SMA🍁 Kenyataan Untuk Intan

203 40 1
                                    

Kalau bukan karena terpaksa, Bayu tidak akan mau mengunjungi kelas perempuan itu. Bayu cukup paham apa maksud Intan memintanya mengambil flashdisk OSIS, bukan dia yang mengantarkannya.

Karena tidak mau berdebat atau berbasa-basi, ia mengiyakannya saja.

Tetap berjalan tegak meski puluhan pasang mata menatapnya. Sudah tradisi atau turun temurun, anak IPA dan anak IPS di SMA 3 bersaing untuk menjadi Ketua OSIS. Sayangnya tahun ini, ketua sekaligus wakil yang terpilih dari jurusan IPA, jabatan cukup tinggi dipegang Intan yang ditunjuk sebagai sekretaris satu.

Untungnya, wajah tampan Bayu cukup menolong. Disaat para siswa merutuk muak melihat dirinya melintas di gedung ini, para siswi malah tak berkedip memuja dirinya.

Berdiri didepan pintu kelas, Bayu ogah masuk ke dalam ketika melihat beberapa orang tercengang melihatnya.

"Nggak jadi pinjem flashdisknya?" Sapa Intan yang memegang benda kecil itu tanpa berdiri dari kursinya.

Menghirup udara banyak, Bayu berjalan dengan jari menggenggam didalam saku celananya. Sampai didepan meja Intan ia berhenti dan mengeluarkan sebelah jemarinya tanpa berkata apa-apa. Melihat perempuan itu, Bayu benar-benar naik darah karena permasalahan akhir-akhir ini yang menyeret namanya.

"Thanks udah mau datang..." Ucap Intan lembut dan meletakan dengan pelan dan perlahan flashdisk itu ke jemari Bayu yang membuka didepannya.

Sebelum jemari Intan menyentuhnya, Bayu mengambil duluan flashdisk ditangan perempuan itu dan menatap Intan dalam.

"Gue kesini ngambil flashdisk! Bukan nemuin Lo!" Ucap Bayu pelan lalu berlalu.

Intan hanya tercengang dan tak bisa mengatakan apapun selain menatap punggung tegap Bayu yang menghilang dari pintu kelasnya.

Semenit berlalu, suara sorakan yang dipandu Dini memenuhi kelas mengejeknya.

"Kasian banget yaaa... Yang berharap pingin balikan tapi malah dicuekin..." Celetuk Dini diiringi derai tawa dari anak-anak yang kebetulan berada didalam kelas.

"Kalau gue sih malu banget... Udah pamer kesana-kesini, eh, nggak tahunya Bayu cuma mau ngambil flashdisk hahaha..." Tambah seorang perempuan yang juga menyudutkan Intan.

Berdiri sambil mengibaskan rambutnya, Intan berbalik dan menatap anak-anak kelasnya terutama Dini.

"Aduhh... Emang yaa... Yang namanya seleb sekolah kayak gue, apa aja bakal dijadiin bahan gosip. Apalagi buat anak-anak nggak ada kerjaan kayak kalian." Ucap Intan dengan wajah santai bahkan tersenyum pada Dini yang memberikan tatapan jijik.

"Seleb?" Sahut Dini sambil menunduk dan menutup bibirnya tertawa. "Ada yaa seleb sok kecantikan, sok kaya, sok pinter, sok famaous yang pulang perginya naik ojek? Pantesan saja bedaknya tebel kaya kulit badak." Tambah Dini yang membuat anak-anak dikelas itu perlahan terdiam termasuk Intan yang menatap dengan bibir tak sadar menganga.

"Bapak lo bangkrut Tan? Bukannya boss sawit di Kalimantan yaaa?" Celetuk seorang siswi yang mendengar pernyataan Dini barusan.

"Boss sawit? Dia bilang ke gue bapaknya manajer di perusahaan minyak di Balikpapan..." Sahut yang lainnya.

Sekitar semenit berbagai celetukan itu terdengar, Intan berdiri dengan wajah sudah memerah menahan marah. Jari-jarinya menggenggam mengepal semua ucapan miring yang membuat telinganya panas.

"Kenapa? Nggak terima? Atau nggak mau ngaku kalau itu elo?" Ucap Dini yang ikut berdiri.

Intan yang tidak bisa lagi menahan emosinya berjalan cepat ke arah Dini.

𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝗕 (✔) Where stories live. Discover now