Prolog

197 68 19
                                    

🐧🐧🐧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐧🐧🐧

"Arghh, shit .... "

Sekar menghentikan langkah kakinya, kala ia mendengar suara rintihan seseorang, ia mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk mencari sumber suara tersebut. Namun, yang ia dapati hanyalah pemandangan gelap yang disinari oleh cahaya rembulan. Debaran detak jantungnya semakin menggila, keringat dingin sudah mulai bercucuran membasahi pelipisnya, ia kembali berjalan dengan menundukan kepala, baru beberapa langkah suara rintihan itu kembali terdengar.

"S-siapa di sana?" tanya Sekar memberanikan diri.

"Tolong," gumam seorang cowok sembari menatap Sekar penuh permohonan yang diterangi oleh cahaya rembulan.

Sekar langsung menghidupkan lampu flash dan mengarahkannya ke sumber suara, terlihatlah seorang cowok yang berlumuran darah segar. Ia membelalakkan matanya tidak percaya. Langsung saja, Sekar berteriak meminta tolong pada siapa pun yang mendengar suaranya, tetapi tidak ada seorang pun yang mendekat ke arah mereka berdua, mungkin ini di karenakan sudah malam dan mereka berada di gang sempit yang minim untuk dilalui oleh orang.

Sekar langsung mengotak-atik hendphone untuk mencari kontak seseorang dan menghubunginya.

"Hallo. "

"Hallo, Kak Rafa, gue minta tolong sama lo, susul gue di gang jalan Indra Mayu," ucap Sekar penuh cemas.

"Lo kenapa?" tanya Rafa di seberang sana khawatir.

"Nanti gue jelasin, sekarang susul gue di sini kak. Jangan lupa bawa mobil." Setelah mengatakan itu, Sekar langsung mematikan sambungan telponnya.

Ia kembali fokus pada pemandangan yang ada di hadapannya. Sebenarnya ia sangat malas untuk berurusan dengan seorang cowok, baginya cowok adalah mahkluk yang sangat menyusahkan dan ini kali pertamanya ia berurusan dengan seorang cowok yang belum dikenalinya, seandainya kalau dia bukan manusia, mungkin sudah dipastikan Sekar akan menelantarkannya.

"Lo berutang budi sama gue," gumam Sekar menatap tidak suka pada cowok yang terbaring lemah di hadapannya.

Hingga, suara langkah kaki seperti berlari mendekat ke arah mereka berdua.

"Sekar, lo kenapa?" tanya Rafa setelah sampai di depan Sekar.

"Gue nggak papa cuma ini," tunjuk Sekar pada cowok yang sudah menutup matanya dengan dagu.

"Liam!" pekik Rafa tak percaya.

Ia langsung membopong tubuh Liam dan dibantu oleh Sekar, berjalan menuju mobilnya yang berada di ujung gang. Kerena gang ini sempit, Rafa tidak bisa membawa mobilnya masuk ke dalam.

"Kenapa Liam bisa kayak gini?" tanya Rafa di sela-sela mereka berjalan.

"Gue nggak tau," jawab Sekar.

Setelah sampai di depan mobil, Rafa langsung membuka pintu penumpang belakang dan menidurkan Liam di sana. Di susul oleh Rafa yang duduk di bangku kemudi, sedangkan Sekar duduk di bangku samping Rafa.

"Antar gue ke rumah, ya, Kak," pinta Sekar pada Rafa.

Sontak saja, Rafa membelalakkan mata, karena kaget dengan permintaan Sekar. Sempat-sempatnya dalam keadaan kayak gini, dia minta diantar pulang? Sungguh ajaib sekali manusia yang duduk di sampingnya itu.

"Lo nggak liat situasi apa?" tanya Rafa setelah menormalkan rasa kagetnya.

"Malas banget gue antar dia ke rumah sakit, bareng lo lagi," tutur Sekar merasa malas dengan apa yang ia hadapai sekarang.

"Sekar, lo ngapain jam segini keluyuran?" tanya Rafa dengan tatapan menyelidik setelah ia menyadari kalau sekarang sudah larut malam.

"Mau tau, apa mau tau banget?" tanya balik Sekar dengan senyum yang sangat menjengkelkan bagi Rafa

"Serah," jawab Rafa kesal sambil melirik sekilas ke arah banggu belakang. Tepat, dimana Liam yang masih terbaring lemah.

"Berarti nggak gue jawab." Sekar tampak cengengesan, lantaran ia telah membuat Rafa kesal.

Rafa kembali fokus pada jalanan yang dilaluinya, ia semakin melajukan kecepatan mobilnya dan beberapa menit kemudian, mereka berdua telah sampai di depan rumah sakit.

Kini di ruangan yang serba putih dan dibalut dengan bau obat-obatan, Sekar dan Rafa menunggu seorang dokter yang menangani Liam di dalam ruangan khusus. Hingga suara pintu dibuka, mampu mengalihkan perhatian Sekar dan Rafa.

"Gimana, Dok?" tanya Rafa langsung berdiri di depan dokter tersebut.

"Tidak ada luka yang serius dialami oleh pasien, hanya saja, beberapa goresan yang akan mengering dalam hitungan hari," jawab dokter tersebut menjelaskan.

"Alhamdulillah," ucap Sekar dan Rafa bersamaan.

"Kalau gitu, saya tinggal dulu, permisi," pamit dokter kepada mereka berdua, yang dibalas anggukkan dan ucapan terimah kasih dari keduanya. Mereka berdua pun melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar rawat Liam.

"Gimana keadaan lo?" tanya Rafa yang langsung duduk di brankar Liam.

"Sakit," jawab Liam langsung membalikkan badannya ke arah dua manusia yang ada di belakangnya itu. Ia menatap sekilas ke arah Sekar dan kembali membalikan badan membelakanginya.

Sekar yang melihat sikap Liam begitu tidak peduli dengannya hanya diam tak berkutik sama sekali.

"Gak ada niatan mau bilang makasih, gitu?" ujar Sekar tertuju pada Liam.

"Oh iya! Kenalin, dia Sekar Danita. Dia tadi yang kasih tau gue keadaan lo." Rafa tersadar bahwasannya ia lupa untuk memperkenalkan Sekar pada Liam.

Liam kembali membalikan badannya menghadap dua orang yang masih setia dengan posisinya. "Makasi," ucap Liam menatap Sekar dan Rafa secara bergantian.

                                             🐧🐧🐧

Hai semuanya!!

Vote

Komen

Komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Heart Games [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang