SMA🍁 Kenyataan Untuk Intan

Start from the beginning
                                    

Sekitar semeter, langkah Intan berhenti ketika Dini mengangkat ponselnya tinggi.

"Lo pingin satu sekolah tahu?" Kata Dini pelan hampir seperti gumaman.

Intan terdiam, satu air matanya jatuh.

Kehadiran Dini benar-benar menghancurkan kehidupannya detik ini.

_____________________


Arumi bisa merasakan ia merasa jauh lebih baik sekarang. Perasaannya tak lagi sunyi oleh teriakan-teriakan ketidakadilan hidup yang digariskan Tuhan untuknya.

Jika kemarin-kemarin ia hanya bisa memasang wajah datar ketika melihat bunga dibawah sana dari tempat duduknya, sekarang Arumi malah tak bisa menahan kedua bibirnya yang tarik menarik memaksanya tersenyum.

Bagaimana tidak, ketika matanya melihat kemanapun, ingatan kemarin siang lah yang menari-nari didalam ingatannya.

Kemarin adalah pertama kalinya untuk Arumi mengubah penampilannya menjadi lebih feminim. Dan itu juga pertama kalinya ia menghabiskan waktu tujuh jam bersama seorang laki-laki, yang entah bagaimana Arumi tidak bisa membohongi kalau kehadiran Brian benar-benar berarti didalam hidupnya.

"Aneh yaa kak?" Celetuk Arumi tak tahan karena setiap menoleh ke arah Rian, laki-laki itu kepergok menatapnya.

"Enggak-enggak. Enggak kok." Sahut Rian gelagapan. Entah berapa kali ia tertangkap basah langsung oleh Arumi.

Arumi kembali menoleh ke arah lain, makan di resto memang tidak bisa disamakan dengan makan di warteg atau gerobak bakso pinggir jalan. Mereka harus agak sedikit lama menunggunya.

Sekali lagi Arumi menoleh dan Rian cepat menunduk pura-pura memperbaiki tali sepatunya yang baik-baik saja.

Seorang pelayan datang membawakan pesanan.

"Cari apa Mas?" Tegur pelayan itu yang kehadirannya tidak disadari Rian. Degup jantung yang terlalu keras terkadang membuat kita tuli akan suara-suara di sekitar.

Karena terkejut, Rian mengangkat kepalanya cepat dan menatap linglung ke arah pelayan, makanan, dan Arumi yang terlihat menahan tawanya.

Memilih jarinya meredam malu, Rian tersenyum ke arah pelayan wanita yang belum beranjak pergi itu.

"Oh... Enggak kok Mbak. Makasih makanannya..." Ucap Rian lalu meluruskan kepalanya menatap Arumi yang masih memandanginya.

Mata mereka bertemu.

Arumi cepat memutuskannya dan menunduk ke bawah meja. "Cari apa sih tadi kak?" Celetuk Arumi mencari alasan untuk menyembunyikan wajahnya yang menghangat. Meski tidak pernah melihat wajahnya secara langsung ketika berada didalam kondisi detik ini, tapi dari beberapa novel romansa yang dibacanya, wajah seorang wanita akan memerah ketika rasa malu itu bersamaan dengan tidak abnormalnya kerja jantung kita.

Beberapa detik setelah mengusap-ngusap wajahnya yang menjadi kaku dengan jemarinya yang mendadak membeku, Arumi mengangkat kepalanya cepat ketika wajah Rian terlihat diseberangnya. Laki-laki itu menunduk juga rupanya.

Kecerobohan terjadi karena kurangnya perhitungan ketika bergerak ataupun bertindak. Arumi meringis mengusap kepalanya yang agak nyut-nyutan setelah terbentur sisi meja. Dan itu pure seratus persen salahnya.

Awalnya Arumi pikir ia akan tertawa jika seandainya saja Rian mentertawakan dirinya disebrang sana. Tapi laki-laki itu malah histeris dan cepat berdiri menghampirinya. Mengusap dahinya lembut dan meniup-niup puncak kepalanya. Meskipun salah tempat, yang mana seharusnya Rian mengusap belakang kepalanya, tapi mendapat perlakuan seperti itu, secara otomatis saja Arumi lupa kalau belakang kepalanya yang terhantup sisi meja. Bukan puncak kepalanya ataupun dahinya.

𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝗕 (✔) Where stories live. Discover now