CHAPTER 7 🎃

969 61 0
                                    

Sudah seminggu lamanya, Davin menjalani ujian akhir semester. Dia berusaha belajar dengan keras agar mempertahankan peringkatnya yang selalu berada di atas, meskipun sekarang dia sudah bekerja. Dia berharap semoga hasil ujiannya memuaskan kali ini.

“Pasti lo peringkat 1 lagi,” bisik Vero. Hari ini mereka menunggu hasil ujian diumumkan oleh wali kelas, rasanya lebih mendebarkan daripada menunggu jawaban perasaan dari seseorang yang kita cintai.
“Semoga aja,” ujar Davin.

    Setelah menunggu beberapa lama akhirnya nama Davin dipanggil, dia pun segera maju dan duduk di hadapan wali kelasnya.

Tradisi yang dimiliki wali kelasnya adalah ketika menerima hasil, beliau selalu memberi nasihat kepada muridnya supaya tetap semangat.

“Davindra Alfarobi,” panggil wali kelasnya yang bernama Pak Imam.
“Iya pak,” sahut Davin. Hatinya benar-benar siap untuk melihat hasil ujiannya.

“Kamu tumben peringkatnya turun. Sekarang peringkat kamu jadi 3, kamu ada masalah nak?” tanya Pak Imam.
“Enggak pak, saya lagi nggak fokus aja. Soalnya saya bingung bagi waktu belajar sama kerja pak,” jawab Davin terus terang menjelaskan apa yang dia alami.

“Oh iya nak bapak lupa kalau orang tua kamu udah nggak ada, kamu jadi banting tulang sendiri. Yaudah nggak apa, yang penting kamu masih mau belajar! Kamu harus semangat dan tetap bertahan ya jalanin hidup ini?” ujar Pak Imam memberikan semangat untuk Davin.

“Iya pak terimakasih,” kata Davin.
“Yasudah kamu boleh kembali duduk,” Pak Imam mempersilahkan Davin kembali duduk di bangkunya.
“Iya pak.”

********

    Rutinitas Aleeta setiap pulang sekolah, dia harus menjemput adiknya yaitu Natya. Sebenarnya Natya sudah memaksa berangkat dan pulang sekolah sendiri, tetapi sebagai kakak dia khawatir adiknya kenapa-kenapa.

Dia tidak mau lagi kehilangan orang yang dia cintai, jadi Aleeta selalu berada disamping Natya setiap saat.

“Nat,” teriak Aleeta sambil menekan bel sepeda motornya supaya Natya yang sedang menunggu di depan pagar, sadar akan kehadirannya. Natya menoleh kearah Aleeta lalu bergegas menghampiri kakaknya itu.

“Tumben cepat bu,” ledek Natya sambil menaiki sepeda motor Aleeta dibelakang.
“Soalnya gue mau kerja,” jawab Aleeta.

“Ikut dong,” ujar Natya tiba-tiba.
“Enggak boleh! Di rumah aja udah,” Aleeta tidak mau ketika bekerja di tonton oleh adiknya. Pasti Natya akan memaksa agar dia berhenti bekerja. Aleeta tidak mau itu terjadi.

“Tapi kakk..”
“Gue kan kerjanya nggak di tempat Nat, tahu sendiri kan bagian kakak delivery? Udah ya nurut,” ujar Aleeta.
“Yaudah iya,” Natya pun pasrah.

   Dalam perjalanan pulang mereka tidak sengaja berpas-pasan dengan Davin, melihat itu tentu saja Natya benar-benar panik sehingga dia dengan cepat menutupi wajahnya dengan syal yang selalu dia bawa.

“Kenapa nutupin muka lo?” tanya Aleeta heran. Dia tidak menyadari kalau berusan dia berpas-pasan dengan Davin.

“Lo nggak lihat tadi ada Davin lewat ngelihatin lo?” ujar Natya panik.
“Oh tadi ada Davin? Terus lo kenapa nutupin muka?”

“Ya gue nanti dikira lo lagi! Gue nggak mau jadi penguntit!” Natya melepaskan syal yang menutupi wajahnya karena sudah tidak ada Davin.

“Hey! Gue nggak nguntit dia ya!” ucap Aleeta tidak terima.

********

   Sebagai teman yang selalu memperhatikan Davin, Vero tentu saja terkejut ketika tahu peringkat Davin menurun. Davin adalah seseorang yang jenius, tidak mungkin dia membiarkan nilainya turun seperti itu.

Vero pun memutuskan untuk menanyakan bagaimana kabar Davin, sebenarnya apa yang dia alami hari-hari ini. Sekarang kepribadiannya sangat tertutup, jadi dia hanya bercerita kalau ada seseorang yang bertanya.

“Lo nggak fokus ya bro kerja sambil belajar?” tanya Vero sangat hati-hati.
“Hmm.. iya mungkin gue masih bingung bagi waktu. Ya udah lah,” jawab Davin pasrah.

“Oh ya tadi kenapa lo waktu pagi, telat berangkat di caffe?” biasanya Davin selalu datang tepat waktu. Vero yakin tadi pagi Davin mendapatkan sebuah masalah, entah masalah apapun itu.

“Tadi tante sama om gue datang,” ujar Davin.
“Serius?mereka kemana aja baru datang sekarang. Padahal waktu orang tua lo nggak ada dan butuh mereka, mereka nggak perhatiin lo!” kata Vero.

Vero bisa merasakan geramnya seorang Davin, tidak diperdulikan oleh keluarganya yang lain.

“Maka dari itu gue muak lihat mereka, dan lo tahu mereka ngapain datengin gue?”
“Ngapain?”

“Mereka bilang mau ngerawat gue dan mau ngontrakin atau ngejual rumah peninggalan orang tua gue. Gila kan?” Davin berdecak kesal ketika menceritakan soal om dan tantenya.

“Cih enak banget kalau ngomong. Nggak ada akhlak!” komentar Vero, dia benar-benar terbawa emosi.

Yey, aku update lagi!
Gimana menurut kalian? Kasih pendapatnya ya! Butuh kritik dan saran yang membangun🙏.
Jangan lupa follow, read, vote dan comment. Supaya aku makin rajin up-nya!😆.
Thankyou!

- Happy Reading 🎃-

ZOMBIE [ COMPLETED ] Where stories live. Discover now