Bab 37|Perfect Story If....

1K 59 1
                                    

Ga tau ah, masih mau nulis dia lagi!

Hari berganti, Teungku sudah mendingan dari sakitnya. Laki-laki itu kini sudah sembuh dan bisa beraktivitas, dirinya juga tidak lagi merajuk pada sang pacar. Keduanya kembali rujuk. Sore nanti keduanya berniat untuk kencan, terhitung sudah sekitar seminggu mereka hanya di kos an. Tidak pergi kemanapun.

"Sayang, kita pake baju yang kemarin kamu beli ya?" Pinta Angeli, gadis itu menunjuk pada sweater model crop top yang dibelikan Teungku, warna belang tosca dan hitam.

"Ga boleh," tekan laki-laki itu. Ia menggelengkan kepalanya keras, menolak ajakan pacarnya.

"Kenapa? Kamu malu ya?"

"Dih? Mana ada, sweater yang kamu itu model setengah badan, aku juga nyesel belinya, harusnya model gamis aja. Pakaian kamu semua kurang bahan!"

Angeli cengengesan, memang benar perkataan Teungku, sebagian besar dari pakaian gadis itu kurang bahan, kaos yang rata-rata leher berbentuk "V" dan celananya hanya menutupi seperempat bagian paha. Bengkulu panas sih, makanya ia tak banyak membeli pakaian panjang. Sudah beberapa kali Teungku menegur cara berpakaian pacarnya itu, tetap saja, pakaian Angeli hanya itu, mau gimana?

"Nanti aku pakai inner deh! Biar gak terlalu terbuka, atau pakai celana yang nutupin sampai ke perut. Ya, kita pake sekali dulu, kalau kamu juga ga nyaman, ya jangan di pakai lagi, aman kan?" Angeli masih tetap merayu kekasihnya itu, bagaimanapun ia ingin sekali memakai sweater tersebut.

Tentu saja Teungku bukan manusia yang tahan kalau wajah memelas yang ditunjukkan oleh gadis itu, dengan wajah ditekuk laki-laki itu akhirnya menyetujui permintaan sang gadis. Dengan sedikit mengelus rambut perempuan itu, Teungku berkata
"Ya udah deh, kalau kamu maunya gitu, aku bilang jangan juga percuma,"

Tawa Angeli meledak, sangat di luar perkiraan dirinya. Ia pikir kata-kata romantis yang akan keluar ternyata kalimat pasrah. Teungku pulang lebih dulu, ia juga ingin bersiap, karena jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Rencananya mereka akan pergi jam setengah empat.

Sekitar 30 menit kemudian Teungku sudah mengetuk pintu kos gadis itu. Walau jarak nya dekat sekali dan ia juga sudah selesai sejak 20 menit lalu, ia sangat tahu kebiasaan Angeli. Sangat memakan waktu lama untuk dia bersiap. Entah apa yang akan gadis itu lakukan pada tubuhnya yang selalu saja sama kalau dilihat secara makroskopis. Tapi kalau gadis itu bertanya apa yang beda dari dirinya, di situlah Teungku harus berpikir keras. Karena perubahan pacarnya itu pasti mikro sekali bahkan sampai pada tingkat nano.

"Yang, cepetan!" Teungku mengetuk pintu berwarna hijau itu berharap Angeli sudah siap tinggal tancap gas.

"Aish, bentar lagi, tinggal pakai lipstik," teriak gadis itu dari dalam. Teungku menghela nafasnya berat. Perkara memilih lipstik juga pasti bakalan lama, jadi ia memilih untuk kembali ke kos. Rehat sejenak gak ngaruh, pikirnya.

Dan benar saja, 30 menit sudah laki-laki itu tertidur, terbangun karena teriakan dari luar. Suara gadis itu memanggil dirinya dengan nada marah. Perang dunia ke-3 mungkin akan berlangsung.

"Kuteng, kamu ketiduran ya? Ya Allah, pacarnya siapa sih ini!" Gadis itu masih misuh-misuh, apalagi melihat tampang Teungku yang sudah lecek, tidak terbentuk lagi.

Teungku mengusap matanya yang masih mengantuk. Mendengar gadisnya mengomel rasanya ingin di comot saja itu bibir, yang lama siapa yang amarahnya meluap luap siapa. Teungku tidak ingin ribut, laki-laki itu langsung mencuci wajahnya dan memoles rambutnya sebentar, memakai parfum lalu dengan lembut ia raup bibir Angeli dengan tangannya.

"Diem, ini udah telat banget, ayo naik!" Ucap laki-laki itu dengan nada serendah mungkin, takut gadis itu malah ngambek. Angeli segera menaiki motor berwarna merah itu, dengan kecepatan sedang Teungku membelah kota Bengkulu sore itu.

Sekitar 15 menit kemudian, mereka telah sampai, Teungku memarkirkan motornya, menggenggam tangan gadisnya lalu berjalan beriringan ke arah satu kedai seblak di sekitar pantai Zakat.

"Seblaknya dua, bakso satu, es alpukat nya dua," Angeli memberikan kertas menu tersebut ke kasir dengan menyebutkan pesanan mereka.

"Air mineral nya dua, yang," ucap Teungku yang langsung dicatat oleh Angeli lagi sebelum kertas kecil itu sampai ke tangan sang kasir.

"Okey, totalnya Rp.64.000,00 kak," laki-laki yang bekerja sebagai kasir itu mengambil uang pas yang Angeli berikan. Kemudian dengan sopan menyuruh keduanya untuk memilih kursi yang ingin di duduki.

Angeli dan Teungku memilih kursi nomor 14, berada paling depan namun paling sudut. Pemandangan pantai tersuguhkan didepan keduanya. Angeli menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki yang kini mengelus rambut halus milik gadis itu.

"Kalau dulu aku gak lulus SBMPTN ke sini, aku mungkin gak akan rasain sejuknya pantai,"

"Kalau kamu ga lulus SBMPTN, mungkin aku orang yang paling di rugikan," sahut laki-laki itu, membuat Angeli seketika menoleh kepadanya. Dengan wajah seolah bertanya kenapa, Angeli menatap Teungku.

"Kalau semisal kamu gak ke sini, aku gak rasain hal hal yang aku rasakan sekarang, gak ketemu perempuan yang cerewetnya ngalahin ibu aku, gak ketemu perempuan yang ngambeknya nangis, dan gak ketemu sama perempuan yang buat hidup aku lebih berwarna,"

"Kamu belajar kata aneh gitu dari mana sih? Aku mual tau," sahut Angeli, gadis itu merinding mendengar penuturan kekasihnya.

"Dan gak ketemu sama kamu yang gengsinya lebih tinggi dari Gunung Everest," laki-laki itu mencubit hidung ekonomis milik Angeli. Angeli tersenyum, lagi, ia sandarkan kepalanya ke bahu laki-laki itu.

"Aku juga bakal rugi kalau gak suka kamu dulu. Aku gak mungkin rasain pundak rapuh ini, gak ngerasain di treat layaknya ratu sama kamu, dan gak ketemu sama cowok ngambekan kayak kamu. Aku beruntung, yang dulunya mikir aku gak mau balik ke sini lagi jadi mikir ribuan kali untuk ninggalin kamu dan kota ini,"

"Kamu harus hapus opsi untuk ninggalin aku dari ribuan kemungkinan yang ada. Kamu tugasnya pertahanin aku seutuhnya," laki-laki itu mencium keningnya.

Kos Deverio (End)Where stories live. Discover now