Ending

14.3K 622 130
                                    

Setelah pulang dari pemakaman Denia, Alin kembali datang ke rumah sakit ditemani oleh Samuel, Zidan dan juga ketiga sahabatnya yang memaksa ikut karena ingin mengetahui bagaimana perkembangan keadaan Novan sekarang.

"Kok didalem berisik banget ya Lin?" tanya Mita merasa heran karena mendengar suara ricuh yang berasa dari dalam ruang rawat Novan.

"Suara orang nangis gak sih?" timpal Indi yang juga mendengar suara ricuh tersebut.

Semua orang yang ada disana menganggukkan kepalanya kecuali Samuel, laki-laki itu langsung masuk kedalam ruangan Novan tanpa sedikitpun menimpali percakapan yang sedang dibicarakan teman-temannya.

Samuel mengerutkan keningnya melihat semua alat bantu pernafasan Novan sudah dilepaskan dan tidak ada yang tersisa lagi bahkan selang infus yang tadinya masih terpasang ditangan Novan kini sudah hilang entah kemana. Samuel melirik Alin yang termenung ditempatnya, tatapan pias gadis itu seakan menunjukkan tanda tanya besar kini sedang bersarang di kepalanya

"Ma... ini kenapa?" tanya Alin menghampiri Gisel yang tengah memeluk tubuh putra tunggalnya itu sambil terisak tanpa suara.

Gisel mengangkat pandangannya, kedua mata perempuan paruh baya itu memerah dan sembab karena menangis berjam-jam tanpa henti melihat keadaan putranya yang semakin menurun dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan pulih sedikit pun.

"Novan, anak mama...." Gisel meraih kedua tangan Alin untuk mencari kekuatan dari sentuhan itu, namun kenyataannya dia justru semakin merasa sesak setelah menggenggam tangan dingin yang selama ini selalu menopang semua penderitaannya sendirian karena putranya.

"She's gone to heaven, baby"  ucap Gisel lirih.

Alin menggelengkan kepalanya kuat, menoleh menatap sendu wajah Novan yang kini sudah terlelap dalam kedamaian untuk selamanya. tidak, Alin dan juga orang-orang yang sama-sama berada dalam ruangan itu berharap bahwa ini semua hanyalah mimpi belaka, namun kenyataannya memang sudah tidak bisa disangkal dengan apapun lagi.

Lelaki yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah itu kini sudah terbujur kaku dengan kedua mata yang tidak akan pernah terbuka lagi, bahkan hanya untuk melihat calon anaknya sekali saja.

Alin menolehkan kepalanya kebelakang, melihat kearah sang dokter dan berlari menghampirinya. bersujud tepat dikaki sang dokter sambil mengucapkan permohonan agar Novan suaminya bisa kembali membuka matanya dan menemani dirinya dan calon anak mereka dimasa depan nanti.

"Saya mohon dokter lakukan apa saja yang bisa mengembalikan Novan, saya pasti akan sangat berterima kasih atas semua yang dokter berikan kepada saya. tapi saya mohon kembalikan ayah dari calon anak saya dokter, saya tidak ingin anak saya lahir dan tumbuh tanpa sosok pahlawan dihidupnya. saya mohon...."

"Tidak ada yang bisa saya lakukan, sebagai seorang dokter saya sudah berusaha keras untuk membantu Novan. namun tuhan sudah lebih dulu ingin bertemu dengan salah satu hamba kesayangannya ini, dan kita sebagai manusia biasa tidak bisa melakukan pemberontak apapun untuk melawan kematian" jawaban dari sang dokter semakin membuat dunia Alin runtuh dan hancur berantakan.

Tidak ada yang tersisa lagi kecuali potongan-potongan kecil dari kenangan yang selama ini dia dan Novan ukir selama menjadi suami istri. meskipun berisi begitu banyak kenangan buruk dibandingkan dengan kenangan indah, Alin akan tetap menyimpan semua itu dalam hatinya dengan rapi.

"Alin!!!" Dita berteriak histeris saat melihat tubuh Alin mulai limbung dan kemudian jatuh pingsan.

"Panggil suster!" titah sang dokter, kepada teman-teman Alin.

Tidak lama kemudian dua orang suster datang dengan brangkar dan membawa Alin keruang rawat untuk segera mendapatkan penanganan.

"Tante tetap disini aja, biar kami bertiga yang menemani Alin dan mengurus semua keperluannya".

RENOVAN (END)Where stories live. Discover now