Bagian 19

32.3K 3.1K 50
                                    

Bagian 19


•°•°•

Keesokan hari, tepatnya sore setelah jam pulang sekolah berlalu. Morana bergegas sebelum Elang datang, ia berniat kabur dari sahabat kakaknya itu. Morana akan mengecek kafe, dan sepertinya itu menjadi salah satu alasan yang bagus untuk menghindari Elang.

"Mau kemana?" pertanyaan itu berasal dari Ronal yang sedang duduk, menyesap teh sore ditemani dengan laptop yang senantiasa menyala. Pria itu melihat putrinya yang sedang terburu-buru.

Menoleh, Morana menemukan Ronal yang sedang menatapnya penasaran, "Ke kafe," sahut Morana berjalan ke arah Ronal, menyalimi pria itu.

"Suruh supir antar, papa nggak izinin kalau pergi sendiri,"

Dengan sedikit tidak rela, Morana mengangguk mengiyakan.

Sedari tadi, rumah sepi. Amira di dapur, sedangkan kedua saudaranya belum pulang, sepertinya berkumpul di basecamp terlebih dahulu.

Morana duduk dengan tenang di dalam mobil, memperhatikan jalanan yang cukup ramai sore itu.

Sedangkan, di lain tempat, tepatnya di markas OCEAN, suasana seperti biasa, gaduh. Ruangan dipenuhi dengan tawa dan ocehan dari beberapa anggota yang memang tidak bisa diam.

"Gue punya tebak-tebakan," celetuk Bagas disela kunyahan nya.

"Telan dulu, Bang. Ntar keselek," tegur Nilo.

Bagas menurut, dengan cepat mengunyah snack di mulutnya, "ok, dengerin baik-baik," instruksi Bagas setelah menelan snack dan meneguk minuman kaleng.

Mereka dengan serius, memasang telinga, bersiap mendengarkan apa yang akan diucapkan Bagas.

"Awas nggak jelas, gue jual beneran lo di lampu merah," ancam Gladis mendelik.

"Sstt! Penyihir diam aja," kata Bagas santai membuat Gladis melotot.

"Manusia purba!"

"Ck! Ayo elah! Lama lo," kesal Rain yang penasaran diangguki yang lainnya.

"Ok ok. Sabar dong," kata Bagas berdehem terlebih dahulu sebelum berbicara kembali, "Kenapa anak Babi jalannya nunduk?" tanya Bagas setelahnya.

"Emang iya?" heran Edo.

"Iyalah, nggak pernah liat anak Babi lo?"

Edo menggeleng, "Bapak babi udah liat," ujar Edo santai melirik Rafa.

"Apa?" sentak Rafa merasa dilirik.

"Sensian amat,"

"Ayo jawab," desak Bagas.

"Kepalanya berat?" kata Mikhail.

"Nyari cacing?" sahut Nicolas.

Sedangkan Ressa, Elang dan Arthur hanya mendengarkan, tidak ada niat bergabung.

Rain dan Gladis juga ikut berpikir.

"Liat jejak kakinya yang ketinggalan," celetuk Rain membuat mereka menatapnya berkedip dengan ekspresi yang seolah sedang mengatakan kalimat 'bego' pada Rain.

MORANA DUVESSA Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu