13 - Pencerahan

533 63 293
                                    

Doa bersama telah selesai. Kini Flo dibantu oleh Luna, Edward dan anggota geng motornya membersihkan rumah dan mencuci piring serta alat-alat lainnya yang digunakan sebagai tempat masakan dan lain sebagainya.

Tidak semua, hanya sebagian saja karena anak-anak yang lain masih memiliki urusan yang harus diselesaikan.

"Flo, inget, ya. Lo hutang penjelasan sama gue," bisik Luna disela mencuci piringnya.

"Nanti gue jelasin. Tapi kalau anak-anak LEVATOR dan Edward udah pulang," balas Flo berbisik. Luna mengacungkan jempolnya. Setelah itu melanjutkan mencuci piring bersama-sama.

Di ruang tamu dan ruang keluarga, para lelaki melipat kembali permadani serta meletakan ulang sofa-sofa yang tadi dipinggirkan.

Anak-anak LEVATOR memandang tanda tanya kepada Austin. Sedangkan Edward yang sudah tau, ia bersikap biasa saja.

"Bang," panggil Daffin kepada Austin. Tampaknya Daffin begitu penasaran dengan sosok Austin yang kini berada di rumah Flo.

Austin menghentikan aktivitasnya, ia berjalan mendekat ke arah Daffin. "Ya, kenapa? Kamu manggil saya?" tanya Austin.

Daffin mengangguk. "Lo abangnya Flo ya, Bang?" ucap Daffin asal.

Austin tersenyum lalu menggeleng. "Bukan."

Daffin mengernyit bingung. Kalau bukan abangnya? Lantas dirinya itu siapanya Flo? Pikiran negatif muncul memenuhi kepala Daffin. Jangan-jangan lelaki di depannya ini pacar Flo. Atau bahkan, calon tunangannya Flo.

"Lalu?"

"Saya pacarnya Flo. Kebetulan, setelah Flo tamat SMA kita berdua akan bertunangan," alibi Austin.

Daffin tercengang. Ia membelalakkan matanya tak percaya. Nyalinya menciut. Bagaimana mungkin dirinya menikung seorang pria dewasa yang ada di hadapannya ini? Kalau dipikir-pikir, lelaki di hadapannya itu jauh lebih sempurna dibanding Daffin.

"Definisi kalah sebelum perang," batin Daffin dengan mengelus dadanya.

"Ada hal lain yang mau kamu tanyakan kepada saya?" imbuh Austin.

"Eh, ngga ada apa-apa kok, Bang. Nanya doang, hehe." Daffin kikuk. Ia benar-benar mati kutu sekarang. Harapannya untuk mengejar Flo telah lenyap begitu saja. Belum saja berjuang, sudah tertampar kenyataan bahwa Flo sudah bersanding dengan lelaki sempurna yang jauh dari dirinya.

"Gue mah apa atuh. Cuma kanebo kering," batin Daffin lagi dan lagi.

• • •


Lantai sudah tersapu bersih. Piring-piring pun sudah tertata dengan rapih. Flo merebahkan tubuhnya di sofa depan Televisi, bersama dengan Luna yang meminta penjelasan atas segalanya.

"Flo, gimana ceritanya lo bisa nikah sama kak-" Luna menjeda ucapannya.

"Austin," balas Flo.

"Nah iya, Kak Austin. Kok bisa sih?"

"Gue ceritain singkat dan intinya aja, ya? Soalnya gue capek banget ini." Tersirat kelelahan dari wajah cantik Flo. Luna mengangguk menyetujui penuturan Flo.

"Jadi, sebelum bokap gue meninggal, dia minta kak Austin untuk menikahi gue. Gue ngga tau gimana. Intinya mereka udah jodohin gue sama kak Austin sewaktu gue masih bayi. Terus pas di Rumah Sakit, bokap mohon sama gue untuk bersedia menikah dengan kak Austin. Yang bikin gue syok, papa bilang kalau itu permintaan terakhirnya. Jadi gue nerima perjodohan itu. Setelah itu kita menikah dan papa meninggalkan gue untuk selama-lamanya." Flo menundukkan kepalanya, menyiratkan kesedihan yang mendalam atas kepergian papanya itu.

Floeurenziita [End]Where stories live. Discover now