SMA🍁 Manusia dan Masalahnya

173 37 5
                                    

Setelah dua minggu masa skorsingnya habis, Arumi kembali masuk sekolah. Dua minggu ini, sebenarnya ia tidak murni libur karena setiap hari Bayu datang dan mengajarinya mata pelajaran yang tadi dibahas dikelas. Untuk biologi, tidak perlu ditanya, Bayu pandai disemua mata pelajaran.

"Uek..."

Arumi cepat menutup mulutnya, tapi percuma, beberapa orang yang mendengarnya menoleh duluan, memberikan tatapan aneh dan sinis.

"Lo nggak papa?"

Masih menutup mulutnya, Arumi menggeleng meski perutnya masih mual. Tak sampai semenit, kepalanya ikutan pening.

"Uek..."

Tak mempedulikan orang-orang yang kini menoleh kembali padanya, Arumi berdiri lalu berlari meninggalkan kantin. Bayu menatap bingung, padahal Arumi belum menyuap makanannya sesendok pun.

Memang, sejak pagi tadi, perempuan itu memang terlihat agak pucat dan lemas. Tapi ketika Bayu memeriksanya, suhu tubuh Arumi normal-normal saja.

Sampai di kamar mandi terdekat, Arumi memuntahkan cairan yang sudah berkumpul didalam mulutnya. Hingga lima kali muntah, mualnya sedikit berkurang.

Mengusap wajahnya yang berkeringat dingin, Arumi menyandarkan tubuhnya didinding dengan air mata tak bisa ditahan.

Sejak pertengkarannya dengan Dini dua minggu lalu, Arumi tak hanya mendapat hukuman dari pihak sekolah, tapi juga dari ayahnya yang seminggu lalu tak lagi mengirimkan uang ke rekeningnya.

Kalau saja tak ada Bayu, Arumi tidak tahu bagaimana ia sekarang. Diantar jemput, ditraktir makan siang dan terkadang diantar makanan, itu cukup membuatnya sedikit lega memikirkan uangnya yang tak seberapa. Dan ini, mungkin karena tadi pagi ia tak sarapan.

Keluar kamar mandi, Arumi berlalu tanpa menyahuti bisik-bisik siswi yang mencurigainya.

Diluar, ia terkejut melihat Bayu berdiri menunggunya.

"Lo nggak papa? Kalau misalnya nggak enak badan kita pulang aja, gue anter, jangan dipaksain."

"Nggak papa kok. Gue langsung ke kelas aja yaah. Lo ke kantin aja, terusin makannya. Kan katanya tadi pagi nggak sarapan." Sahut Arumi lalu berbalik meninggalkan Bayu yang melongo.

Menoleh ke kantin sebentar, mengelus perutnya, Bayu memutuskan menyusul Arumi.

"Gue lupa, kan mau diet." Ucap Bayu ketika sudah berjalan disebelah Arumi.

Arumi hanya tersenyum tipis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

______________

"Lo beneran nggak papa? Gimana kalau kita nemuin dokter Irawan aja?" Tanya Bayu khawatir.

"Beneran nggak papa. Lagian kan jadwal chek up-nya minggu depan. Yuk berangkat, katanya mau ngajak gue ke sebuah tempat."

"Nggak jadi aja deh. Takut gue..."

Arumi tertawa sambil memukul lengan Bayu pelan. "Takut apaan sih! Lo udah janji loh dari kemarin-kemarin mau ngenalin gue sama seseorang."

Bayu terdiam sebentar. "Kalo lo kenapa-kenapa dijalan."

"Ya ampun Bay. Gue itu keliatannya aja pucet gini, tapi gue nggak ngerasa apa-apa kok. Gue malah capek kalau hari minggu gini diem aja nggak ngapain-ngapain. Yuk ah!" Paksa Arumi kali ini berdiri dan menarik Bayu yang masih duduk.

"Oke-oke." Ucap Bayu lalu cepat berdiri. "Lo udah sarapan kan?"

Arumi mengangguk.

"Minum obat?"

𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝗕 (✔) Where stories live. Discover now