Chapter 23 - Dandelion

Start from the beginning
                                    

Aku mengedarkan pandangan, mengecek kehadiran teman-teman. "Mana yang lain?"

"Mereka pergi ke kaki gunung, mencari dandelion," jawab Devin.

Dahiku berkerut, bingung. "Untuk apa?"

"Cave terkena efek halusinasi setelah mandi hujan. Untuk menyembuhkannya, dia harus memakan dandelion," tutur Emily. "Mereka baru saja berangkat."

Aku menghembuskan napas lalu berdiri. Rasa nyeri kemudian menghampiri lututku, membuatku sedikit tertatih.

"Kamu sungguh baik-baik saja?" tanya Marcia.

"Hanya luka kecil. Tidak masalah." Aku menggerak-gerakkan kakiku. Sakit, tapi sepertinya aku masih bisa berjalan. "Ayo kita susul teman-teman yang lain."

¤¤¤

Hugo's PoV

"Ini dia dandelionnya."

Sekumpulan bunga-bunga berwarna putih dan kuning yang tumbuh di tanah itu benar-benar dandelion. Bunganya masih sempurna menempel di tangkai, belum ditiup angin.

"Cantiknya ...." Stella memetik bunga dandelion sebesar kepalan tangan bayi itu lalu meniupnya. Bunga-bunganya pun beterbangan.

"By the way, dari mana kau bisa tahu ada dandelion di sini?" tanya Harry pada Uly.

"Eh, ah, aku tahu saat bergabung dengan kelompok kalian untuk pergi ke kawah sulfur."

Kulihat Harry dan Stella-anggota Kelompok Logistik-saling tatap setelah mendengar jawaban Uly.

"Serius? Kupikir yang tadi itu bercanda. Kami tidak pernah melewati jalan ini," sanggah Stella.

"Eh?"

Harry mengangguk. "Rute ini terlalu dekat dengan Wilayah Tak Terjamah, jadi kami tidak pernah melewatinya. Bahkan aku sama sekali tidak tahu rutenya."

"Apa kamu pernah jalan-jalan sendirian atau bersama Evelyn di sekitar sini?" tanya Stella. "Kamu mengarahkan kita berlima dengan lancar dan tanpa tersesat."

Uly mengerling kebingungan, tidak menjawab. Matanya liar ke mana-mana.

"Oh iya, atau karena kamu mendapatkan informasi rute ini dari penduduk desa?"

"Itu tidak mungkin," sahutku menyela. "Jika informasi rute ini didapatkan dari penduduk, seharusnya aku juga mengetahuinya."

"Ah, kau juga anggota Kelompok Informan, ya." Harry mengangkat alisnya. "Terus, dari mana Ulysses tahu?"

Kami menatap Uly, menunggu jawaban darinya.

"Aku ... juga tidak tahu."

"Hah?" ucap kami berempat bersamaan.

Uly memegangi kepalanya. "Entahlah. Aku merasa seperti ... pernah melewati rute ini. Tapi aku juga merasa tidak pernah melewatinya setelah kalian memberitahuku. Ingatanku terasa campur aduk."

Kami berempat bersitatap, bingung dengan jawaban Uly.

"Su-sudahlah. Bukankah kita harus mengurus Cave?"

Ah, kami hampir lupa.

"Apa ada cara tertentu untuk menyembuhkan halusinasinya dengan dandelion itu?" tanyaku pada Helen.

Helen membuka kembali catatan terjemahannya.

"Sebelum memakannya, Cave harus menghirup bunga-bunganya yang terbang saat ditiup. Setelah itu, petik bunga yang baru lagi dan makan bunganya."

"Kalau begitu, ayo lakukan sekarang." Aku menoleh pada Uly. "Uly, tiupkan bunganya ke hidung Cave."

"E-eh, aku?"

IsolatedWhere stories live. Discover now