Bagian 21

26.8K 2.9K 90
                                    

Bagian 21


•°•°•

Suasana kafe yang didatangi Morana siang ini cukup lengang, hanya ada beberapa meja yang terisi. Morana duduk di salah satu meja yang letaknya berada di sudut ruangan, gadis itu dapat melihat dengan jelas seisi ruangan yang cukup luas itu.

Gadis dengan rambut yang di kuncir kuda, mengenakan kemeja biru dan rok selutut berwarna hitam kotak-kotak itu meneguk minumannya pelan.

Entah kenapa Morana mampir di kafe itu, mungkin karena dari luar terlihat menarik dan nyaman dipandang mata. Alhasil, Morana betah berlama-lama di sana.

Sebelumnya, ia hanya izin membeli beberapa kebutuhannya pada Amira, tapi sekarang gadis itu malah asik menikmati suasana yang tenang di pusat kota. Tanpa mengajak Ressa maupun Rain, Morana menikmati waktu untuk dirinya sendiri.

Beberapa hari belakangan ini, ia lebih sering menghabiskan waktu dengan para sahabat Ressa, mengobrol banyak hal dengan mereka. Bahkan Morana terlihat sangat akrab dengan mereka semua. Walaupun terkadang Morana merasa canggung, tapi para sahabat Kakaknya memperlakukan Morana seperti bagian dari mereka. Untung saja Rain dan Gladis selalu berada di sekitarnya.

Lama terdiam, atensi Morana terfokus pada meja yang berada tak jauh dari tempatnya duduk. Ia sedikit menyipitkan mata ketika menyadari jika yang sedang terlibat perdebatan itu adalah Visha dan seorang perempuan yang hampir mirip dengan wajah Visha, terlihat umurnya hanya berbeda beberapa tahun dari Visha.

Dari tempatnya duduk, Morana bisa mendengarkan perdebatan antara mereka.

Sementara itu, Visha duduk diam mendengarkan lontaran hinaan dari Kakak perempuannya saat ini. Entah apa yang terjadi, sampai Nia —Kakak Visha melampiaskan emosinya pada Visha.

Itu sudah biasa terjadi, dan Visha hanya perlu diam dan tidak banyak bicara kalau ingin keadaan saat ini cepat berakhir.

"Heh! Harusnya lo itu sadar diri, muka lo cakepan gue, tapi si Dani sialan itu lebih memilih lo daripada gue. Lo udah ngapain aja sama Dani, sampai dia lebih perduli sama lo dari pada gue?" Nia mendorong kening Visha pelan menggunakan telunjuknya.

Visha menghela napas pelan, menatap kakaknya malas, " Kenapa lo nyalahin gue? Gue nggak tertarik sama barang bekas," ujar Visha datar.

"Nggak ada sopan santun lo sama gue! Lo itu cuma anak yang nggak diharapkan, tau diri!" kesal Nia menggebu.

"Gue tau, nggak usah diperjelas," sahut Visha. Ia hanya jengah menjadi pelampiasan amarah dari orang-orang disekitarnya. Dari fisik dia memang lemah, tapi setidaknya ia bisa melawan menggunakan mulut.

"Harusnya lo mati aja, Mama sama Papa aja males liat lo," kata Nia santai tanpa ada rasa bersalah sedikitpun pada Visha, padahal mereka saudari kandung, lahir dari rahim yang sama.

Orang tua Visha memang tidak menyayangi Visha, memandang gadis itu dengan sebelah mata, tidak memberikan kasih sayang dan hanya tau memberikan uang, uang dan uang untuk kelangsungan hidup Visha.

Sangat berbeda dengan perlakuan mereka pada Nia, perempuan itu selalu dilimpahkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Perbedaan perlakuan itu disebabkan karena Visha tidak diharapkan, mereka menginginkan anak laki-laki, namun yang lahir perempuan. Selain itu, Visha tidak bisa membanggakan mereka seperti Nia yang selalu membuat nama keluarga besar selalu dibanggakan oleh banyak orang.

"Kenapa mereka lahirin gue kalau nggak diharapkan kayak gini?" tanya Visha, gadis itu menatap Kakaknya sendu.

Nia berdecak pelan, "Karena lo sebuah kesalahan!" ujarnya lalu pergi dari sana meninggalkan Visha yang menunduk, tanpa rasa kasihan sedikitpun pada adiknya.

MORANA DUVESSA Where stories live. Discover now