33 🐄 All is Well

3.3K 830 753
                                    

Hai! Gimana kabar kalian? Gimana perasaannya setelah baca bab 32? Hehe

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Hai! Gimana kabar kalian? Gimana perasaannya setelah baca bab 32? Hehe

Aku sengaja ambil interval beberapa hari ke bab ini biar kita agak move on dan recovery dari pertengkaran terakhir 😌

Niat yang sungguh mulia 🤣

Aku sih kalau bab ini rame bisa up cepet 💅 tergantung kalian aja

Jadi tetap ramaikan ya 😘

Selamat membaca

🐄🐄🐄




Pagi itu Juwi terburu turun dari lantai 5 menuju lobi. Mobilnya sudah lama dibawa ke Lembang untuk dipakai Juan sekolah karena jarak apartemen Juwi dan kampusnya cukup dekat. Ibunya bilang, Juwi bisa ke Lembang dengan Arvin jika ingin pulang. Mereka belum tahu kalau antara Juwi dan Arvin sudah terjadi sesuatu.

Di parkiran tamu, tepat setelah Juwi membuka pintu, sebuah Marcedez sudah bertengger menunggu. Dia dengan senang hati dan langkah ringan menuju ke mobil itu. Juwi melirik sekilas pada seorang gadis cantik dengan tampilan menawan dan serba mahal yang kebetulan berpapasan dengannya.

Dulu mungkin mereka bisa saling sapa, tapi sekarang tidak. Cakra tidak sudi dilabeli sebagai orang ketiga dan jadi penyebab kehancuran hubungan Arvin dengan Juwi. Dia memutuskan untuk pura-pura tidak mengenal keduanya.

Kemudian, seseorang menyusul tak lama kemudian. Celana pendek, kaus tanpa lengan dan sandal slip on melengkapi penampilannya. Arvin berjalan dengan langkah ringan, tidak tergesa-gesa, apalagi terburu-buru atau tampak terpengaruh pada pemandangan pagi nan luar biasa di lobi pagi itu.

Dia mengenakan kacamata hitam dan berjalan santai menuju mobilnya, siap untuk pulang ke Jakarta. Di sana ada Juwi yang setengah berlari menuju mobil jemputan, dan Cakra yang baru kembali setelah membeli sarapan. Ketiganya berlalu begitu saja, tidak saling sapa. Seolah mereka orang asing saja.

“Pagi,” sapa Davin ceria begitu Juwi duduk di kursi sebelah kirinya. “Neng jangan cantik-cantik banget, nggak capek apa? Aa sampai pusing gini tiap pagi.”

“Aa eneg karena aku terlalu cantik?” balas Juwi sambil terkikik.

Gadis itu memakai sabuk pengaman dengan ekor mata yang diam-diam mengawasi Arvin—dan Cakra, dari kejauhan. Mereka juga tidak saling sapa, sepertinya sukses memutuskan hubungan.

Diam-diam pikirannya melayang, teringat di masa-masa paling rumit hingga akhirnya Juwi dan Arvin memutuskan untuk tidak berhubungan. Rasanya baru kemarin, semuanya masih jelas dalam kepala Juwi. Begitu Arvin menyuruhnya pergi, Juwi lemas sekali, dia tidak bisa bangun untuk berjalan ke kamarnya sendiri. Juwi menangis, keras sekali. Namun kemudian dia lupa, entah bagaimana ceritanya, Juwi bisa berlari dan mencari payungnya karena hujan deras yang tak kunjung berhenti.

Oh, My Juwi! ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt