CHAPTER 11🎃

612 38 1
                                    

   Semenjak nilainya menurun, Davin sekarang mengusahakan dirinya untuk berangkat ke sekolah lebih awal supaya dia bisa belajar sedikit untuk mengejar keterlambatannya.

Sementara Vero, biasanya selalu berangkat ketika bel masuk akan berbunyi karena Davin dia akhirnya ikut-ikutan menemani Davin.

Sudah tiga puluh menit terlewati mata Davin masih saja fokus dengan buku-buku pelajaran, sedangkan Vero dia merasa bosan. Davin tidak mengajaknya berbicara sama sekali, saking fokusnya.

Vero pun memutuskan untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu.
“Woi,” panggil Vero. Dia menguap karena daritadi menahan rasa kantuknya yang cukup berat.
“Hm?” respon Davin tidak menoleh kearah Vero sedikit pun.

“Lo nggak capek apa?hidup lo nggak pernah istirahat,” gerutu Vero kesal. Sebagai teman dia juga kasihan kalau melihat sahabatnya kelelahan karena berjuang untuk hidup, di usia masih belia.

“Ver, semakin maju dunia ini hidup makin keras. Apalagi sekarang zaman modern, ya memang kita ngerasain gini. Setiap hari rasanya sama aja, lo bakal ngelakuin hal yang sama secara terus menerus. Ya kan?” Davin menoleh kearah Vero lalu pandangannya fokus kembali dengan buku pelajaran yang dia pegang.
“Iya juga sih,” Vero tidak tahu harus berbicara apa lagi.
 
  Waktu masuk sekolah telah tiba, keadaan kelas yang awalnya sepi sekarang teman-teman Davin sudah duduk rapi di bangkunya masing-masing.

Jam pelajaran pertama adalah matematika, ya meskipun itu adalah pelajaran paling menyebalkan yang ada di muka bumi ini tetapi mereka semua tetap duduk di kelas menunggu guru mata pelajaran tersebut masuk ke kelas.

Biasanya guru mata pelajaran matematika selalu masuk tepat waktu, tetapi sekarang tidak seperti biasanya. Jam pelajaran sudah terlewat beberapa menit, tapi belum masuk juga.

“Selamat pagi semua!” tiba-tiba guru matematika masuk begitu saja. Langkah kakinya tidak terdengar sama sekali, sangat mengagetkan.
“Selamat pagi bu!” jawab seisi kelas dengan kompak.

“Maaf saya masuk terlambat, karena wali kelas kalian mengajak saya berbicara. Nah wali kelas kalian mengenalkan ke saya, kalau hari ini ada murid pindahan baru! Jadi saya harap kalian bisa bergaul dengan baik ya sama dia?” ujar guru matematika memberikan sebuah berita penting itu.
“Siap bu!” jawab mereka sangat semangat mendapatkan teman baru.

“Nak silahkan masuk!” teriak guru matematika. Beliau pasti menyuruh murid baru itu masuk, dari jendela Davin bisa melihat punggung anak itu sedang berada di belakang pintu untuk menunggu guru segera memanggilnya.

“Iya bu,” murid itu masuk sambil menundukkan kepalanya. Mungkin dia masih malu-malu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

    Ketika masuk dan dia disuruh untuk memperkenalkan diri, murid baru itu mendongakkan kepalanya.

Ini benar-benar sebuah plot twist, ternyata Davin mengenal murid baru itu. Dia bernama Lingga, teman masa kecil Davin yang masih Davin benci karena kelakuannya.

Davin jadi penasaran, apakah sifatnya masih sama seperti dulu? Selalu mengganggu dan mengucilkannya setiap saat? Entahlah. Kali ini yang hanya bisa Davin andalkan hanyalah Tuhan.

“Hai kenalin gue Lingga, gue harap bisa bergaul sama kalian. Mohon kerjasamanya!” murid baru bernama Lingga itu menundukkan kepalanya lalu menegakkan badannya.

“Terimakasih, ya sudah kamu bisa duduk di bangku kosong yang ada di belakang ya?” guru matematika mempersilahkan Lingga untuk duduk.

   Ketika melewati bangku Davin, mata Lingga menuju pada Davin. Dia menatap Davin dengan tatapan yang tajam, jadi Davin yakin pasti Lingga masih mengenalnya cukup jelas.

“Kayaknya kita kenal tuh anak deh,” bisik Vero.
“Dia teman kecil kita,” ujar Davin geram sambil memutar bola matanya.

Dia lalu lebih memilih memperhatikan pelajaran, daripada berfikir yang tidak-tidak tentang Lingga.
“WOW!” Vero tercengang mendengar itu.

********


Sebenarnya sepulang sekolah Davin memiliki sedikit waktu untuk beristirahat sejenak sebelum bekerja di caffe, tetapi Davin ingin menggunakan waktunya menenangkan diri di suatu taman.

Dia ingin mencari suasana yang tenang untuk belajar, jadi dia pun tergesa-gesa menuju parkiran sekolah.

“Hei,” suara berat terdengar di indra pendengaran Davin ketika akan menaiki sepeda motornya. Suara itu otomatis membuat Davin menoleh kearah sumber suara tersebut.

“Lingga?kenapa?” Davin terkejut tiba-tiba Lingga sudah berada di belakangnya.
“Cie, sekarang nggak punya duit ya?kerja keras bagai kuda?” Lingga meledek Davin seenaknya, tanpa memikirkan perasaan Davin.

Mungkin Lingga mendapat informasi tersebut dari teman-teman lainnya, Davin membenci suasana seperti ini.
Wajah Davin memerah dan juga berkeringat, ketika emosinya meluap tubuhnya susah sekali untuk di kontrol.

“JAGA YA MULUT LO!” ucap Davin geram sambil mengepalkan satu tangannya.
“Udah lah terima aja kenyataannya,” Lingga tertawa sinis.

Hampir saja Davin ingin mendaratkan tangannya di wajah Lingga, tetapi Vero datang dengan tepat waktu untuk mencegahnya supaya tidak terjadi permasalahan berat.

Hidup Davin saja isinya perjalanan yang cukup berat, jadi dia tidak mau Davin terkena masalah yang tidak penting.

“Udah nggak usah lo ladenin Dav! Ayo kita kerja buruan, gonceng gue!” teriak Vero dengan cepat duduk tepat di belakang Davin. Davin berusaha mengontrol emosinya setelah itu menyalakan mesin sepeda motornya sekaligus sesekali menatap Lingga dengan tajam seolah-olah memiliki dendam.

Haiii!!
Aku up lagi nih, gimana menurut kalian?
Kasih pendapatnya ya? Butuh kritik dan saran yang membangun 🙏.
Jangan lupa follow, read, vote dan comment. Supaya makin rajin up-nya!
Thankyou..

-Happy Reading🎃-

ZOMBIE [ COMPLETED ] Where stories live. Discover now