33 - Terungkap

655 53 430
                                    

Terik matahari menyengat begitu panasnya. Paras cantik dari wanita yang bernama Flo itu terpancar dengan sempurna. Kali ini ia baru saja berjalan-jalan mengelilingi taman yang berada tak jauh dari apartemen milik Papanya.

"Capek juga sendirian kemana-mana," gumamnya sembari mencari kursi panjang sembari merenggangkan otot tangan dan lehernya.

Flo kini tengah terduduk di kursi panjang dengan air mineral yang ia bawa dari apartemen.

"Denger-denger, katanya ada CEO perusahaan besar yang selingkuh sama sekretarisnya, loh."

"Iya, katanya juga istrinya pergi ke Amerika. Mana istrinya lagi hamil besar lagi, kasian banget, kan?"

"Iya, kasian banget. Padahal cocok banget loh, bisa-bisanya selingkuh sama sekretarisnya."

"Ngga habis pikir, ya."

Bisik-bisik dan gosipan ibu-ibu terdengar di telinga Flo yang tengah terduduk santai. Mukanya merah padam, rasanya ia ingin meluapkan segala emosi yang kini tengah meledak-ledak di dalam dirinya.

Mengapa kasus perihal perselingkuhan suaminya itu bisa tersebar luas seperti itu? Bahkan, dengan lugasnya para ibu-ibu menggosip seakan itulah faktanya meskipun Flo juga bingung akan kebenarannya.

"Agh! Sebenernya Austin ini beneran selingkuh atau ngga, sih?!" desis Flo dengan mengacak-acak rambutnya.

"Tau ah."

Flo 'pun berlalu begitu saja dari kursi panjang menuju kamar apartemennya. Ia benar-benar lelah kali ini. Lelah hati, jiwa, pikiran dan segalanya.

"Gue ngga akan pulang ke rumah, kalau misalnya Austin ngga bisa buktiin semuanya. Kalau misalnya dia udah dapetin bukti, video sekalipun dan menyatakan bahwa dia dijebak, gue baru akan percaya."

Ia menurunkan pandangannya ke arah perut besarnya. "Sayang, baik-baik di dalam sana, ya. Maafin Mami karena akhir-akhir ini Mami banyak pikiran."

•••

Setelah mendapatkan bukti bahwa dirinya tidak bersalah, ia memutuskan untuk menindaklanjuti kasus tersebut pada pagi atau siang hari karena malam tadi tidak memungkinkan untuk mengusut kasus tersebut.

Ia mengepalkan tangannya dengan kuat, napasnya memburu tatkala mengingat bahwa dalang dibalik semua masalahnya ada orang yang ia tidak sangka selama ini.

Kini Austin sudah berada di perjalanan menuju Kantor Polisi untuk memasukkan seseorang itu ke dalam tahanan. Ia meminta kepada orang suruhannya untuk membawa pelaku tersebut dengan cara kasar sekalipun jika memang tidak bisa dengan cara halus.

Membenarkan jas miliknya dengan mengatur napas agar tidak kalut dalam emosinya. Ia harus bisa menempatkan diri di mana ia harus marah dan harus bijaksana.

"Lepas! Semua ini bukan ide saya!" protes Laras karena tangannya dicekal oleh orang suruhannya Austin.

Austin dan ketiga orang di belakangnya memasuki Kantor Polisi dengan para Polisi yang sudah berdiri tegap untuk mengatasinya.

Sebelum itu, Austin sudah melaporkan kasus ini dengan mengirimkan bukti-bukti yang didapatkan oleh orang suruhannya.

Saat melewati ruang besuk, Austin mendengar gertakkan Lydia kepada Clara perihal masalahnya. Sontak Austin menatap serius ke arahnya dengan perlahan menghela napasnya.

"Cukup Lydia!" teriak Austin kepada Lydia.

Lydia yang mendengar teriakan tersebut pun terdiam di tempatnya. Matanya mencoba melihat siapa yang datang, menganga dan kemudian menutup mulutnya tak percaya karena di belakang sudah ada Laras bersama dengan dua orang yang tidak Lydia ketahui.

Floeurenziita [End]Onde histórias criam vida. Descubra agora