SMA🍁 Ujian Tengah Semester

196 39 0
                                    

Tidak terasa sudah tiga bulan Arumi belajar di sekolah barunya ini. Jika mengingat sejak awal ia masuk, rasanya tidak semua orang akan sanggup menghadapi banyak hal seperti dirinya.

"Lo dengerin gue ngomong nggak sih?" Tanya Bayu karena Arumi tidak bersuara apa-apa ketika ia menjelaskan. Arumi menoleh malas, dia memang samasekali tidak niat untuk belajar matematika pada Bayu siang bolong begini. Tapi mengingat matematikanya memang selalu buruk, ia terpaksa menemuinya.

"Dengerin." Sahut Arumi serius. Dia memang mendengarkan semua penjelasan Bayu, meski fokus otaknya berkeliaran kesana kemari.

"Coba ulangin." Suruh Bayu menggeserkan buku coret-coretan didepannya pada Arumi. Arumi menelan liur melihat coretan rapi yang hampir dua lembar itu. Padahal soal yang mereka kerjaan hanya sebanyak dua garis buku.

"Ini kan ada tiga bangun ruang yang digabungkan..." Mulai Arumi ragu lalu menatap Bayu sambil meringis. Ia sendiri sebenarnya tidak paham apa yang ia bicarakan barusan.

"Terus?"

"Ngerjainnya-" Lanjut Arumi gantung. Karena ia benar-benar lupa rumus apa yang dikerjakan Bayu lebih dahulu tadi. "Ngerjainnya-" Ulang Arumi lagi sambil menatap lekat rumus didepan matanya. Sama seperti hati, bagi Arumi otaknya yang pas pasan ini juga tidak bisa dipaksa kalau menyangkut soal matematika.

Bayu menarik nafas, sudah dua menit berlalu, dan Arumi hanya mengulang kata 'ngerjainnya' hampir lima kali.

"Makanya- kalau gue lagi ngomong itu didengerin, jangan bengong." Ucap Bayu lalu menarik buku coretannya beserta Arumi untuk merapat disebelahnya. Arumi sedikit terkejut menyadari itu, tubuhnya seperti diguyur satu boks batu es ketika jemari Bayu menempel dipundaknya.

"Dengerin!" Ucap Bayu dengan mata mendelik lembut ke arah Arumi.

"Emmm." Gumam Arumi pendek sambil mengangguk.

"Inget, ngitungnya itu dari ruangan yang paling banyak ngambil tempat." Mulai Bayu sambil menunjuk bangun ruang balok.

Bla-bla-bla-bla...

Bla-bla-bla-bla...

Lima menit berlalu dengan ocehan panjang. Arumi menoleh pada Bayu sambil meringis manis, mendadak rambutnya yang tadi pagi baru saja ia cuci terasa gatal lagi.

"Kalau tiga kali udah haram lo gue ngejelasinnya..." Ceplos Bayu frustasi sendiri dan paham arti cengiran Arumi.

Menggeser tubuhnya kembali menjauh dari sebelah Bayu, Arumi menatap serius laki-laki itu.

"Kan gue udah bilang. Lo nggak usah terlalu maksain diri bikin gue paham sama matematika. Sama Bu Tita yang udah sarjana aja gue nggak paham, apalagi lu yang ngajarin!" Ucap Arumi yang membuat Bayu menganga mencermati ucapan perempuan itu.

Menghirup es kopinya yang tinggal setengah hingga habis, Bayu menutup bukunya dan menatap Arumi yang langsung menampilkan aura cerah bersemangat.

"Ya udah kalau gitu?" Ucap Bayu yang membuat Arumi mengerutkan dahinya tak mengerti.

"Kalau gitu gue balik yaaah?" Kata Arumi, itu yang dipahaminya.

"Enak aja. Ganti soal. Sekarang gue serahin deh sama lo. Lo maunya belajar matematika soal apa, tentang apa? Karena biasanya orang-orang itu cepet paham sama apa yang dia pilih dan pingin dia pelajarin." Jelas Bayu sedikit panjang yang membuat cahaya mata Arumi meredup bahkan mati, ia mengangguk lemas menanggapinya.

"Lo hobi yaa bikin orang kesiksa..." Gumam Arumi lalu mengeluarkan buku catatannya dan membolak-baliknya sembarang.

Bayu yang melihat itu gemas sendiri tapi menahannya. Sebenarnya kalau diingat-ingat, waktu pertama kali dia berdebat panjang lebar dengan Arumi tentang estafet air minum, wajah perempuan didepannya ini terlihat santai. Tapi mungkin karena waktu itu Bayu juga pusing mengurus berbagai hal dihari pertama MOS, ia jadi kurang menyadarinya.

𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝗕 (✔) Where stories live. Discover now