25. Berhenti

36.5K 6.5K 694
                                    

Mana yang minta Bagus nongol lagi? Terlalu kalo nggak ramekeuuun.

Semangat untuk menjalani weekdays kembali🥺

✨✨

"Aku capek."

Akhirnya Anin mengatakannya. Ia merasakan sentuhan lembut di kepalanya, diusap pelan-pelan. Tapi itu tidak membuatnya lantas berbalik menghadap Bagus. Ia tidak yakin masih mampu menyembunyikan lelahnya.

"Iya. Istirahat."

Anin menggeleng pelan. Bagus tidak mengerti arti capek yang sebenarnya ia ucapkan? "Aku capek sama kamu, Gus," lirihnya.

Mengatakannya sama saja menguras habis tenaga Anin. Ia bisa rasakan sesak itu kembali hadir saat usapan tangan Bagus di kepalanya berhenti. Setelahnya hanya ada hening yang cukup lama.

"Anindya ...."

Mendengar itu membuat Anin merapatkan selimut di tubuhnya. Entah hanya perasaannya, tiap kali Bagus memanggilnya dengan cara seperti itu selalu sanggup membuat hatinya menghangat. Terdengar tulus dan penuh perasaan.

Tapi sekarang Anin berusaha tidak terlalu tunduk pada apa yang ia rasakan. Karena mungkin Bagus tidak menempatkannya di hati lelaki itu. Bagus hanya butuh teman berbagi.

"Kamu bener, aku harus istirahat." Akhirnya Anin berbicara lagi. "Kamu pulang aja."

Anin jarang mengusir orang, apalagi yang sudah berniat baik menjenguknya. Tapi pengecualian bagi Bagus. Ia butuh menyembuhkan fisiknya dulu sebelum menghadapi lelaki itu.

Bukannya benar pergi, Anin justru merasakan pergerakan di belakangnya. Ia memejamkan mata saat aroma tubuh Bagus yang sangat ia kenal tercium hidungnya. Lengkap dengan sebuah kecup lembut di pelipisnya lalu bisikan terdengar, "Aku di sini. Bangun ya."

Anin merasakan lagi usapan-usapan pelan di kepalanya. Bagus sepertinya tidak berniat menjauh sebelum Anin beranjak. Maka dengan pelan, Anin menggerakkan tangannya untuk menyangga tubuhnya saat akan berdiri.

Bagus membantu Anin dengan mudah. Hanya dengan satu gerakan pelan, lelaki itu berhasil mendekap tubuhnya dalam pelukan. Anin memejamkan mata. Ia masih terlalu lemah untuk menolak. Ia biarkan saja tubuhnya dipeluk sembari tangan Bagus menata bantal.

Anin bisa bernapas lega saat Bagus melepasnya dan menyandarkan di kepala ranjang. Mereka bertatapan beberapa saat sebelum Bagus menuju meja di samping ranjang. Anin tidak bohong kalau melihat tatap kekhawatiran tadi. Hal yang sangat jarang ia lihat dari lelaki itu.

"Makan dulu," ujar Bagus pelan.

Anin makin mengalihkan pandangan. Benarkah Bagus ke sana cuma nyuruh makan? Kenapa tidak peduli pada kata capek yang baru Anin lontarkan tadi? Apa perasaannya bagi Bagus tidak penting?

"Aku suapin." Bagus sudah menyendok satu makanan dan mengarahkan ke Anin.

"Aku nggak laper."

"Kamu belum makan kata Bang Gagah," kata Bagus masih terdengar pelan dan tenang.

"Aku nggak laper, Gus." Anin menatap kedua mata Bagus tanpa bisa menyembunyikan kecewanya.

Terdengar helaan napas Bagus. "Kamu belum minum obat."

Anin masih memutuskan untuk tidak bersuara.

"Mau pesen makanan lain?" Bagus menawarkan. Ia mengeluarkan ponsel dan menunjukkan banyak menu makanan di sana. "Mau?"

Anin melihat itu. Walau teramat tipis dan sebentar, tapi Bagus tersenyum padanya. Pertama kali Bagus tersenyum bukan dalam keadaan mereka yang sedang bercanda. Tapi sebuah bujukan. Dan makin membuat Anin merasakan sesak dalam helaan napasnya.

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Where stories live. Discover now