CHAPTER 32🎃

352 20 0
                                    

  Sudah tidak tahan lagi melihat darah Davin mengalir begitu deras, Aleeta dengan sekuat tenaga melepaskan pisau dari genggaman Davin. Setelah berhasil melepaskannya dia langsung melemparnya dengan jauh supaya tidak bisa digapai lagi oleh Davin.
Davin hanya menatap Aleeta dengan tajam, dia ingin beranjak agar bisa mengambil pisaunya kembali namun dicegah oleh Aleeta. Air mata Aleeta menetes begitu deras, dia sudah tidak kuat lagi melihat Davin seperti ini.

  Pantas saja selama ini sifat Davin sangat sulit untuk ditebak, perasaan didalam dirinya memang serapuh ini.
“DAVIN! LO NGGAK SENDIRI VIN!” teriak Aleeta sedikit terisak akan tangisannya. Davin hanya diam dan menangis, menangis antara sedih dan kesakitan karena dia sudah melukai tangannya sendiri.

“Bukan cuma lo yang berjuang, di dunia ini masih banyak yang hidupnya lebih rumit daripada lo. Semua orang zaman sekarang memang udah kayak zombie Vin, terutama gue. Gue juga sama kayak lo, ayah gue udah ada di surge sekarang. Jadi yang jadi tulang punggung sekarang gue sama mama, mama kerja diluar kota. Mau nggak mau disini gue harus ngerawat Natya dengan cara kerja keras supaya dia senang, capek memang capek Vin. Tapi inilah hidup,” ujar Aleeta panjang lebar sambil menutup luka di tangan Davin dengan kain agar darahnya tidak mengalir lagi.

“Gue nggak bisa ngapa-ngapain lagi, gue nggak punya siapa-siapa lagi disini. Gue udah nyerah buat ngelewatin semua ini, gue nggak kuat ada orang yang nyakitin perasaan gue dimana gue lagi berjuang untuk bertahan hidup!” tubuh Davin sudah mulai melemas, wajahnya begitu pucat.
“Vin lo cuma butuh teman buat cerita buat konsultasi, selama ini lo selalu pendam semua masalah lo. Padahal lo juga punya Vero dan keluarganya, mereka bisa jadi teman cerita lo Vin. Lo fokus sama hidup lo sendiri, jangan hiraukan orang yang nyakitin perasaan lo kayak teman masa kecil lo si Lingga itu. Hidup lo bisa tenang, caranya ya cuma cerita aja Vin gitu aja,” ujar Aleeta membelai puncak kepala Davin yang sekarang bersandar di bahunya.

“Lee, apa semuanya bisa baik-baik aja kalau gue nangis kayak gini?” tanya Davin.
“Lepasin semuanya Vin, ceritain semua beban lo. Sesungguhnya menangis adalah salah satu menyembuhkan perasaan,” ucap Aleeta.
“Bantu gue mengubah semuanya Lee,” ucap Davin memeluk Aleeta dengan erat. Namun tiba-tiba isakan tangisnya berhenti, Aleeta pun melepaskan pelukannya.

Ternyata Davin pingsan, mungkin karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Dia pun segera menggendong dan menaruhnya ke kasur di kamarnya agar diperiksa oleh dokter. Dan untungnya dokter tiba dengan begitu cepat, ada kemungkinan besar Davin bisa diselamatkan.

“Gue takut dia kenapa-kenapa Ver,” ucap Aleeta kepada Vero. Dia khawatir dengan keadaan Davin.
“Kalau ada hal yang menyangkut pautkan sama orang tua, emosi dia bisa nggak terkontrol Lee. Besok kalau dia udah sadar, ajak dia ke psikiater buat konsultasi. Selengkapnya itu tugas lo, lo harus ada di sisinya sampai dia ngelupain rasa traumanya. Oke?” Vero menepuk bahu Aleeta pelan. Berusaha menenangkannya.

“Ehmm.. oke..” jawab Aleeta. Tubuhnya begitu lemas, sebenarnya dia ingin libur dari pekerjaan dan sekolahnya untuk menjaga Davin. Tetapi dia tidak mau kehilangan pekerjaan begtiu saja.

********
S

udah dini hari, Aleeta kembali kerumah dengan keadaan bersimbah darah. Pasti ketika datang, Natya akan terkejut melihat dirinya yang begitu menyeramkan ini. Sebelum masuk dia menghela nafas dalam-dalam.

“Assalamualaikum,” Aleeta masuk kedalam rumah sambil mengucapkan salam.
Karena lelah menahan nyeri datang bulannya, Natya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Meskipun sudah dini hari, dia masih merebahkan badannya di sofa ruang tamu. Melihat keadaan Aleeta saat pulang, seketika dia beranjak dari tidurnya. Benar-benar terkejut.
“Waalaikumsalam kak,” jawab Natya.

“Kak, lo habis kecelakaan?lo kenapa kak?” tanya Natya matanya begitu berkaca-kaca, dia khawatir dengan keadaan Aleeta.
“Gue nggak kenapa-napa Nat,” jawab Aleeta.
“Nggak kenapa-napa gimana sih?! Penuh darah kayak gini,” protes Natya lalu menarik lengan Aleeta untuk duduk di karpet.

“Tadi gue ditelfon sama Vero, katanya Davin itu dapat kiriman box setelah dia lihat ternyata itu isinya kue ulang tahun. Davin paling benci kalau ulang tahunnya dirayain, jadi Vero nyuruh gue periksa keadaan Davin!” ujar Aleeta menjelaskan kesalahpahaman Natya.
“Terus dia ngapain?” Natya penasaran.
“Percobaan bunuh diri. Tadi dia ngelukain tangannya sendiri, dan sekarang dia pingsan karena kehabisan darah kayaknya. Gue disana buat nenangin perasaan dia,” jawab Aleeta.

“Gila, kayaknya dia benar-benar trauma. Siapa sih yang ngasih kue ulang tahun itu?” tanya Natya. Dia merasa geram mendengar cerita itu.
“Lingga dan gengnya. Itu kuenya gue taruh luar, coba besok lo bawa itu ke sekolah. Lingga jangan lo labrak! Kasih tahu ke wali kelasnya Davin aja, karena wali kelasnya udah benar-benar tahu cerita hidup Davin. Besok minta bantuan sama Vero, oke?” ujar Aleeta.

“Siap kak. Oh ya, terus besok Davin siapa yang jaga?”
“Orang tuanya Vero, tapi kalau lo udah pulang tolong jagain ya Nat? gue harus kerja soalnya habis pulang sekolah. Gue juga harus bantuin Davin, biar dia bisa dapat gaji meskipun libur. Kasihan dia,” jawab Aleeta.

“Oke kak,” Natya mengangguk mengerti.
“Makasih banyak,” Aleeta tersenyum simpul.
“Sama-sama. Yaudah buruan mandi! Habis mandi langsung tidur,” ujar Natya.
“Iya. Lo juga buruan tidur!” kata Aleeta.

Selamat pagi, semuanya!
Aku up buat nemenin hari-hari kalian, hehe😁.
Gimana menurut kalian chapter ini? Terharu enggak sama Davin dan Aleeta? Yuk kasih pendapatnya.
Butuh kritik dan saran yang membangun🙏.
Jangan lupa follow, read, vote, dan comment ya! Biar aku makin rajin up-nya🥰.
Dukung aku terus ya! Thankyou!❤️.

- Happy Reading 🎃-

ZOMBIE [ COMPLETED ] Where stories live. Discover now