30. Bebannya Berkurang

32.5K 6.1K 927
                                    

Ramein sayang😉

✨✨

"Iya, Bang. Anin tidur di sini buat nemenin gue .... Boleh? .... Iya, tenang aja gue nggak kasih dia makan ikan entar .... Thanks ya, Bang Gagah."

Anin mendengar suara Frisya tepat setelah ia keluar kamar mandi. Tadi, selepas ia menelepon Bagus, ia hanya perlu satu kalimat, 'Fris, gimana cara hilangin hickey?'. Frisya langsung meluncur ke rumahnya. Untung di rumah memang sedang tidak ada siapa-siapa.

Dan di sinilah Anin sekarang. Di rumah Frisya. Kebetulan juga suaminya baru keluar kota siang tadi.

"Cupang lo, Nin," kata Frisya sambil duduk di tepi tempat tidur.

Anin hanya meringis. Ia menutupinya dengan jaket tadi. Sekarang ia lepas jaketnya dan hanya menyisakan kaus pendek. "Sorry, Fris. Lo jadi repot nampung gue. Padahal tadi lo baru aja mau ke rumah abang lo."

Frisya mengibaskan tangan seolah itu bukan masalah besar. "Gue tidur di rumah abang gue biar ada temen selama Leo pergi. Tapi kalo lo di sini kan sama aja gue ada temen. Nggak ada bedanya. Lagian dulu gue sering ngerepotin lo. Rumah lo jadi tujuan waktu gue niat kabur."

Anin tertawa mendengarnya. "Gue beneran tanya gimana cara hilangin ini. Bisa dibunuh Bang Gagah gue."

Frisya meraih ponsel lagi dan fokus di sana. "Gue juga nggak tau. Gue cari dulu kali ya."

"Lo nggak tau caranya?" Anin jadi tidak percaya. "Lo kan udah nikah."

"Justru karena udah nikah, gue nggak pernah repot pengin cepet-cepet hilangin. Buat apa? Kalo ada bekas ya tinggal pake baju turtle neck. Terserah orang-orang mikir aneh tentang gue. Mereka pasti maklum karena gue udah ada lakinya."

Masuk akal juga. Anin juga cukup sering lihat Frisya pakai turtle neck. Tapi ya itu, ia tidak mikir macam-macam. Beda kalau ia yang pakai. Teman-temannya pasti heboh. Belum lagi lusa kan awal mereka masuk semester baru setelah libur panjang.

"Katanya dikompres pake handuk dan air hangat." Frisya mengernyit membacanya, agak ragu. "Gimana, Nin?"

Anin menggeleng putus asa. Ia juga tidak tahu.

"Bagus nggak ngasih saran emangnya?"

Anin menggeleng lagi. "Emang harus ngasih saran ya, Fris?"

Frisya mengedikkan bahu. "Tiap cowok mungkin beda. Tapi biasanya cowok ikut ngasih saran biar kitanya nggak panik."

Anin jadi berpikir. Bagus juga menenangkannya, dengan cara berbeda. Mengajaknya menikah. Hal yang justru membuat Anin menolak kuat-kuat. Mungkin Bagus sakit hati dengan ucapannya. Ia sadar.

"Fris?"

"Apaan?"

"Dia mau nikahin gue katanya."

Tidak terlihat kaget, Frisya malah angguk-angguk. "Orang kayak dia harus ditemenin sih. Tapi gue nggak maksa lo. Lo pasti nggak bisa nerima gitu aja padahal Bagus masih diam di tempat kan?"

Iya, itu intinya. Anin baru sadar tadi. Mungkin Bagus memang perlu ditemani setiap hari. Perlu seseorang ada di sampingnya. Tapi semua terasa rumit. Anin tahu pernikahan itu tidak main-main. Sekali masuk ke sana, ia tidak mudah lepas begitu saja.

Bukan niat Anin ingin melepas. Tapi apa yang terjadi tadi membuatnya membuka pikiran lebih luas. Bagus tidak sepenuhnya cinta padanya. Entah karena apa Bagus memilihnya menjadi pendamping. Ia hanya takut Bagus mengatakan menikahinya hanya karena keputusan sesaat.

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Where stories live. Discover now