"Rumah gue cuma di seberang kalo lo lupa."

"Nggak bakal lah gue lupain rumah lo."

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Where stories live. Discover now