25

401 42 37
                                    

Ini hari kedua Naya tidak masuk sekolah ia terus saja mengurung diri di kamarnya. Noah sempat berbicara dengan Naya tentang masalah yang sedang menimpa adik nya itu apalagi Noah sampai menawarkan Naya untuk pindah sekolah keluar kota sekalian ikut dengan nya karna pekerjaan. Awal nya Naya menolak tapi setelah di pikir pikir kembali, keputusan itu memang lebih baik baginya. Besok mereka akan pergi ke luar kota untuk pindah.

Drrtt... Drrtt... Drrtt...

Hp nya berbunyi seseorang menelfon, dengan malas Naya mengambil hp nya yang tergeletak di atas meja di samping tempat tidurnya. Ia sedikit terkejut karna Raga tiba tiba menelfonya. Naya tidak tahu harus bagaimana, apa biar kan saja karna ia sedang tidak mau berbicara dengan siapa pun.

Panggilan itu pun Naya biarkan, sampai hp nya berbunyi kembali Raga menelfonya lagi, dengan ragu Naya pun menekan tombol hijau di layar hp nya untuk menerima panggilan telfon itu.

"Gue di depan rumah lo."

Naya begitu terkejut mendengar ucapan Raga barusan dimana pria itu bilangsaat ini dia ada di depan rumah nya? Bagaimana bisa? Dari mana Raga tahu? Dan untuk apa?

"Lo ngapain kesini?"

"Gue udah dateng, tapi lo biarin gue di luar berdiri sendirian."

"Lagian gue juga gak minta lo dateng."

"Buka gak?"

"..."

"Kalo lo gak mau buka, gue yang masuk sendiri."

"Lo mau ngapain sih..."

"jenguk lo."

"Emangnya gue sakit."

"Gue masuk sekarang."

"Eh eh bentar, lo gak ada sopan santunnya ya main masuk rumah orang aja."

"Lo juga gak ada sopan santunya ngebiarin tamu di luar."

"Udah deh mending lo pulang."

"Gue bakalan tetep disini sebelum lo biarin gue masuk."

Naya menahan kekesalanya, setelah dua hari telinganya damai tapi sekarang tiba tiba saja ia di buat kesal setelah mendengar suara ketos nyebelin itu apalagi dia sampai datang kerumah nya.

~~~

"Kalo lo gak sakit, kenapa gak masuk sekolah?" tanya Raga dengan santainya setelah Naya mengajak nya masuk kedalam rumah nya, mereka pun sedang duduk berdua di ruang tamu.

"Gue kesini di suruh bu Febby, karna lo udah dua hari bolos."

"Terserah lo, gue gak peduli."

"Tapi gue peduli," jawab Raga membuat Naya menatap nya tak mengerti apa maksud Raga berkata seperti itu. Naya hanya diam saja karna sejujur nya ia tidak tahu harus merespon seperti apa.

"Kenapa lo lari?" tanaya Raga lo lagi.

"Jangan ikut campur."

"Kalo lo terus lari dari masalah semuanya gak akan selesai."

"Cukup! Gue gak mau bahas itu lagi, besok gue pindah keluar kota. Jadi lo gak usah repot repot peduliin gue."

Raga terkejut mendengar ucapan Naya barusan, Naya akan pergi keluar kota dan membiarkan ke tidak adilan ini. Raga tak habis fikir dengan gadis di sampingnya sekarang ini.

"Lo pulang, gue mau sendirian," ujar Naya lalu beranjak dari duduk nya dan melangkah pergi menuju kamar nya namun tiba tiba tanganya di tahan oleh Raga.

"Gue khawatir, gue peduli dan... Gue gak bisa biarin lo menderita kayak gini, gue tahu semuanya kalo lo gak salah, lo lari dari masalah kayak gini orang orang bakal percaya sama foto-foto itu, mereka bakalan lebih benci sama lo, ngejauhin lo."

"Raga... "

"Lo bakalan kembali ke masa lalu yang menyakitkan itu, kalo lo terus diem kayak gini."

"Gue pengen sendirian."

"Hati sama mulut itu harus sinkron, hati lo bilang butuh penyemangat dan orang orang yang sayang sama lo saat ini, tapi mulut lo berkata lain seakan lo kuat menghadapi semua masalah ini sendiria padahal hati lo lemah."

"Lo jangan sok tahu-"

"Gue tahu Nay apa yang lo rasain. Karna itu gue dateng kesini, gue peduli sama lo."

Raga melangkah mendekati Naya lalu menarik gadis itu kedalam pelukan nya. Membuat tangis Naya pecah, apa yang dikatakan Raga itu memang benar. Naya butuh seseorang untuk menemani dan menyemangatinya saat ini, menguatkan diri dan hati untuk tidak lari dari masalah.

"Tapi gue gak bisa apa apa, semuanya udah benci sama gue," ujar Naya di sela sela isak tangis nya.

"Tenang besok semuanya akan baik baik aja percaya sama gue, asal kan lo gak lari lagi dari masalah. Lo harus buktiin pada mereka semua kalau berita itu gak bener."

~~~

"Kakak lo kemana?" tanya Raga.

Sekarang mereka sedang duduk di balkon rumah Naya sambil menikmati pemandangan malam yang damai dan sejuk.

"Hari ini kak Noah pulang telat, biasanya pulang jam sepuluh malem mungkin hari ini jam satu malem."

"Ternyata orang tua gue kenal sama almarhum kedua orang tua lo," ujar Raga mengingat dirinya dan orang tuanya pernah pergi ke makam kedua orang tua Naya.

"Kok bisa? Lo tau dari mana?"

"Saat itu gue di ajak ke ziarah sama orang tua gue ke makam orang tua lo."

Mendengar penjelasan Raga barusan Naya hanya mengangguk mengerti. Ia juga tidak menyangka ternyata orang tua nya juga berteman dekat dengan orang tua Raga.

"Naya... "

"Hm?"

"Gue bilang kan kalo hati sama mulut itu harus sinkron, hati bilang iya tapi mulut malah bilang sebaliknya karna itu gue... " raga menggantungkan kalimatnya karna ragu untuk mengatakan nya pada Naya.

"Kenapa?"

"Karna hati gue bilang iya mulut gue juga harus bilang yang sama," lanjut Raga malah membuat Naya semakin kebingungan.

"Maksud lo?"

"Gue suka sama lo Nay,"

Naya menoleh cepat pada Raga menatap terkejut pria itu, apa dia tidak salah dengar? Naya benar benar tidak tahu harus merespon seperti apa karna semua ini sangat tidak terduga.

"Gue terus bilang enggak, karna gue gak yakin dan gak percaya. Tapi lama kelamaan gue sadar dan gak mau kehilangan lo."

Raga menatap dalam manik gadis di hadapanya sekarang yang sangat begitu ia cintai, jantung nya berdetak hebat tak karuan dan perasaanya mulai bercampur aduk. Namun ia mencoba untuk tetap tenang.

"Asal lo tahu, gue menolak penolakan," lanjut Raga.

"Jadi lo maksa gue buat nerima?"

~~~

Jay

SOSIOPAT BOYOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz