Chapter 29 - Terpisah

Mulai dari awal
                                    

"Setiap ada badai salju, badai itu memindahkan setiap makhluk hidup yang terkena badai secara acak ke seluruh kawasan padang salju," terang Fai. "Kalian dan yang lain pasti sedang melakukan perjalanan saat badai terjadi, 'kan?"

Aku dan Helen mengangguk mengiyakan.

"Karena itulah kalian terpisah-pisah. Tidak dengan kami warga Desa Iglo, kami langsung masuk ke dalam rumah agar tidak terkena badainya. Kalian berdua sepertinya sedikit beruntung bisa terlempar ke lokasi yang sama karena berpegangan saat badai terjadi?"

Lagi-lagi aku dan Helen mengiyakan.

"Oh benar juga, rasanya aku pernah menemukan materi tentang badai salju di Buku Pengetahuan." Helen mengingat-ingat. "Tapi sepertinya hanya menjelaskan tanda-tandanya. Aku ... terlambat menyadarinya."

Helen menunduk, nampak merasa bersalah.

Fai menunduk minta maaf. "Aku minta maaf karena tidak memberitahukannya pada kalian. Padahal sejak beberapa hari yang lalu alam sudah memberitahuku."

Aku dan Helen sedikit salah tingkah karena membuat orang setua Fai menunduk minta maaf pada kami. Kami langsung memintanya mengangkat kepala.

Kemudian pintu iglo diketuk. Wo segera menghentikan kegiatannya dan membukakan pintu, menggantikan Fai yang baru saja ingin berdiri.

"Eh? Helen dan Ulysses?"

Marcia, Quilla, dan Devin masuk. Untunglah iglonya besar, jadi bisa menampung lima orang lebih.

"Apa kalian juga tertinggal rombongan?" tanya Marcia.

"Bukan tertinggal lagi, tapi kita semua memang terpisah satu sama lain," jawab Helen.

Ekspresi mereka bertiga sama bingungnya. Fai pun menyuruh mereka duduk melingkar mengelilingi api untuk menghangatkan diri. Fai lalu bercerita lagi tentang badai salju pada mereka.

"Oh, jadi begitu." Devin manggut-manggut paham. "Tadi Quilla memegangiku, pantas saja kami berdua terlempar ke tempat yang sama."

"Dan saat perjalanan ke sini, kita bertemu dengan Marcia yang sendirian," sambung Quilla.

"Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanyaku pada Marcia. Jarinya masih terlihat biru.

Marcia mengangguk. "Tadi hampir pingsan, sih, karena aku terlempar ke lokasi terdingin. Aku memilih keluar dari sana dan mencari yang lain dulu."

"Eh? Lokasi terdingin? Apa kamu mendapatkan perangkat teka-tekinya?" tanya Helen.

Marcia mengerling. "Niatnya aku ingin mencarinya, tapi tubuhku sudah di ambang batas," jawabnya, sambil terkekeh pelan.

Dalam beberapa detik, suasana di dalam iglo jadi sepi. Kami menikmati hangatnya api unggun dalam diam. Tidak ada yang memulai topik pembicaraan. Sesekali aku melirik, melihat wajah teman-teman.

Tatapan mataku berhenti pada Marcia. Raut wajahnya nampak seperti memikirkan sesuatu dan terlihat takut.

Tiba-tiba pintu iglo digedor-gedor dari luar. Devin yang lebih dekat dengan pintu bergegas membukakannya. Sha masuk ke dalam terburu-buru.

"Wo, buatkan dua tandu," kata Sha cepat. Pakaiannya terlihat keras seperti membeku. Apakah sebelumnya bajunya basah kuyup lalu airnya membeku di pakaiannya?

"Aku hanya punya tiga bilah bambu, tidak cukup untuk membuat dua tandu. Kalau kau mau, ambilkan ke hutan," pinta Wo.

"Tidak sempat. Kalau begitu buat saja satu tandu besar yang muat untuk dua orang. Cukup, 'kan?"

Wo menatap mainan kayu rakitannya yang belum jadi. Nampak dia sedikit kesal karena tidak bisa melanjutkan rakitannya gara-gara permintaan Sha.

"Cukup, sih. Tapi untuk apa?"

"Dua Anak Bumi terluka parah. Mereka harus segera dibawa kembali ke Oasis yang lebih hangat. Menggendong mereka di padang salju ini terlalu membuang waktu dan tenaga."

"Siapa?" tanya Quilla.

"Eve dan Hugo."

Mendengar itu membuat kami semua terkejut.

"Dimana mereka sekarang?" sambar Devin.

"Di luar, bersama Rok."

Devin langsung keluar, disusul oleh kami berempat. Di luar, Rok sedang melingkari Eve dan Hugo yang tidak sadarkan diri, menghangatkan tubuh mereka berdua dengan bulunya yang lebat.

"Bawa mereka ke dalam," ucap Fai dari dalam.

Devin membawa Hugo, sedangkan Marcia dan Quilla membawa Eve. Tubuh Hugo pucat juga sedikit membiru. Sedangkan Eve, kepalanya berdarah. Alis dan helaian rambut putih di samping pelipis kirinya terlihat merah, penuh darah.

Marcia, dengan jiwa dokternya memeriksa Eve dan Hugo.

"Hugo mengalami hipotermia. Kalau Eve, aku tidak tahu bagaimana kondisinya kalau dia belum sadar. Pengetahuanku belum sampai. Yang pasti, kondisi mereka berdua sangat parah."

"Wo, panggil adikmu yang sedang bermain di sebelah," perintah Fai.

Wo langsung ke luar, pergi ke iglo tetangga. Tak lama kemudian, dia kembali bersama Hea, adik perempuannya.

Hea dipinta untuk menghangatkan tubuh Eve dan Hugo. Dia punya kekuatan mengendalikan suhu apapun yang ia pegang. Setelah memanggil Hea, Wo segera membawa tiga bilah bambu, tali, dan sehelai kain besar ke luar, membuat tandu.

"Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Quilla, mengacu pada Eve dan Hugo.

"Anak rambut perak itu tenggelam di danau lokasi terdingin setelah berusaha membunuh beruang salju," jawab Sha. "Tapi, aku sudah membuat dia memuntahkan air. Seharusnya dia baik-baik saja."

"Lalu apa yang terjadi pada ketua? Kepalanya berdarah," tanya Devin penuh selidik.

Sha terdiam cukup lama sehingga membuat kami menunggu jawabannya.

"Seseorang memukulnya."

"Siapa?"

Sha lalu menatap kami berlima bergantian. "Entahlah. Aku tidak melihat wajahnya dengan jelas."

Kami hanya bisa memandangi Hea yang menghangatkan tubuh Eve dan Hugo. Sesekali aku melirik ke Marcia. Sejak tadi ekspresinya terlihat aneh dan nampak ketakutan.

"Daripada membuat tandu, tidak bisakah ketua dan Hugo langsung dibawa oleh Rok di punggungnya? Anjing itu cukup besar untuk membawa mereka berdua," usul Devin. "Tadi kau juga membawa mereka di punggung Rok, 'kan?"

Sha menggeleng. "Terlalu sulit. Selain itu, gara-gara badai salju tadi, tenaga Rok melemah."

Beberapa menit kemudian, Wo selesai membuat tandu besar yang sudah diikat dengan kain. Kami pun memindahkan Eve dan Hugo ke atas tandu dan segera membawa mereka menuju oasis. Mencari teman-teman yang lain diserahkan pada warga Desa Iglo yang bersedia membantu kami.

Tiba-tiba Fai menepuk pundakku. Aku pun menoleh. Fai lalu mendekatkan wajahnya padaku dan berbisik. "Berhati-hatilah."

Aku mengangguk. "Baik."

Aku berbalik menyusul teman-teman yang sudah berjalan duluan membawa Eve dan Hugo. Namun Fai lagi-lagi menepuk pundakku.

"Salah seorang dari kalian telah memukul kepala gadis itu."

*

4 Days to Escape

.
.

**Eavesdrop**

"Lukamu tidak bisa diobati lagi."

"Tidakkah kamu sadar?"

"Dia adalah pembunuh."

~ Pembunuh ~

TBC

.

Bingung mau buat IsoPedia apa.

Jangan lupa tinggalkan jejak! >_<

6 September 2021
Izask

IsolatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang