Bab 34|Another Ending

1.2K 54 4
                                    

Seandainya kau diberi kesempatan untuk memperbaiki segala sesuatunya

Holaw, aku author manis yang seksehh
Disini mari kita buat kedua tokoh ini bahagia wkwkwk

Khusus untuk penyuka happy ending

✨✨✨

🌊🌊🌊

"Muak gue dengerin cerita lo, sana minggir," Sefti menendang Angeli dengan sekali hentakan. Gadis itu muak dengan senyum sialan milik Angeli. Terlihat menjijikkan. Dua minggu sebelum ulang tahun Angeli, gadis itu sudah sold out, akhirnya penantian selama 10 bulan pdkt dengan Teungku. Gadis itu akhirnya dijadikan pacar oleh laki-laki itu. Dan entah sudah berapa kali gadis itu menceritakan momen penting dalam hidupnya itu pada Sefti. Sampai gadis itu muak, seperti saat ini.

"Ya ampun, Sef, dia itu manis banget. Bunga Matahari nya juga cantik, wangi lagi. Kek, astahanakqka, gue gak bisa berkata-kata." Lagi-lagi tanpa mempedulikan wajah Sefti yang ingin muntah, Angeli tetap bercerita.

"Stop, gue gak mau dengar lagi. Gue sampe hapal tau, udah deh, lo balik sana. Mampir mulu ke kos an gue, ke kos cowok lo sana," Sefti mendorong Angeli agar pergi dari kos nya. Ia tak punya kebebasan untuk menelepon pacar kesayangannya.

"Jahat banget, sama teman sendiri juga. Udah deh, semoga lo cepat putus,"

"Lo tuh, baru dua minggu aja belagu, belum ada kecambahnya juga." Angeli membalas dengan jari telunjuknya, sembari memeletkan lidah ke arah Sefti. Ia berjalan mundur, tidak tahu menahu ada seseorang dibelakangnya.

Bruk.

Gadis itu menabrak Teungku. Ia menengadah ke atas, menemukan wajah laki-laki yang kini menjadi pacarnya. Tampan kali, bah!

Teungku mengambil tangan gadis itu, selayaknya seorang tahanan, Teungku menggenggam tangan Angeli di belakang.

"Maafin cewek gue, Sef." Ujarnya sebelum mendorong pelan gadisnya agar masuk ke kos. Sefti membuang muka, sialan, wajah Teungku memang tak bisa di elak, ganteng poll. Angeli menang banyak, beruntung banget cewek kampret itu, batin Sefti.

"Jarinya jahat banget," kata Teungku yang telah melepaskan tautannya.

"Mulut Sefti lebih jahat-able, yang. Dia noh yang mulai duluan," panggilan mereka memang telah berubah. Tidak terlalu alay kan kalau pacaran manggil sayang? Angeli merebahkan dirinya di kasur, paha laki-laki itu menjadi bantal nya. Sakit, mau gimana otot semua.

Sembari mengelus surai Angeli, laki-laki itu sesekali mencubit gemas pipi gembul milik Angeli.
"Tapi, tetap aja, gak boleh gitu, temen sendiri juga,"

"Kamu mah, apa-apa aku mulu yang salah, pacar mu Sefti tah?" Gadis itu merenggut, memilih untuk mengangkat kepalanya dari paha Teungku. Merajuk. Tapi belum sempat, dahi gadis itu sudah ditahan dan membentur paha Teungku. Angeli meringis.
"Ya ampun baru dua minggu pacaran, kamu udah melakukan kekerasan. Sakit tau, kalau aku geger otak gimana? Kamu mah, aish," cerocos gadis itu. Alay memang.

Teungku menghela nafasnya, haduh, pacarnya ini memang sangat pandai bersilat lidah.
"Oh? Jadi aku gak worth it dijadiin pacar dong? Sakit loh hati aku,"

"Apaan sih, yang, ihh. Aku kan lagi ngambek, harusnya kamu bujuk dong, ini malah ngambek juga, aneh ih..," Teungku terkekeh mendengar penuturan gadisnya. Sejak dua minggu lalu, setelah mengumpulkan keberanian untuk nembak Angeli yang bermodalkan bunga matahari doang, dia diterima begitu saja. Gadis itu memang tak pernah menuntut banyak. Tapi ternyata ada sisi gadis itu yang tak pernah ia tunjukkan ketika mereka masih berstatus teman. Gadis itu sangat manja. Meski sebenarnya dulu manja juga, tapi kali ini ketika ia memiliki kenaikan tingkat, manja gadis itu juga meningkat. Meski begitu, Teungku merasa bahagia, ia merasa spesial meski terkadang lebih terkesan merepotkan.

Gadis itu juga tak segan dalam menuntut rasa sayang dari Teungku. Dia selalu mengatakan dengan lugas apa yang dirinya inginkan. Bukan cewek yang suka ngambek tapi gak tau karena apa yang membuat pasangannya pusing setengah mati. Angeli bukan tipe cewe seperti itu. Pokoknya enteng dan gak ribet.

"Jadi aku harus gimana?"

"Cium kek apa kek, malah nanya, gak niat banget sih," satu lagi, gadis itu lebih mesum. Tidak segan dalam hal memeluk dan melakukan physical touch. Gadis itu suka sekali menjelajahi wajahnya, dicubit pipi Teungku, lalu dielus, dan sesekali memukul pelan bibir laki-laki itu.

"Ini mah kesempatan dalam kesempitan," ucap laki-laki itu tapi tetap saja mendaratkan kecupan singkat di kening gadis itu. Angeli malu. Ia benamkan kepalanya di perut laki-laki itu.

"Hm, wangi asing. Kamu jalan sama siapa tadi?" Angeli menodong pertanyaan itu membuat Teungku hampir terlonjak kaget.

"Aku gak ada jalan sama siapa-siapa, wanginya juga masih sama, parfum kamu yang aku pake,"

"Apaan, parfum aku wanginya vanila, ini mah wangi ayam geprek, laki-laki mana lagi yang kau goda wahai paduka?" Sontak laki-laki itu terkekeh, kejahilan Angeli juga merebak. Pokoknya Angeli jauh lebih terbuka dibanding dulu. Teungku sayang banget sama gadisnya.

"Apa sih, aku kagetnya gak main-main loh," laki-laki itu menggelitiki pinggang gadis itu, Angeli beranjak menjauh. Tapi tidak sempat, kaki Teungku sudah menahan dirinya, terkunci, tak bisa kemana-mana lagi.

"Udah, hahaha, sumpah, aku, aku gak kuaaattt, maaaamama. Yang udah ihh, yang, udahhh. Sayanggg," entah sudah berapa kali Angeli berteriak memohon, tapi sepertinya Teungku tidak mau berhenti. Tanpa ampun, ia gelitiki tubuh gadis itu.

"Berhenti. Nanti kalau aku ngompol, kamu ilfeel, terus putusin aku gimanaa, aaaa, berhenti," kali ini Teungku puas tertawa. Wajah gadis itu merah padam, biarkan saja. Lalu ia rengkuh saja gadis yang masih tertawa itu, nafasnya ngos-ngosan, capek banget.

Dada gadis itu naik turun, Teungku masih tertawa, apalagi pukulan pukulan lemah yang gadis itu berikan di punggungnya.

"Mana mungkin aku putusin kamu cuma gara-gara ngompol, iler kamu netes di tangan aku aja, aku gak ilfeel," ucap laki-laki itu. Ia memang beberapa kali menemani gadisnya menonton drakor, bukannya nonton drama, drama yang nonton dia. Angeli memang merasa nyaman di sekitar Teungku, jadi mudah banget rasanya untuk tidur.

"Waduh, pelet aku manjur juga ya,"

Kos Deverio (End)Where stories live. Discover now