Resepsi : Tradisi dan Nilai Gengsi

1 0 0
                                    

Tidak sedikit dari kita, yang berpikir ulang untuk melanjutkan jenjang suatu hubungan untuk melanjutkan ke pelaminan. Beragam cara dilakukan, demi terlaksananya sebuah respepsi pernikahan. Mulai dari yang terpaksa berhutang, menggadaikan BPKB kendaraan bermotor sampai ke-aksi yang terbilang maksa, yakni mengadaikan sertifikat rumah atau tanah, meminta bantuan sana dan sini, mencari donasi, dan tidak sedikit yang kalah sebelum pencapaian garis Finish.

Jalur nekad pun tak segan-segan dilakukan pasangan muda-mudi demi sebuah kata 'Hidup Bersama." Semua lantaran biaya resepsi yang tidak sedikit. Untuk se-sedehananya sebuah resepsi pernikahan, kasarnya hanya di nikah K.U.A atau nikah kantor plus sedikit tasyakuran bisa menelan budget 5-10 Juta, di luar mahar loh! Dan effect sosial pun dengan mudahnya menjustifikasi jika kesederhanaan dalam resepsi pernikahan dilaksanakan. Inilah kaca mata dunia yang mudah menilai tanpa memberikan jalan keluar.

Namun diberbagai daerah pun memiliki aturan dan tata cara yang berbeda dalam melaksanakan resepsi pernikahan. Tradisi yang mesti dijunjung, bahkan menjadi barometer atau acuan nilai strata ekonomi seseorang. Tak pelak, banyak tamu undangan yang hadir ingin mendengar saat wali hakim membacakan :

"Saya nikahkan Pulan Bin Pulan dengan mas kawin sebesar.................dan seperangkat alat sholat dibayar Tunai." Ucapan ini lah yang sering dinanti-nanti tamu undangan, bahkan jika nilai mas kawin atau mahar nya sedikit menjadi buah bibir.

Di Pulau Nias, biaya mahar terbilang cukup mahal, atau yang dikenal dengan istilah Bowo bagi pemuda yang ingin menikahi wanita Nias, meraka harus merogoh kocek kurang lebih Rp. 25.000.000, Lain Nias, lain pula masyarakat Bugis, bahwa nilai sebuah mahar berdasarkan nilai akademisi yang sudah diselesaikan oleh si gadis. Masyarakat Bugis mematok harga 50 Juta bagi mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan S1, bisa kebayang andai gadis tersebut sudah rampung menyelesaikan jenjang pendidikan S3-nya, berapa nilai maharnya? Namun, 'demi cinta lautan api pun diseberangi, ke gunung pun akan didaki. "

Di Banjar Kalimantan, kita mengenal tradisi Maatar Jujuran, dimana nilai mahar bagi mempelai memiliki nilai, adat Banjar mematok mas kawin mulai dari nilai terendah yakni 5 Juta Rupiah sampai 20 Juta Rupiah. Nilai tersebut belum lah termasuk pembelian kebutuhan mempelai wanita dan biaya kebutuhan pesta adat.

Lain adat Nias, lain juga Adat Sumatra Utara dan Minangkabau. Tradisi Marnata Sinamot yang memiliki pengertian Sinamot adalah jumlah uang yang diberikan kepada mempelai wanita, tradisi inilah proses kesepakatan nilai jual dari harga diri dari kedua calon mempelai, di luar dari pelaksanaan acara Martumpal dan Martunggo Diraja. Jika pelaksaan di rumah mempelai Wanita ( Dialap Jual ) maka biayanya akan lebih besar, dibandingkan penyelengaraanya di rumah kediaman Pria ( Taruhon Jual ), diperkirakan habis kisaran 100 Jt-an.

Mari bergeser ke Minangkabau, disini istilah pun berganti. Di tanah kelahiran Malin Kundang, ada adat yang sedikit berbeda dengan suku lainnya, dimana calon mempelai Wanita-lah yang berkunjung ke rumah calon mempelai Pria istilah tersebut disebut Manjapuik Marapulai untuk dibawa ke rumah kediaman mempelai wanita, dengan disertai barang bawaan dan berbagai kelengkapan upacara adat tersebut, total biaya yang dikeluarkan kurang lebih kisaran 100 sampai 200 Juta atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak.


Sumber : www.boombastis.com

NIKAH AJA DULU, JALAN PINTAS KAYA RAYAWhere stories live. Discover now