Part 38

2.6K 108 3
                                    

"Om Radith mau kemana?" Tanya Eva dengan suara serak.

Radith yang hari ini memaksa untuk keluar dari rumah sakit dengan surat persetujuan, segera pergi menemui Eva yang baru saja dikabarkan oleh Verlly kalau anak cantik itu sudah siuman dari bius totalnya.

Setelah sudah cukup bermain dengan Eva, lalu kemudian berdiskusi dengan Verlly dan Askara mengenai Eva, Radith pamit. Pamit yang terkesan seperti tak akan kembali lagi untuk jangka waktu yang panjang.

"Om Radith mau pulang, sayang. Om Radith masih banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan." Radith mengusap puncak kepala Eva lembut berkali-kali.

"Om Radith kapan kesini lagi? Eva belum sembuh, nanti kalau aku udah sembuh, Om dateng lagi ya kesini, biar kita bisa main bareng lagi."

Radith tidak menjawab bagian Om dateng lagi ya kesini, dia hanya tersenyum dan mengatakan "Eva harus cepet sembuh ya, biar Mamah ngga khawatir lagi." Dan Verlly menangkap arti dari jawaban Radith dengan benar. Sangat benar. Hingga dia yakin bahwa kepulangannya ini adalah yang terakhir kalinya.

"Pesawat jam berapa?" Tanya Verlly sambil memasukkan tangannya kedalam saku blazernya. Dia gugup.

"Jam 2 siang." Balasnya dengan nada tak ingin ditanya lebih dalam.

Verlly mengangguk, diam-diam memperhatikan raut wajah Radith yang jauh dari kata bahagia. Apa Ladyra tidak berhasil membujuk Radith? Apa waktu 3 hari tidak cukup untuk Ladyra mendapatkan setidaknya waktu untuk sekedar menjelaskan yang sesungguhnya?

Verlly berdiri dikubu Radith tentu saja, Radith adalah separuh dari jiwanya, akan dia bela mati-matian apapun keputusannya.

Dan jika perpisahan yang Radith pilih adalah jawaban dari akhir segalanya, Verlly akan mendukungnya. Lebih baik pergi jika disini hanya selalu tersakiti.

"Eva akan baik-baik aja, kan?" Radith memastikan sekali lagi, kali ini wajahnya terlihat jauh lebih serius.

Verrly mengangguk berkali-kali, "You can go, no need to worry."

"Okay." Radith berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Here we go, penerbangannya tiga jam lagi, tapi dia sudah harus ke bandara, menunggu di Jakarta jauh lebih menyesakkan dada, jadi lebih baik dia segera pergi dan tidak akan kembali untuk jangka waktu yang sangat lama.

Setelah mengucapkan salam perpisahan yang Verlly yakin bukan sekedar basa-basi, raut wajah kesedihan muncul, membuat Askara yang tak pernah jauh dari wanita itu bertanya-tanya.

Dan jawaban Verrly sudah cukup membuat Askara mengerti tentang apa yang Radith alami.

"He said he's fine, but I know for sure that he's lying."

******

Tya menginjak rem mobilnya kuat-kuat tepat didepan pintu keberangkatan Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta tepat pada pukul 12 siang. Sebelum memutuskan lari sekencang-kencangnya, Flo menoleh kembali dan melambai pada Tya.

"Tya, tunggu di parkiran, kalo udah selesai gue telfon ya!" Teriak Flo kencang hingga beberapa orang disekitarnya menoleh.

"Ayo cepet!" Ladyra menarik tangan Flo agar segera memyeimbangi langkah kakinya yang terlalu cepat.

"Duh ampun kenapa jadi kaya Cinta ngejar Ranga gini sih! Lo lagian nyusahin, udah tau Radith mau pulang masih sempet-sempetnya nangis semaleman di apartement Tya. Coba kalo lo cari jalan keluar, cari solusi, kan kita ngga perlu kejar-kejaran kayak film India gini!" Semakin lama suara Flo semakin lemah, napasnya mulai putus-putus, tapi dia tetap berlari menemani Dyra yang sudah panik setengah mati.

Setelah mendengar percakapan Radith dan Fadly dirumah sakit kemarin, Ladyra mencurahkan seluruh isi hatinya pada Tya dan Flo dengan berlinang air mata, dia sudah tak tahan lagi memendam semuanya sendirian.

Tya dan Flo menyuruhnya menemui Radith sekali lagi, meyakinkannya untuk yang terakhir kali, tapi yang Ladyra dapat adalah kabar bahwa Radith memaksa pulang dan rawat jalan saja dengan surat permohonan.

Ladyra tidak bisa berpikir apapun lagi selain menghubungi Verlly yang sepertinya tau keberadaan Radith.

Dengan raut wajah meyesal Verlly mengirimkan detail penerbangan Radith yang akan kembali ke New York siang ini. Serta nomor ponsel terbaru Radith agar memudahkan Ladyra menemukan Radithya.

Berbekal kode maskapai, tujuan dan jam penerbangan, Ladyra secepat kilat meminta bantuan Flo dan Tya untuk mengantarnya ke bandara.

"Kamu dimana, Dith." Gumam Dyra berkali-kali sambil berharap menangkap sosok Radith dengan matanya. Tapi sulit dengan keadaan bandara yang cukup ramai siang itu.

"Lounge Garuda dimana?" Dyra mencoba mencari petunjuk keberadaan Lounge maskapai yang Radith tumpangi.

"Kalaupun gue tau, kita ngga bisa masuk."

Benar. Dia tidak bisa sembarang masuk tanpa tiket, tapi dia butuh masuk untuk menemukan Radith, Ladyra yakin Radith ada disana, dia tidak boleh kehilangan Radith untuk yang kedua kalinya. Tidak, dia tidak mau.

"Ponselnya udah ngga aktif." Tandas Ladyra dengan suara yang semakin terdengar putus asa.

Hiruk pikuk disekitarnya membuat kepala Ladyra semakin pusing, matanya mulai bergenang air mata, napasnya terasa panas, dan dia sudah tak sanggup lagi untuk menahan tangisnya. Dia sudah tidak kuat.

Sekali lagi aja, Dith. Kasih aku kesempatan perbaikin semuanya. Suara hati Ladyra yang terdengar sangat menyayat hati.

Aku mau ketemu kamu, Dith. Tolong kasih aku petunjuk supaya aku bisa nemuin kamu disini. Lanjut suara hatinya, dia tidak ingin menyerah, bahkan jika sampai waktu penerbangan tiba dan dia belum berhasil menemukan Radith, Dyra akan segera membeli tiket penerbangan menuju New York berikutnya.

"Ngga ada, ngga ketemu, gue ngga ngeliat Radith." Kata Flo menambah keputus asaan Dyra.

Dan detik berikutnya saat tanpa sadar air matanya tumpah bertubi-tubi, Dyra menangkap sosok Radith sedang berjalan menuju gerai Starbucks. Dyra tersenyum lega saat melihat laki-laki itu dengan koper yang pernah Dyra pinjam saat pertama kali dia ke New York dulu.

Oh, thanks God!

My Ex - My NextWhere stories live. Discover now