Bab 31|Tanpa kita manusia takkan lagi bernyawa

2K 63 0
                                    

Holaw
Update lagi huwu
Mari kita selesaikan cerita kita sampai akhir yang baik

Kita tinggalkan kota ini tanpa membawa luka, apa yang kita terima disini, biarlah kita tanam disini.

Sampai jumpa di waktu lain

"Happy graduation, Angell. Kamu cantik banget pake kebaya,"

Kalimat itu mengaburkan pandangan gadis itu. Bohong, rasanya, kalau ia mengatakan ia tidak merindukan laki-laki itu, bohong pula kalau ia mengatakan selama dua tahun ini ia sudah 100% melupakannya, bohong juga kalau ia mengatakan ia baik-baik saja tanpa kehadiran laki-laki itu di hidupnya. Dan bohong rasanya kalau ia mengatakan sudah berhenti mencintai laki-laki itu.

Dua tahun bukan waktu yang singkat, menghabiskan waktu dan menyibukkan diri agar bisa melupakan pria yang kini tersenyum lebar ke arahnya. Bukan perkara mudah untuk mem-blokir segala sesuatu tentang laki-laki itu. Angeli punya proses panjang dan menyakitkan, walau akhirnya tetap sama. Hatinya masih tetap bernamakan laki-laki itu. Hatinya masih setia hanya untuk laki-laki itu.

Meski dirinya terbiasa karena ketidakhadiran laki-laki itu dihidupnya, bukan berarti ia melupakan segala sesuatunya. Walau tidak lagi berkomunikasi, ia masih saja memikirkan laki-laki itu. Meski ia berkata tak lagi mencintai dia tapi namanya masih saja tersemat dalam doa gadis itu.

Angeli pembohong yang hebat. Patut diacungi jempol.

"Kamu juga," gadis itu tak sanggup mengeluarkan kata-kata. Masih sesak dan ada euforia aneh yang menjalar di dadanya.

"Maksud kamu aku juga cantik?!" Laki-laki itu pura-pura mencebik kesal. Mensejajarkan kedua kakinya dan menatap lurus ke depan.

"Bukan, maksud aku, kamu ganteng banget," cicit gadis itu di akhir kalimatnya. Malu, pipinya panas.

"Bukannya dari dulu kamu udah sadar itu ya? Pertama kali ketemu, kamu kan bengong kayak orang lihat idolanya. Aku idola kamu kan?" Laki-laki itu bicara panjang lebar, seolah mereka teman akrab yang tidak punya masalah.

Angeli tidak menjawab, ia hanya memamerkan senyumnya. Kali ini senyum tulus, bukan seperti 2 tahun belakangan. Dirinya penuh dengan beban. Ia kehilangan tumpuan.

"Aku tadi lihat kamu di monitor depan, sebelum maju ke depan jadi wisudawan, senyum kamu lebar banget. Makin cantik. Mata kamu juga, kangen aku akhirnya terbayarkan. 2 tahun kamu ngilang. 2 tahun aku gak dapet kabar kamu, Eki, Dio, Amel, bahkan teman-teman kamu yang lainnya gak kooperatif sama aku. Mereka nyembunyiin kamu dari aku. Aku, bahkan demam gara-gara kangen sama kamu," walau terkejut mendengar penuturan laki-laki itu, Angeli tetap diam. Mendengarkan segala yang laki-laki itu alami, seperti dulu.

"Kos kamu sekarang diisi sama orang lain, semuanya jadi beda. Setiap kali aku ngelihat pintu itu, aku jadi kangen kamu. Yang punya kos kamu, buang semua stiker yang ada di pintu, pengen aku marahi tapi aku gak berhak. Depan kos kamu juga gak ada lagi bunga matahari, padahal cakep waktu itu, walau sering aku cabutin kelopak bunganya." Laki-laki itu menghembuskan nafas berat, menatap Angeli sekilas lalu membuang wajahnya, lagi.

"Kamu, kayaknya, hidup baik banget tanpa aku,"

Hancur sudah. Gadis itu menutup matanya untuk mengalirkan air mata yang sedari tadi menumpuk. Rasanya ia ingin memukul laki-laki itu dengan kuat. Agar ia tahu sakitnya menahan rindu. Sakitnya berjalan tanpa dirinya. Sakitnya ketika ia tak lagi leluasa memeluk laki-laki itu.

"Kamu harusnya gak ketemu sama aku lagi, tadi. Kamu harusnya pura-pura gak kenal kalau ketemu aku," ujar gadis itu dengan suara serak, ia menundukkan kepalanya, berharap laki-laki itu tidak tahu kalau ia sedang menangis.

"Ah aku harusnya gitu ya? Hahaha padahal aku udah beraniin diri buat nyamperin kamu. Buang semua ego yang aku punya, nurunin harga diri aku. Tapi kamu ternyata gak suka ya?" Angeli tidak menjawab, Teungku kembali diam. Dirinya juga tidak sanggup dengan sikap gadis itu.

"Angel, aku segitu salah sama kamu, bahkan untuk menyapa saja aku tidak boleh?" Lalu setelah hening diantara mereka, Teungku kembali buka suara. Memejamkan matanya,  rasanya ingin merengkuh tubuh gadis yang kini punggungnya naik turun.

Apa seharusnya Teungku melakukan hal yang gadis itu minta? Tidak bertemu dengannya selamanya? Tidak lagi bertegur sapa, tidak lagi saling mengenal dan melupakan segala sesuatu yang pernah mereka lalui bersama, apakah harus seperti itu? Apa seharusnya laki-laki itu tak lagi menghampiri gadis itu apapun keadaannya? Lagi-lagi ia membuat gadis itu menangis! Ya, harusnya ia menghilang saja dari kehidupan gadis itu. Bukankah tampak baik-baik saja gadis itu tanpa dirinya?

"Angel, aku cuma mau ngasih buket yang kamu pengen. Maaf ada banyak janji yang gak bisa aku tepati, bukan salah kamu yang pergi dan menghilang. Aku saja yang tak berusaha mencari dan menjelaskan segala sesuatunya sama kamu. Angel, ternyata aku pengecut ya?"

"Bahkan ketika kamu diam saja, seperti saat ini, tidak menggubris aku. Aku masih ingin berlama-lama disamping kamu. Aku, aku kangen banget sama kamu," laki-laki itu beranjak dari duduknya, lalu memegang bahu gadis itu.

"Angel, maaf. Kalau nyatanya kehadiran ku, bukan hal yang kamu mau. Maaf, kalau aku lagi-lagi buat kamu nangis, padahal ini hari bahagia kamu. Setelahnya mari lakukan hal yang kamu mau, saling melupakan dan tidak bertegur sapa. Ayo, lakukan hal itu." Lalu Teungku berdiri, menyampirkan jas yang tadinya ada di kaki Angeli.

"Kamu harus bahagia, Angel!" Lalu Teungku pergi. Meninggalkan perempuan itu.

Disini terasa sepi, padahal dari tadi hangat banget dengerin kamu ngomong. Disini terasa sepi padahal ramai banget. Angeli dikelilingi orang-orang tapi ia merasa sendiri. Dengan membuka high heels yang ia pakai, gadis itu berlari. Berlari ke arah kehangatan itu. Memeluk Teungku dari belakang, meski banyak tatap mata yang mungkin akan mengguncing mereka. Angeli bodo amat. Yang ia mau hanya bersama dengan mentari nya.

Bodo amat sama buket matahari itu, ia lebih membutuhkan matahari sesungguhnya. Ia butuh Teungku dihidupnya.

"Ku, aku gak baik-baik aja tanpa kamu. Aku kehilangan arah, gelap. Kamu terang bagi aku, tapi aku milih gelap. Aku pikir ketika dari dulu aku udah disamping kamu, aku udah kayak bulan, bisa menyerap cahaya kamu. Dan dengan sombongnya aku berbalik ke arah gelap, tapi nyatanya aku bukan bulan. Aku gak bisa lihat apa-apa. Tapi, kalau aku balik, aku gak tau kamu masih nerima aku atau nggak."

"Dua tahun ini aku nyembunyiin diri dari kamu, bukan perkara mudah. Aku harus siap bunuh hati aku yang selalu kangen sama kamu. Bahkan Tata udah gak sama aku lagi, aku gak kuat ngelihat boneka itu, karena selalu ada kamu di dia. Tata pasti kangen berat sama kamu, sama aku juga,"

"Aku bodoh dan pembohong yang hebat, dua tahun aku hidup dengan berpura-pura melupakan kamu. Aku, tolol banget."

"Ku, aku sayang sama kamu, baik dua tahun lalu ataupun sekarang. Gak ada yang bisa gantikan posisi kamu, baik jadi papa Tata atau orang yang paling aku sayangi. Di kamu aku bebas, sama kamu aku ngerasa benar."

"Ku, ayo kita mulai hidup lagi,"



"Dengan saling melupakan satu sama lain,"







Kamu berharap apa?
Mweheheh

Sumpah, aku mewek pas nulis bagian ini. Rasanya agak aneh, hehehe






Tapi yang paling bener

Aku masih mencintaimu dengan hebat

Kos Deverio (End)Kde žijí příběhy. Začni objevovat