Bagian 03

53.8K 5.2K 79
                                    

Bagian 03

•°•°•

Morana hanya memandang datar pria dihadapannya saat ini. Bagaimana tidak? Ressa bertingkah aneh, sikap posesif pria itu memang sangat keterlaluan.

Lihat saja, tanpa malu Ressa mengepang rambut panjang Morana, membaginya menjadi dua bagian. Namun beberapa saat kemudian ia melepaskan kembali kepangan rambut Morana. Mengikat dua bagian rambut panjang adiknya lalu menyampirkannya pada kedua bahu Morana. Setelahnya ia memasang kaca mata.

"Ih! Kok nggak berubah jadi culun?" kesal Ressa menatap hasil karyanya barusan.

Niat hati ingin membuat penampilan Morana menjadi sedikit cupu, tapi ekspetasi dan bayangannya sangat jauh berbeda. Bukannya culun, Morana terlihat menggemaskan dan menarik perhatian beberapa orang dipinggir jalan tempat mereka berdiri saat ini.

"Kak Esa sebenarnya mau ngapain?" tanya Morana sabar. Ia mendadak kesal sendiri dengan tingkat keposesifan kakaknya itu.

"Gue nggak rela lo diliatin, apalagi disukai banyak orang. Disekolah banyak mata keranjang, jangan pernah mau dideketin mereka," kata Ressa menggandeng tangan Morana menaiki angkutan umum.

Morana menghela napas, Ressa tidak tau bagaimana kehidupannya sebelum datang kemari. Ia bahkan tidak terlihat walaupun berwujud. Ada namun tak dianggap. Dia seperti bayangan, yang selalu ada tapi tidak dipedulikan.

Tingkat posesif Ressa mengingatkannya pada Dirga. Pria itu juga sangat menjaganya. Sudah lama ia tidak mengobrol dengan pria itu.

Morana hanya memperhatikan Ressa yang menutupi pahanya dengan jaket saat beberapa pasang mata memandang Morana. Ressa balik melotot karena tak terima adiknya dipandang seperti saat ini. Dengan kesal, Ressa menggeser duduknya mendekati Morana lalu menggenggam tangan adiknya, menatap murid SMA yang berada dihadapannya dengan pandangan yang mengartikan 'tuh mata mau gue congkel?'

Dengan cepat, beberapa murid itu mengalihkan pandangannya. Morana tersenyum tipis, kalau Ressa seperti ini maka ia akan selalu merasa aman bersama Kakaknya.

"Masih sepi. Lo sih, berangkatnya pagi buta. Berasa Ayam tetangga yang dapat tugas berkokok di pagi hari," keluh Ressa memandang keadaan sekolah yang masih sangat sepi. Morana hanya diam, ia sudah sangat terbiasa berangkat di jam seperti ini.

Besok dan seterusnya, ia akan berangkat lebih pagi, itu untuk menghindari diri agar tidak menarik perhatian dan hidupnya akan terus tenang seperti sebelumnya.

"Kak Esa nggak capek?" tanya Morana heran. Kakaknya terus mengoceh tanpa henti sedari tadi.

"Haus," jawab Ressa. Ia menarik tangan Morana agar mengikuti langkahnya, "Gue antar ke ruang kepsek, baru ke kantin."

Sampai didepan pintu ruangan kepala sekolah, Ressa mengetuknya beberapa kali. Ia ragu jika jam segini kepala sekolah sudah berada di ruangannya. Namun, ketika mendengar suara sahutan dari dalam membuat Ressa bersyukur.

"Sana masuk, jangan suka keluyuran. Jangan cari ribut, jangan terlalu mencolok, jangan sampai lo dijadiin target bullying. Gue nggak rela," pesan Ressa sebelum meninggalkan adiknya di sana. Ia bergerak menuju kantin sedangkan Morana masuk kedalam ruangan kepala sekolah.

"Putri Pak Ronal?" tanya kepala sekolah. Menyuruh Morana duduk terlebih dahulu.

Morana mengangguk singkat. Ronal bekerja dengan sangat cepat. Beberapa hari yang lalu, saat ia memutuskan untuk ikut mereka tinggal di Jakarta, Ronal langsung bergerak mengurus semua kepindahannya sampai surat pindah sekolah, semua itu Ronal lakukan sendiri. Dan kemarin, Ronal mengurus semua data-data yang diperlukan, memasukkannya disekolah yang sama dengan Ressa agar ia bisa terus berada di jangkauan mereka. Ronal mengurus semuanya dengan cepat, tadi pagi saat ia terbangun, Seragam sekolahnya sudah tergantung rapi didalam tempat khusus pakaiannya. Lengkap dengan tas dan sepatu. Jadwal pelajaran yang sudah tersusun rapi dengan beberapa buku kosong.

MORANA DUVESSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang