CHAPTER 41🎃

163 20 2
                                    

  Davin duduk termenung sendiri ketika sudah berada di rumahnya sendiri, setelah berkumpul dengan keluarga Aleeta dan juga keluarga Vero dia tiba-tiba memandangi foto bersama kedua orang tuanya waktu itu. Banyak sekali kenangan yang tersimpan didalamnya yang tidak mungkin bisa dilupakan begitu saja,
Entah kenapa tiba-tiba terlintas, dia memikirkan tante, om dan juga kakek neneknya.

Dia merasa semenjak kehilangan kedua orang tuanya, dia tidak memperhatikan keluarganya yang lain dan merasa kalau hanya tersisa dia seorang yang berada di dunia ini. Bahkan dia juga bersikap terlalu kasar dengan tante dan juga omnya, jadi dia berinisiatif sekarang juga pergi ke rumahnya neneknya. Itu adalah tempat yang paling sering dikunjungi oleh keluarganya.

“Assalamualaikum,” Davin mengucapkan salam sambil menekan bel rumah neneknya berkali-kali. Jujur saja, sebenarnya Davin takut ketika datang dianggap orang yang tidak tahu diri. Tetapi dia baru sadar sekarang kalau kelakuannya waktu itu salah, jadi dia berusaha untuk meluruskan dan memperbaiki semuanya.
“Waalaikumsalam,” terdengar suara neneknya menjawab salam setelah itu pintu pun terbuka.

“D-davin cucuku?” tanya nenek ketika menatap dirinya. Maklum saja, umur yang sudah menua pasti penglihatannya sudah sedikit berkurang.
“Iya nek. Aku Davin,” jawab Davin dengan kikuk.
“Ya Allah nak,” neneknya tanpa babibu langsung memeluk Davin dengan hangat. Dia benar-benar rindu karena semenjak kematian orang tua Davin, Davin tidak pernah sama sekali mampir ke rumah nenek.

“Maafin aku nek. Nggak pernah mampir ke rumah nenek,” Davin meminta maaf sambil menitikkan air mata ketika dipeluk oleh neneknya.
“Nggak papa nak. Nenek tahu perasaanmu,” ujar nenek sesekali membelai puncak kepala Davin, rasanya dia enggan jauh dari cucunya saat ini. “Sini masuk,” nenek melepaskan pelukannya lalu mengusap air mata dari wajah Davin. Dia menyuruh Davin segera masuk kedalam. Kakek pasti terkejut akan kedatangan Davin.
“Iya nek,” Davin menurutinya.

********

“Ada siapa nek?” tanya kakek ketika matanya masih fokus membaca tulisan-tulisan kecil yang ada dikoran.
“Cucu kita,” jawab nenek sambil tersenyum. Mendengar itu otomatis kakek menurunkan korannya lalu fokus melihat nenek, dan ternyata sedang menggandeng tangan Davin.
“Davin?!” kakek beranjak dari sofa. Mendekat berjalan kearah Davin dan memeluknya.

“Kakek, apa kabar?” bisik Davin.
“Baik nak,” jawab kakek sambil menepuk punggung Davin dengan pelan.
“Maaf Davin nggak pernah main kesini,” Davin meminta maaf kesekian kalinya.
“Nggak papa Vin,” jawab kakek. Ketika melepas pelukan dan menjabat tangan Davin, kakek melihat bekas luka aneh di kedua telapak Davin. Dia tentu saja langsung menanyakannya.

“Ini luka apa Vin?” tanya kakek sambil memeriksa telapak tangan Davin dengan jeli.
“Ah ini?luka biasa kek,” Davin langsung melepaskan genggaman tangan kakeknya, dia tidak mau kakek dan neneknya mengerti kalau dia sempat ingin bunuh diri.

“Enggak mungkin,” kakeknya lalu memegang tangan Davin lagi. “Kamu pernah ngelukain tanganmu sendiri?kamu pernah hampir mau bunuh diri?” kakeknya mengintrogasi Davin. Mendengar itu Davin benar-benar terpukul, dia menyesal tadi datang kesini tidak memakai penutup luka atau sarung tangan.
“I-iya kek,” jawab Davin jujur. Sangat merasa malu, dia menundukkan kepalanya. Merasa benar-benar bersalah.

“Davin?kamu serius?” nenek langsung memelototi Davin. Mereka berdua tidak menyangka, Davin hampir saja melakukan hal yang begitu menyeramkan itu.
“Iya nek,” jawab Davin.

Mereka berdua langsung menyuruh Davin segera duduk, supaya dia bisa menceritakan pengalamannya selama kepergian kedua orangtuanya. Dan juga agar Davin bisa mulai terbuka terhadap seseorang.

“Ayo sini cerita sama kakek dan nenek,” ujar neneknya.
“Waktu mama sama papa meninggal, tiba-tiba sifat, emosional, kepribadian aku juga berubah nek, kakek. Karena nggak ada yang menjamin uang aku, jadinya aku cari kerja paruh waktu apapun itu. Aku jadi gila kerja banget, hari-hariku cuma dipenuhi sekolah dan juga kerja. Benar-benar monoton, dari pagi sampai datang pagi lagi hanya itu aja yang aku lakuin rasanya hari nggak ada yang spesial, sama aja. Hingga suatu ketika aku udah benar-benar lelah, rasanya pengen pergi diri dunia nyusulin mama sama papa. Akhirnya aku udah ngelukain tangan aku ini,” Davin menceritakan semuanya lalu menunjukkan luka yang ada di telapak tangannya itu.

“Tetapi nyawa aku selamat karena ada orang yang begitu spesial nolongin aku,” sambungnya sambil menunjukkan senyum manisnya.
“Kenapa kamu nggak minta tolong nenek sama kakek?kalau ada masalah apa-apa?” tanya nenek.

“Aku nggak mau ngerepotin kalian,” ujar Davin. “Tapi sebelumnya Davin minta maaf, kalau selama ini kasar ke om sama tante. Pasti nenek sama kakek benci sama aku,” sambung Davin.
“Enggak nak. Nggak benci kok,” imbuh kakek.

Haiii! Aku update akhirnya..
Udah pada nungguin kan?
Yuk kasih pendapatnya, butuh kritik dan saran yang membangun 🙏.
Jangan lupa follow, read, vote, dan comment.
Biar aku makin rajin up-nya😁.
Thankyou!

- Happy Reading 🎃-

ZOMBIE [ COMPLETED ] Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu