Chapter 19 - Pesta

Começar do início
                                    

"Aaah berisik sekali. Aku ingin makan dengan tenang," sela Cave dengan mulut penuh daging. Kami tertawa melihat wajahnya.

"Kenapa kalian malah makin ribut, sih?"

Acara beralih ke lomba memancing ikan. Sungguh aneh melihat teman-teman berlomba menangkap ikan di danau. Bagai nelayan yang menangkap ikan di laut pada malam hari. Teman-teman mendapat banyak ikan dan menambah persediaan makan kami.

Acara lalu berlanjut ke lomba membuat kembang api sederhana paling cepat dan indah. Pemenang dari lomba itu sudah dipastikan Alec-lah orangnya. Gara-gara itu, kami mendiskualifikasi Alec karena sudah terlalu jago lalu mengadakan pertandingan ulang.

Selesai dengan acara lomba membuat kembang api, kami mengadakan pertandingan adu panco. Karena jumlah laki-laki dan jumlah perempuan di kelas kami ganjil—11 orang dan 9 orang—maka teman-teman menjadikanku dan Hugo, dua murid dengan nilai atletik tertinggi menjadi penantang untuk pemenang terakhir.

"Hei! Tehnya habis!" seru Stella.

Aku mengangkat tangan. "Biar aku yang membuatnya lagi!"

Aku bergegas masuk ke gedung dan pergi ke dapur untuk membuat teh. Kurebus air di atas kompor canggih di dapur. Jangan tanya dari mana kami mendapatkannya. Kau sudah bisa menebaknya sendiri.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku kaget dan langsung menoleh ke belakang.

"Kau ingin kusiram air panas, hah!?"

Hugo tertawa. "Habisnya, kau sering menjahiliku. Itu tadi balas dendam kecilku." Dia berjalan ke sebuah lemari dan mengambil daun teh kering. "Biarkan aku membantumu."

Aku mendengus kesal, membiarkan Hugo menyiapkan bahan dan alat-alat yang bahkan tidak ada hubungannya dengan menyeduh teh.

"Kita tidak butuh pisau. Dan kau mengambil garam, bukan gula. Teman-teman takkan mau minum teh asin. Bisa-bisa mereka mengira itu air kencingmu yang diberi aroma teh."

Hugo kebingungan. Dia meletakkan kembali alat dan bahan yang tidak diperlukan. Tiba-tiba, tangannya berhenti bergerak mengutak-atik barang-barang di dapur. Pandangannya kosong, seperti memikirkan sesuatu.

"Ada apa?"

Hugo menatapku sesaat. "Eve, tidak apa-apa kita berpesta begini?"

Aku mengedikkan bahu. "Kita semua butuh istirahat dan melepas stress. Sudah hampir lima bulan kita terus memikirkan teka-teki dan semua petualangan berbahaya. Tidak ada salahnya menggelar pesta sesekali."

Hening sesaat. Sesaat kemudian bunyi gelembung air di dalam kendi memecahkan keheningan. Airnya sudah masak. Aku pun menyeduh teh.

"Dasar, kau memang suka sekali belajar dan bekerja keras, ya? Istirahat dan menghibur diri itu penting, tahu," celotehku sambil memasukkan daun teh kering ke dalam kendi.

"Lima ratus teka-teki sudah selesai," ucap Hugo, mengalihkan pembicaraan. "Sisanya ada di wilayah barat pulau, 'kan? Apa kita bisa melaku—"

"Pasti bisa," potongku. Aku kemudian menatap pemilik netra perak itu lamat-lamat. "Kita semua bisa melakukannya."

Hugo tertegun. Bisa kulihat jakunnya bergerak.

"Bagaimana jika ada yang mat—"

"Aaah, sudahlah," potongku. "Sana ambil es batu," pintaku sambil mengangkat kendi berisi teh yang sudah jadi.

Aku dan Hugo kembali ke belakang gedung. Pertandingan adu panco sudah selesai.

"Ini dia! Dua bos terakhir untuk para pemenang adu panco kita sudah datang!" seru Devin lantang. Nampaknya dia yang paling semangat di antara kami semua. "Hardwin akan menantang Hugo, dan Emily akan menantang ketua kita!"

IsolatedOnde histórias criam vida. Descubra agora