CHAPTER 6 🎃

1.2K 75 0
                                    

Bosan terus menerus berada di rumah yang sepi, pulang dari kerja Davin menuju ke rumah Vero untuk menginap semalam saja.

Emosinya sudah tidak bisa terkendalikan lagi, dia membutuhkan teman untuk menceritakan segalanya. Siapa lagi yang bisa dia ajak bicara, kalau bukan Vero.

“Tumben mampir kesini,” ledek Vero ketika Davin tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.
“Pengen aja,” jawabnya singkat sambil mendaratkan tubuhnya di tempat tidur milik Vero.

“Lagi mikirin apa sih lo?” tanya Vero. Ekspresi Davin sangat mudah terbaca kalau dia sedang banyak pikiran atau sedang kesal akan suatu hal.
“Perempuan itu,” ucap Davin sambil menatap langit-langit kamar Vero.

“Hah?kenapa kenapa?lo udah tahu dia siapa?” Vero yang awalnya duduk di meja belajarnya karena penasaran dia langsung duduk disamping Davin.

“Aleeta. Tuh cewek gila sumpah!” gerutu Davin. Dia sebal sekali harus mengingat-ingat masalah Aleeta.
“Gila gimana?” Vero heran tiba-tiba Davin langsung menge-cap perempuan itu gila.

“Ya tadi tiba-tiba baru nyapa gue, ngajak kenalan. Sok kenal deh,” ujar Davin.

“Dia suka mungkin sama lo, deketin gih!” suruh Vero. Selama Vero mengenal Davin, belum pernah namanya Davin mengenalkan pacarnya. Mungkin Tuhan mempertemukan Davin dengan Aleeta, supaya Aleeta bisa menghapus kesedihan Davin atas kepergian orang tuanya.

“Hidup gue sendiri aja udah rumit Ver, malah lo suruh ngegebet cewek nggak jelas. Tambah pusing gue!” Davin memutar bola matanya kesal. “Udah ah, gue tidur aja!” Davin memeluk guling milik Vero lalu memejamkan matanya.

“Lo belum mandi bro!” protes Vero sambil memukul lengan Davin.
“Udah tadi pas mau berangkat kerja,” ujar Davin.

“Yaudah cuci muka! Biar setan bawaan lo nggak nempel,” goda Vero.
Dengan berat hati Davin beranjak dari tidurnya, dia pusing mendengar ocehan Vero. “BAWEL!” Davin memukul kepala Vero dengan bantal.

*********
  

Hari ini karena pagi hari sekolah sedang membuat acara untuk guru, jadi para siswa diharapkan masuk siang. Itu adalah kesempatan bagi Davin bisa bekerja lebih awal, jadi sebelum berangkat dia kembali pulang ke rumah mengambil seragam kerjanya.

Tiba-tiba ada hal yang tidak pernah Davin duga, sesampainya dirumah dia melihat terdapat om dan tantenya berdiri di depan rumahnya. Sepertinya mereka sedang menunggu kehadiran Davin.

“Om?tante?ngapain disini?” tanya Davin ketus. Dia kesal melihat kehadiran om dan tantenya, karena di hari kematian orang tuanya mereka tidak datang sama sekali untuk berbela sungkawa. Seharusnya sebagai saudara mereka harusnya cepat-cepat pulang dari luar kota, menyebalkan sekali bagi Davin harus melihat wajah mereka.

“Ya cari kamu dong Vin! Maaf ya tante sama om waktu orangtua kamu meninggal nggak ada disini,” ujar tantenya sambil memeluk Davin dengan erat.
“Langsung to the point aja deh te, om!” Davin melepaskan pelukan tantenya. “Mau apa cari aku?” sambungnya.

“Gini Vin, ibu kamu kan adiknya tante jadi keluarga mereka tuh udah rundingan. Mereka setuju kalau kamu tinggal sama om dan juga tante,” omnya menjelaskan apa tujuan mereka datang kesini.

“Lah?terus rumah ini?” tanya Davin.
“Bisa di jual atau dikontrakan Vin,” ujar tantenya.

    Mendengar itu Davin geram, bagaimana bisa tantenya berbicara semudah itu. Rumah ini adalah cara satu-satunya Davin bisa mengenang kenangan masa-masa indah bersama orang tuanya. Pasti tante dan omnya mengejar harta milik kedua orangtuanya.

“Segampang itu ya tan?tante nggak mikirin aku, iya?rumah ini rumah orang tua aku kak! Cuma ini cara aku bisa mengenang kenangan sama orang tua aku!” bantah Davin menatap om dan tantenya dengan tatapan yang tajam.

“Maksud tante, tante pengen ngerawat kamu Davin!” ujar tantenya meluruskan.
“Nggak perlu te! Aku bisa hidup sendiri, aku sekarang kerja paruh waktu kok. Jadi aku nggak butuh bantuan tante da nom atau keluarga lainnya,” ujar Davin menekankan.

“Kamu masih SMA nak, nanti nilai kamu turun gimana? Dulu mama kamu selalu cerita kalau kamu selalu dapat peringkat satu,” omnya berusaha merayunya lagi.
“Aku nggak perduli om, lagian aku bisa bagi waktu kok. Udah ya?mending kalian pergi dari sini, aku mau berangkat kerja!” Davin mengusir tante dan omnya dari rumah.
  
Om dan tantenya hanya menatap Davin lirih, setelah itu segera menghilang dari pandangannya. Mereka menyadari sifat Davin yang berubah ini, diakibatkan karena rasa terpukulnya ketika kehilangan orang tua tepat pada hari ulang tahunnya. 

Di caffe pikiran Davin tidak karuan, dia tidak bisa fokus akan pekerjaan yang dia lakukan. Bosnya yang selalu memperhatikan pegawainya menyadari tingkah laku Davin yang beda dari biasanya, bosnya lalu menghampiri Davin.

“Davin?” panggilnya.
“Ah? Iya bos ada apa?” Davin tersadar dari lamunannya.

“Kamu lagi sakit?tumben kamu lemas sekali, biasanya semangat!” ujar bosnya.
“Enggak kok bos,” jawab Davin.

“Yakin?yaudah kalau gitu. Yang fokus kerjanya,” bosnya menepuk lengan Davin lalu meninggalkannya untuk mengurus hal lain.

Selamat sahur gengs, bagi yang puasa! Hehe..
Gimana chapter ini? Kalian ikut sebal nggak, sama tante dan omnya Davin?
Kasih pendapatnya ya, butuh kritik dan saran yang membangun🙏 .
Jangan lupa follow, read, vote dan comment. Supaya aku makin rajin up-nya😆.
Thankyou!

- Happy Reading 🎃-

ZOMBIE [ COMPLETED ] Where stories live. Discover now