22 - Taman

429 53 474
                                    

Setelah pulang dari Jum'atan, Daffin langsung saja menancapkan gas motornya menuju taman yang dijanjikan oleh Aura. Tidak peduli jika dirinya masih memakai baju Koko untuk shalat Jum'at tadi.

Kali ini yang terpenting untuknya adalah menemui Aura sebelum anak itu pergi meninggalkan Daffin.

Sesampainya di taman, Daffin turun dari motornya dan berjalan mencari Aura yang sama sekali tidak nampak dari pandangannya. Ia menyapu segala penjuru namun tak ada tanda-tanda bahwa ada kehidupan lain selain dirinya itu.

"Aura, lo dimana? Lo bilang kalau kita ketemu di taman, tapi batang hidung lo aja ngga ada sama sekali," gumam Daffin dengan dahi yang mengerut.

Samar-samar Daffin melihat seorang wanita yang tengah membawa koper terduduk di bawah pohon rindang dengan pandangan lurus ke depan.

Daffin yakin itu adalah Aura. Ia pun dengan cepat berlari ke arah Aura dan langsung membawa anak itu dalam pelukannya.

"Gue minta maaf kalau gue udah jadikan lo pelampiasan."

Aura mendelik, desiran hebat menjalar di tubuhnya. Apakah ini nyata? Benarkah Daffin memeluknya? Aura yakin ini hanyalah mimpi belaka karena faktanya ia hanya dijadikan sebagai bahan pelampiasan atas dasar cinta yang tak terbalaskan.

Aura mencoba meraba tubuh Daffin, membalas pelukan yang membuatnya hampir saja jatuh. Benar, ternyata ini bukanlah mimpi, tapi memang benar-benar terjadi.

"K-kak? Em, saya tidak bisa napas, Kak."

Spontan Daffin menjauhkan tubuhnya dari Aura. Ia merasakan aneh, mengapa tiba-tiba dirinya dengan vulgar memeluk Aura?

Daffin mulai ada rasa pada Aura? Ah, tidak mungkin. Mana mungkin rasa cinta bisa datang hanya dengan sekejap mata. Meskipun ada, sebelumnya 'kan Daffin menyukai dan mencintai Flo, bukannya Aura. Mengapa ini bisa terjadi?

"Lo beneran mau pergi?" lirih Daffin dengan tatapan yang sendu.

Aura menganggukkan kepalanya. "Orang tua saya sudah pergi duluan, Kak. Tinggal saya yang belum berangkat. Setelah ini, saya langsung pergi ke Bandara untuk melakukan penerbangan."

Daffin terduduk lemas, entah apa yang terjadi pada dirinya, ia pun tidak tau.

"Apa lo mau kasih gue kesempatan untuk menjadikan lo pacar gue lagi?"

Aura tampak ragu. Ia diam saja dengan memikirkan jawaban apa yang akan ia putuskan.

"Em, maaf, Kak. Saya tidak bisa. Saya tidak bisa jika saya hanya menjadi alat untuk Kakak melupakan dia yang Kakak cinta."

"Ngga, Ra. Gue ngga akan jadikan lo alat untuk gue melupakan Flo. Gue bener-bener mau lo jadi milik gue, mendengar kepergian lo rasanya hati gue hancur melebihi mendengar kabar bahwa Flo sudah memiliki calon tunangan."

Dari kejauhan, Luna dan Flo tengah memandang ke arah Daffin. Ternyata selama ini Daffin menyukai Flo? Mengapa Flo baru tau akan hal itu.

"Lun, gue jadi ngga enak sama Aura," ujar Flo kepada Luna.

"Di sini bukan lo yang salah, Flo. Bukan juga Daffin. Karena hakikatnya untuk jatuh cinta itu ngga bisa memilih kepada siapa nantinya akan kita labuhkan. Kita liat aja kedepannya, semoga saja Aura bisa menerima Daffin dan memaafkannya."

Flo mengangguk mendengar jawaban dari Luna. Lalu mereka berdua pun melanjutkan memperhatikan Daffin dan Aura dari kejauhan berharap Aura mau memberikan kesempatan itu untuk Daffin.

Aura menundukkan kepalanya, buliran air matanya mengalir membasahi pipinya.

"Tatap mata gue, Ra. Lo bisa 'kan kasih kesempatan itu untuk gue?" ulang Daffin dengan mata yang berkaca-kaca.

Floeurenziita [End]Where stories live. Discover now