SMA🍁 Jarak Semakin Dekat

234 43 5
                                    

Keep Voment & Follow

🍿HAPPY READING🍿
________________

Karena tidak mau membahas panjang lebar terlebih lagi harus mengingat kejadian malam itu, Arumi terpaksa harus berbohong pada seisi kelas termasuk gurunya sendiri. Ia bilang gara-gara telat bangun, Arumi memutuskan untuk sekalian tidak masuk sekolah. Beberapa orang mencibirnya, namun tidak sedikit yang membelanya, meski dengan kalimat yang tidak secara langsung ditujukan pada Arumi. Seperti, 'Wajar lah, emang lo nggak pernah bangun kesiangan? Kucing yang nggak sekolah aja bangunnya jam sembilan!', dan beberapa kalimat lain yang cukup membuatnya lega.

Seminggu berlalu seperti biasa. Seperti saran Rian, Arumi berusaha tetap santai dan tidak peduli dengan orang-orang disekitarnya. Jika orang-orang yang diharapkannya mengabaikan dirinya, setidaknya Arumi yang tidak mengabaikan dirinya sendiri.

Jadi-

Mari lalui hari-hari yang tersisa dengan hal-hal yang lebih berguna daripada memikirkan hal yang membuat pusing kepala.

Mengabaikan semua ucapan menyakitkan ibu tirinya, Arumi melangkah santai dan berusaha serileks mungkin ketimbang hari-hari kemarin.

Menatap jam dipergelangannya, Arumi melirik tangga dan berlari secepat yang ia bisa menjejaki anak tangga. Sekitar dua puluh menit lagi bel apel akan berdering, ia harus segera sampai ke kelas dan melakukan rutinitas seperti hari-hari biasanya. Mengingat kemarin dirinya tidak masuk, Arumi sedikit kepikiran bagaimana kondisi kelasnya sekarang.

Hampir sampai dianak tangga terakhir, langkah Arumi tertahan sebentar ketika melihat Bayu tepat berada diatas, dimuka tangga dengan tong sampah penuh ditangannya.

Kurang lebih lima detik, Arumi melangkah pelan tanpa mengatakan apapun. Bahkan ketika lewat disebelah Bayu, ia juga tak bersuara sedikitpun padahal mereka bersitatap sekilas.

Sebagian orang mungkin menganggap sifat Arumi ini sombong. Tapi perlu dicatat dalam otak masing-masing, bahwa kepribadian seseorang itu tidak sama dan berbeda. Melabeli seseorang hanya karena kepribadian bawaan mereka yang sulit diubah adalah hal yang salah. Seseorang berhak memperlihatkan seperti apa diri mereka tanpa perlu menutupinya dengan bersikap sok ramah atau sok seru hanya untuk dinilai baik oleh sekitar. Jika kita terbiasa memaksa diri untuk mengikuti apa yang diinginkan orang lain, maka secara tak sadar kita menciptakan beban untuk diri sendiri.

Dan Arumi, baginya beban dirumah sudah cukup membuat hidupnya berantakan tak karuan. Berpura-pura biasa saja tinggal seatap dengan keluarga baru ayahnya, entah itu keputusan yang salah atau benar. Tapi yang pasti, di satu sisi Arumi hanya ingin sisa-sisa harinya masih bisa melihat dan mendengarkan Ayahnya.

"Tas lo sama gue." Ucap Bayu sebelum langkah Arumi berbelok di lorong kelas. Meletakkan tong sampah ke bawah, Bayu berbalik dan melihat Arumi menolehkan leher padanya tanpa berbalik. Perempuan itu berganti tas lagi rupanya.

"Oh, dimana?" Tanya Arumi berencana ingin langsung mengambil tasnya.

"Di tas gue. Ntar habis buang sampah yaa?" Sahut Bayu tercekat. Bagaimana tidak, disaat kau berusaha bersikap ramah dan berharap disambut hangat, eh ternyata malah ditanggapi dengan cuek seperti itu.

Tak menyahut, Arumi hanya mengangguk lalu berlalu. Bayu sendiri hampir semenit mematung dengan pikiran kosong menatap kosong langit didepannya. Entah sejak kapan ia merasa menyesal karena sudah membangun hubungan tidak baik sejak hari pertama mengenal Arumi. Dan ia sendiri semakin sadar kalau semakin hari ia semakin penasaran pada Arumi. Dibalik sikap cuek dan songongnya itu, Arumi benar-benar perempuan yang bertanggung jawab. Menggantikan piket setiap hari tanpa mengomel adalah hal yang luar biasa.

𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝗕 (✔) Where stories live. Discover now