34 - Kabar bahagia

884 51 474
                                    

Setelah dinyatakan terbebas dari hukumannya, Clara kini dibawa oleh Dava menuju rumahnya. Mengajak wanita tersebut untuk menemui sang ibu tercinta.

Sejujurnya, Clara benar-benar merasa tak enak hati karena kini ia akan dipertemukan kembali dengan ibunya Dava. Ia benar-benar merasa bersalah karena telah menyakiti putranya bahkan dengan sangat kejamnya.

Clara menundukkan kepalanya, tanpa terasa ia menitihkan air matanya selama Dava keluar sebentar untuk membelikan minuman di supermarket. Tak lupa pula untuk Dava membelikan buah-buahan kesukaan ibundanya.

"Dududu... Clar, buka pintunya," suruhnya pada Clara.

Gadis bermata sembab itu membuka kunci mobil lalu menyeka air matanya.

Dava bernyanyi-nyanyi dengan gumaman khasnya. Ia sepertinya tampak bahagia karena bisa kembali dengan cinta sejatinya.

"Nih buat kamu," ujar Dava dengan memberikan sebotol minuman dingin kepada Clara.

"Eh, mata kamu kenapa, Clara? Kamu nangis lagi? Nangis soal apa? Sini cerita."

Bukannya mereda, tangis Clara semakin pecah mendengar penuturan Dava. Dava pun segera masuk untuk menenangkan Clara yang sedang menangis itu. Ia membawa Clara ke dalam pelukannya sesekali menciumi puncak kepalanya.

"Kamu kenapa, hei? Kenapa nangis?"

"A-aku ngerasa ngga pantes buat kamu, Dav."

"Hei, siapa yang bilang kalau kamu ngga pantes buat aku? Kamu pantes kok buat aku."

"Ngga, Dava. Aku ngga pantes buat kamu, aku terlalu jahat untuk kamu yang terlalu baik."

"Clara, dengerin aku, ya. Jangan pernah bilang kalau kamu ngga pantes untuk aku. Kamu pantes untuk aku, terlepas kamu jahat atau aku baik. Bukankah kita bersatu untuk saling melengkapi dan menyempurnakan? Bukan malah menjatuhkan."

"Dav.." Clara mendongakkan kepalanya menatap manik mata serius milik Dava setelah itu ia kembali tenggelam ke dalam pelukan lelaki tersebut.

Dava membiarkan gadisnya untuk memenangkan diri dahulu di dalam dekapannya. Ia mengelus-elus punggung Clara dengan dagu yang ia letakkan di puncak kepala Clara.

•••

Kini, Laras dan Lydia tengah mendekam di penjara dengan pakaian khas mereka. Lydia merasa benar-benar kesal dengan Laras karena anak itu tidak mau menutup mulutnya.

"Saya menyuruh kamu itu untuk menghancurkan mereka! Kenapa malah kita yang semakin hancur?!"

"Yang Ibu perbuat itu salah! Niat Ibu itu jahat, maka akan kembali ke Ibu niat jahat tersebut!"

Plak!

Sebuah tangan melayang menampar pipi Laras dengan kuatnya. Tangan tersebut ialah milik Lydia. Ia benar-benar geram karena semua aksi jahatnya kembali kepada dirinya.

"Harusnya Ibu bisa menyadari kesalahan Ibu itu di mana. Jangan terus-terusan menyalahkan saya ataupun keadaan karena emang pada dasarnya Ibu yang salah," desis Laras.

"Jangan sok ceramahi saya, kamu! Saya tidak butuh ceramah dari kamu!"

"Saya hanya mengatakan apa yang harus saya katakan."

Emosi Lydia benar-benar memuncak, ia tidak tahan lagi dengan sikap Laras yang kini berbalik menceramahinya. Ia mengambil sebuah silet yang ia dapatkan ketika bertemu dengan Austin kala itu.

Floeurenziita [End]Where stories live. Discover now