28 - Penculikan

346 47 454
                                    

Seperti biasa, setelah selesai kuliah, Daffin langsung saja menancapkan gas motornya menuju Rumah sakit di mana Aura dirawat.

Semakin hari, keadaan Aura semakin membaik. Hal itu membuat Daffin semakin bahagia dan tak henti-hentinya mengucap syukur.

Di sinilah Daffin, di sebuah ruangan Rumah sakit yang sudah tak asing lagi untuknya. Para perawat pun sudah mengetahui perihal hubungan Daffin dan Aura yang membuat hati mereka tersentuh akan perlakuan sang lelaki kepada wanitanya.

"Assalamualaikum," sapa Daffin dengan membawakan permen kapas untuk kekasihnya.

"Waalaikumsalam. Kebetulan nak Daffin sudah sampai."

"Em, ada yang bisa saya bantu, Tan?"

"Ini, kebetulan papanya Aura ada kerjaan di kantor. Tante juga ada urusan di luar, makanya dari tadi Tante nungguin kamu dateng."

Daffin pun mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ooh gitu. Yaudah kalau gitu, Tan. Biar Daffin aja yang jagain Aura."

"Makasih banyak ya nak Daffin. Kalau gitu Tante pamit dulu, ya. Aura, Mama pergi dulu ya, sayang. Baik-baik di sini sama Daffin, ya." Reni pun mengecup kening Aura dan menyalimi Daffin sebelum ia meninggalkan ruangan tersebut.

Setelah kepergian Reni dari ruangan rawat Aura, Daffin pun mengambil ranselnya untuk mengeluarkan permen kapas yang sudah ia beli di jalanan dekat kampusnya.

"Coba tebak, aku bawa apa buat kamu?"

Aura terkekeh mendengar perkataan Daffin yang seperti anak kecil.

"Ngga tau," jawabnya sembari menggelengkan kepala.

"Tara!" Daffin pun mengeluarkan permen kapas itu dari ranselnya. Betapa bahagianya Aura melihat Daffin memberikan permen kapas itu untuknya.

"Aaa, makasih banyak Daffin!" pekik Aura kegirangan. Ia pun sontak saja langsung memeluk Daffin yang terbilang cukup lama.

Menyadari hal tersebut, Aura pun segera menjauhkan tubuh Daffin dan ia mengambil permen kapas tersebut.

Terjadi keheningan diantara keduanya. Baik Daffin ataupun Aura, mereka merasakan canggung yang menguasai diri mereka kali ini.

"Kak?"

"Ra?"

"Kakak aja dulu," ujar Aura mempersilahkan Daffin untuk berbicara lebih dulu.

"Kamu aja, Ra."

Aura mengangguk pasrah. Ia menghela napasnya gusar lalu tersenyum ke arah Daffin. "Makasih banyak ya, Kak. Makasih karena udah selalu ada untuk aku."

Daffin mendekat ke arah Aura, menggenggam tangan mungil kekasihnya yang dipasang alat infus dan tangan satunya berada di puncak kepala Aura.

"Itu tugas aku sebagai kekasih kamu, Aura. Sebentar lagi aku akan selalu siap sedia untuk kamu. Tunggu aja, secepatnya akan aku lamar kamu."

Aura seketika terdiam, ia benar-benar bahagia bercampur sedih. Bagaimana mungkin tidak sedih? Ia saja belum sepenuhnya sembuh dari penyakitnya, dan kabar bahagianya adalah, Daffin tidak bermain-main dengan ucapannya.

"Kenapa sedih hemm?"

Gadis yang sedang digenggam erat tangannya itu menggelengkan kepalanya.

"Ada aku di sini, Ra. Jangan khawatir, ya. Kita lewati semua sama-sama. Jangan pernah merasa sendirian, aku di sini untuk kamu."

"Kak.." Sepasang bola mata Aura berkaca-kaca, ia tidak tau lagi dengan perasaannya kini. Bagaimana mungkin ia tidak selalu jatuh hati pada sosok Daffin yang selalu mengasihinya seperti itu?

Floeurenziita [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora