Chapter 37 - Hypn Si Gila

Mulai dari awal
                                    

Air mataku sukses merembes keluar setelah Ibu memelukku. Aku balas memeluk ibuku.

"Maafkan aku.... Aku tidak menyadarinya selama ini. Aku mengira ibu hanyalah wanita aneh dalam mimpiku. Maafkan aku."

Ibu membelai kepalaku dengan lembut. "Tidak apa-apa, Eve. Maafkan ibu juga karena selama ini tidak menjawab pertanyaanmu."

Aku menangis semakin keras. Bahkan mengusapkan air mataku ke pakaian putih ibu. Ibu tertawa sambil membantu mengusap air mataku.

"Aku ... aku takut sekali. Aku lelah.... Aku ingin Ayah ... aku ingin Ayah dan Ibu menemaniku.... Teman-teman ... membenciku."

Ibu tidak menyahut. Aku menangis entah berapa lama. Selama itu Ibu terus membelai kepalaku. Tubuh dan belaiannya yang begitu hangat membuatku tenang perlahan-lahan. Rasa sakit dan lelah di tubuhku pun perlahan menghilang.

"Aku ... aku minta maaf telah menyerap ... energi kehidupan Ibu. Maafkan aku."

"Tidak apa-apa. Ibu tidak pernah menganggap kamu bersalah. Ibu sudah tahu risikonya jika harus mengandungmu yang akan mewarisi genetik Ayahmu. Ibu tentu sudah tahu siapa Ayahmu sebenarnya bahkan sebelum kami menikah.

"Kamu tahu? Awalnya Ayahmu menolak untuk memiliki anak. Ayahmu tahu kalau Ibu akan meninggal jika mengandung dan melahirkan seorang anak. Ayahmu hanya ingin Ibu seorang yang menemani hidupnya. Tapi, Ibu meyakinkannya. Ibu ingin memiliki seorang anak yang lucu, walaupun Ibu tahu kalau Ibu takkan pernah melihat wajahnya di dunia nyata."

Ibu lalu mengangkat wajahku dengan tangannya yang lembut. Beliau menghapuskan air mata yang mengalir di pipiku, kemudian mencium keningku selama beberapa detik.

"Namun ternyata, Tuhan memberi keajaiban melalui kekuatan yang diwariskan oleh Ayahmu. Energi kehidupan Ibu yang kamu serap sejak kamu masih berada di dalam kandungan ikut berdetak di jantungmu, mengalir di dalam darahmu, bernapas di dalam paru-parumu, dan hidup di dalam pikiranmu. Ibu tetap bisa berkunjung ke dalam mimpimu ketika kamu tertidur kelelahan atau sakit.

"Waktu pertama kali kamu bermimpi seperti ini, saat itu kamu masih berumur dua tahun, lho. Saat kamu terkena demam untuk pertama kalinya. Ah, lucu sekali wajahmu ketika tidur di dalam mimpi. Ibu jadi ingin menyusuimu.

Aku tertawa kecil di sela-sela tangisku. "Pasti rambutku berantakan. Kata Ayah, aku tidur seperti ulat yang menggeliat-geliat"

Ibu ikut tertawa. "Ya, rambutmu yang cantik itu berantakan sekali, lho. Jadi Ibu merapikannya untukmu. Tapi, Ibu lebih suka alis kirimu." Ibu lalu menyentuh alis kiriku yang berwarna putih.

"Terima kasih, Ibu." Aku tersenyum lalu mencium pipinya.

Ibu kembali mencium keningku sekali lalu membelai kepalaku lagi. Aku membenamkan kepala ke dada ibuku yang hangat. Aku jadi ingin seperti ini saja selamanya.

"Ayo. Minta maaflah sama mereka."

Aku pun menoleh. "Mereka" yang dimaksud Ibu adalah Devin dan dua kakak beradik itu. Devin berdiri dan tersenyum padaku dengan senyuman khasnya. Sedangkan dua kakak beradik masih memalingkan wajah.

Aku beranjak bangun. Tenagaku kembali. Aku sudah bisa berdiri.

"Devin, sungguh maafkan aku telah menyerap energi kehidupanmu."

"Menurutku, ketua tidak salah, kok. Haha, sebenarnya, 'kan, itu salahku sendiri." Devin menggaruk-garukkan kepalanya. "Aku yang menangkapmu. Aku terlalu khawatir padamu."

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang