Part 31

2.3K 94 5
                                    

Ladyra tau kembali pada Tya dan Flo adalah hal yang sia-sia, karna dari apa yang mereka katakan sebelumnya, mereka sama sekali tidak berada dipihak Ladyra.

"Gue harus gimana?" Tanya Ladyra dengan suara serak akibat tangis yang tak kunjung reda sejak dia tiba di apartemen Tya.

"Lo jelasin aja ke Radith kayak lo jelasin ke kita, kan lo sendiri yang bilang kalau lo ngga ada apa-apa lagi sama Fadly." Terdengar nada jengkel dipembicaraan Flo barusan. Dan Dyra mengerti kenapa Flo kembali kesal padanya.

"Gue emang ngga ada apa-apa sama dia."

"Tapi lo masih berharap lebih sama dia, Ra. Sampai lo rela ngelepas cincin kawin lo pas ketemu sama Fadly."

Dia tau dia salah tentang cincin itu, dan tidak ada pembelaan lagi dari mulut Dyra, dia kembali menangis menyesali tindakan bodohnya waktu itu. Dia terbuai lagi oleh Fadly, sosok yang dulu juga mencuri hatinya dari Radith.

"Gue ngga mau kehilangan Radith." Katanya disela-sela tangis yang semakin menjadi.

Tya dan Flo tidak banyak menenangkan, hanya sekedar mengusap punggung dan air matanya yang jatuh semakin deras.

"Sekarang lebih baik lo pulang, temuin Radith dan kalian bicarain semuanya, cari penyelesaian terbaik versi kalian." Kata Tya yang masih mengusap punggung Dyra menenangkan.

"Dan gue harap lo terima semua keputusan yang Radith ambil. Karna dia udah ngehormatin lo dengan cara yang sangat baik didepan Fadly, gue harap lo ngasih balasan yang setimpal. Hormatin keputusan dia." Flo benar, tapi ada rasa ketidakrelaan jika keputusan yang Radith pilih adalah perpisahan. Dia tidak mau. Benar-benar tidak mau.

******

Ketika Dyra tiba dirumahnya saat pukul hampir menujukkan jam 8 malam, suasana diluar dan didalam rumah terasa berbeda. Diluar terasa hangat, dengan lampu-lampu temaram yang menghiasi taman terlihat menyenangkan, sedang didalam rumah terasa sunyi, bahkan tidak ada suara TV seperti biasa jika Radith berada dirumah. Dan semakin terasa dingin saat Radith sengaja mematikan lampu hampir diseluruh ruangan, hanya ada sedikit cahaya yang menyembul dari dalam kamar yang pintunya tak tertutup.

Ladyra melangkah pelan, berusaha agar derap langkahnya tak menimbulkan suara agar Radith tidak menghindarinya. Tanpa mengetuk, Ladyra membuka pintu perlahan dan mendapati Radith sedang duduk lesu dipinggir tempat tidur mereka dengan ponsel ditangannya.

"Dith." Panggil Dyra dengan suara tertahan, dia berusaha menahan tangis sekuatnya.

"Aku mau jelasin. Semuanya." Lanjutnya yang masih tidak ada jawaban apapun dari Radith.

"Dith lihat aku." Dyra meraih tangan Radith yang terasa dingin, entah karna suhu ruangan atau entah karna hal yang lainnya yang tidak ingin Dyra bayangkan.

Radith akhirnya mengangkat kepala, menatap Dyra tepat dimanik matanya, ada garis-garis halus merah dimata Radith, dan itu terlihat memilukan.

Radith menganggukkan kepalanya, "Jelasin."

Saat Radith sudah memberi kesempatan, malah Ladyra yang kehilangan kata-katanya. Dia tidak tau harus memulai ceritanya dari mana, dan menimbang apakah dia harus menceritakan juga soal cincin pernikahan dan kecupan Fadly semalam.

Belum Ladyra memulai ceritanya, Radith sudah terkekeh lebih dulu. Kekehannya terdengar menyedihkan, bahkan nyaris terdengar isakan disela-sela kekehannya.

"Ngga usah jelasin apa-apa, saya udah ngerti semuanya." Kata Radith pelan. Sangat pelan.

Tapi Ladyra tidak terima, dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat berusaha meyakinkan Radith bahwa apa yang dimengerti Radith sama sekali berbeda dengan apa yang Ladyra rasakan.

"Aku mau memperjelas semuanya." Hanya kata itu yang dapat dikeluarkan Dyra dari jutaan kalimat yang bergemelut dikepalanya.

Radith tau wanita itu memiliki hak untuk menjelaskan, tapi apa yang dilihatnya selama belakang terakhir ini sudah cukup menyadarkan posisinya. Dia sudah menyandang status sebagai suaminya, tapi dia tidak benar-benar memiliki hatinya.

Mungkin selama ini Radith terlalu memaksakan peruntungannya, egonya terlalu sombong untuk dapat memiliki Ladyra seutuhnya. Tidak, dia tidak pernah benar-benar memilikinya. Sejak kuliah dulu, atau saat pertama kali mereka bertemu kembali kala itu.

"Saya udah ngerti bahkan sebelum kamu jelasin." Ulang Radith tetap mencoba mengeluarkan senyumnya meski terlihat aneh kali ini.

"Ini ngga sama kaya apa yang kamu lihat." Lanjut Dyra dengan tetesan airmata yang jatuh bertubi-tubi. Demi Tuhan dia ingin menyelamatkan pernikahannya, dia ingin melanjutkan apa yang sudah dia bangun bersama Radith.

"Kamu cinta sama dia." Ucapan Radith barusan menohok hatinya yang paling dalam.

Tangisan Ladyra terdengar semakin lirih, dan Radith tidak tahan untuk tidak maju, menghapus air matanya, lalu memeluknya. Tapi dengan sekuat tenaga Radith menahan dorongan itu, dia tidak lagi diinginkan, ada sesuatu yang ingin wanita itu dapatkan, yang sayangnya nama Radith tidak termasuk dalam hitungan.

"Ngga, aku..."

"I see the way you look at him," Radith menundukkan wajahnya seraya memejamkan matanya, berusaha keras agar lapisan tipis yang sudah mengubang dimatanya tidak jatuh turun membasahi wajahnya. "I know you loved him, because you look at me that way." Lanjutnya.

Radith mengangkat kepalanya kembali dan tersenyum. Otaknya tidak bisa memproses apapun dengan benar saat ini, jadi yang hanya bisa dia lakukan hanya tersenyum, suatu tindakan yang mungkin bisa memperbaiki keadaan. Setidaknya, dia tidak ingin menangis menjadi kenangan terakhir yang diingat Ladyra, dia ingin menjadi Radith yang selalu tersenyum untuknya.

"Let's divorce." Ucap Radith pelan dengan suara gemetar.

Akhirnya yang ditakutkan Ladyra benar-benar terjadi. Radith pergi, Radith akan meninggalkannya, dan Radith menceraikannya.

My Ex - My NextWhere stories live. Discover now