Penjinak Syahwat

5 0 0
                                    

Dalam Kamus Bahasa Indonesia ada lima identifikasi kata Syahwat. Yakni libido, seksualitas, erotisme, birahi dan seks yang menguatkannya. Kelima hal itu ada juga di dalam tubuh hewan, namun yang menjadi pembeda dan tidak dimiliki hewan yakni, akal. Akal pada manusia ini-lah yang dijadikan modal sebagai pembanding antara haram dengan halal, pantas atau tidak pantas, layak dan tidak layak.

Dalam Shahih Targhib dan Tarhib no 52 dan 2143 menjelaskan tempat bersemayamnya syahwat dijelaskan seperti ini ;

"Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan menimpa kalian adalah syahwat yang menyesatkan pada perut dan kemaluan serta hawa nafsu yang menyimpangkan dari jalan yang lurus."

Pada prinsipnya syahwat dan nafsu itu memang menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan bukan saja pada manusia, tetapi pada makhluk hidup lainnya, selama mereka membutuhkan sebagai bentuk mempertahankan diri dari kepunuhaan bukan permasalahan yang besar dan memang pada dasarnya syahwat serta nafsu itu sebagai pelengkap serta memberikan rangsangan pada tubuh untuk dapat memenuhi apa pun yang menjadi kebutuhan diri sendiri.

Namun, syahwat serta nafsu menjadi satu bagian yang tak bisa dipisahkan, ia seperti kuda liar yang harus ditaklukan hingga akhirnya mampu untuk dikendalikan. Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hawa nafsu itu menyeret kepada kenikmatan sesaat tanpa disertai pertimbangan matang tentang akibatnya.

Hawa nafsu akan mendorong tercapainya kepuasan syahwat dengan segera. Meskipun dampaknya adalah penderitaan dan gangguan di dunia serta terhalangi dari kelezatan hakiki di hari kemudian. Adapun orang yang berakal akan menahan dirinya dari menikmati kelezatan sesaat yang ujung-ujungnya membuahkan penderitaan. Dia akan menahan dirinya dari pemuasan syahwat yang akan mewariskan penyesalan. Sudah seharusnya orang yang berakal melatih diri untuk menolak berbagai keinginan nafsu demi menyelamatkan akibat akhir kehidupannya. Dengan cara itulah, dia akan sanggup bersabar untuk meninggalkan segala penghambat yang mengusik tujuan hidupnya.

Apabila ada seseorang yang bertanya: "Lalu bagaimana orang yang sudah terjerumus ke dalamnya bisa menyelamatkan diri?" Maka, katakanlah kepadanya: "Dengan tekad yang bulat dalam menjauhi segala yang merintangi dan bertahap dalam upaya meninggalkan hal-hal yang memang sulit untuk dihindari. Dan ini tentu saja membutuhkan kesabaran ekstra dan kesungguhan yang luar biasa."

Jurus dan staregi jitu dalam mengendalikan hawa nafsu :

1.Merenungkan bahwa insan tidaklah diciptakan untuk memuaskan hawa nafsunya, dan sesungguhnya dia dipersiapkan untuk memperhatikan dampak atau akibat yang akan muncul di hari kemudian serta untuk beramal semasa hidup di dunia

2.Memikirkan akibat buruk yang ditimbulkan oleh hawa nafsu.

3.Orang yang berakal hendaknya membayangkan lenyapnya harga diri dan kehormatan tatkala dia lebih memperturutkan hawa nafsunya. Kemudian hendaknya dia juga memikirkan gangguan/akibat buruk yang muncul sesudah menikmati kelezatan sesaat itu

4.Gambaran serupa hendaknya diterapkan pada diri orang lain. Hendaklah dia menatap dampaknya dengan pikiran yang jernih, niscaya dia akan melihat betapa buruknya hal itu jika dia berada pada posisi orang semacam itu

5.Hendaknya dipikirkan juga bahwa sebenarnya kelezatan macam apa yang dicarinya. Niscaya akal akan memberitahukan bahwa sesuatu yang dicarinya itu bukan apa-apa. Sebenarnya itu sekedar hawa nafsu yang membutakan nurani manusia.

6.Hendaklah dia merenungkan kemuliaan yang didapat setelah berhasil menaklukkan hawa nafsu. Hendaknya dia juga merenungkan kehinaan yang akan dirasakan olehnya jika hawa nafsu yang justru menguasainya. Karena tidak seorangpun yang bisa mengalahkan hawa nafsunya kecuali dia akan merasakan kekuatan orang yang berhasil meraih derajat kemuliaan.

7.Memikirkan manfaat hawa nafsu; yaitu terjaga reputasinya, terpelihara keselamatan jiwanya, penjagaan harga diri, dan pahala melimpah ruah di akherat.

Teringat pesan Imam Al-Ghazali, "Yang paling besar di bumi ini bukan gunung dan lautan, melainkan hawa nafsu yang jika gagal dikendalikan maka kita akan menjadi penghuni neraka."

Banyak yang telah terpedaya oleh hawa nafsu, dan sudah banyak pelajaran yang bisa kita ambil tetapi justru banyak juga dari kita yang ikut terjerumus ke dalam jurang serta terjebak dalam lingkaran itu semua. Jika kita tak mampu mengendalikan hawa nafsu, maka tak elaknya ia seperti candu yang terus dan terus memaksa untuk menuruti semua keingingannya.

Benteng keimanan yang kokoh tak cukup hanya terlihat dengan rajinnya beribadah, justru hawa nafsu itu-lah yang menjadi cobaan bagi keimanan seseorang dan mau mengambil pelajaran dari mereka-mereka yang diperbudak hawa nafsunya, sungguh terlihat begitu letih dan perlu perjuangan untuk mengobati itu semua, karena racunnya sudah menjalar ke syaraf tubuh kita, yang jika tak dituruti cukup menyiksa diri sendiri.

Dalam menghadapi hawa nafsu sangat dibutuhkan kesabaran. Seorang yang ingin bertahan di atas jalan Allah harus memiliki nyali yang besar untuk melawan hawa nafsu. Allah menegaskan di dalam Al-Qur'an:

"Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Rabnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan urusannya itu melempui batas. (Al-Kahfi: 28)

Penawar hawa nafsu tak lain adalah akal, ia menjadi pilar yang mampu mempertimbangkan baik dan buruk apa yang kita lakukan, dengan catatan akal harus menjadi raja untuk jiwa kita, hingga akhirnya terbebas dari hawa nafsu. Rasulullah pernah ditanya, "Apakah Akal itu?" Beliau menjawab: "Ia adalah (alat) untuk ketaatan kepada Allah. Karena, orang-orang yang taat kepada Allah adalah orang-orang yang berakal."

Sahabat, disaat hati terkontaminasi dengan apa yang diinginkan oleh hawa nafsu, maka ajak-lah bicara akal kita untuk mempertimbangkan itu semua. Jangan biarkan hawa nafsu merajai hati, sebab keinginan hati itu lebih besar, seperti samudra yang begitu luas untuk mencapai ketepian, sedangkan akal itu seperti karang yang besar diluasnya samudra, biarlah ia menjadi benteng yang menahan ombak yang besar sekalipun.

Diskusikan-lah dengan akal, apa pun yang menjadi keinginan hawa nafsu, sebelum racunnya menjalar ke tubuh ini dan pada akhirnya melumpuhkan komponen terpenting dalam jiwa kita, yakni akal. Jika sudah lumpuh, maka bersiaplah hawa nafsu menjadi tirani, dan jiwa-jiwa suci ini ternodai.


Isyruna 'Uqbatan fii Thoriqil Muslim Yajibul Hadzru Minhaa. Darul Wathan lin Nasyr, Riyadh. Cetakan I 1421 H

Bihar ul Anwar 1:131

NIKAH AJA DULU, JALAN PINTAS KAYA RAYAWhere stories live. Discover now