"Karena Aditya bilang pingin ketemu."

"Terus kamu mau gitu aja? Terus tadi berangkatnya ke sana naik apa?"

"Motor."

"Motor?" Amar memastikan jawaban Hasna.

Anggukan di kepala Hasna membuat Amar berdecak kesal.

"Kamu sudah izin sama Yusuf?" tanya Amar kembali.

"Sudah."

"Yusuf ngebolehin kamu?"

"Dia gak jawab. Ditelepon juga gak diangkat."

"Terus kenapa nekat pergi? Orang rumah tau? bunda kamu?"

"Tau, Kak Amar. Dih, Kak Amar aneh, deh."

Amar menggigit bibir saat Hasna menyadari sikapnya yang mungkin terlalu posesif padanya.

"Hasna juga gak bakal berani keluar kalau gak ada ijin dari orang tua, kok."

"Iya, pinter!" Amar mengelus puncak kepala Hasna.

Yusuf menyipitkan mata. Memperhatikan dua orang muda-mudi yang tengah mengobrol di sisi jalan. Seperti tak asing untuknya.

Jantungnya berdegup kencang, saat tahu bahwa perkiraannya benar. Muda-mudi yang dia lihat adalah Hasna dan Amar, sepupunya. Cepat ia menepi. Menghampiri mereka berdua dengan perasaan yang dipenuhi kecemburuan. Apalagi, saat melihat Amar dengan santainya mengelus kepala Hasna.

"Apa-apaan ini?" tanya Yusuf yang langsung mengejutkan mereka berdua.

Amar yang masih duduk di atas motornya langsung berdiri menatap Yusuf.

"Aku bawa Hasna jalan-jalan sebentar."

Hasna menautkan alis, mendengar Amar menjawab pertanyaan Yusuf dengan berbohong.

"Hasna, masuk mobil!"

Yusuf menyuruh Hasna untuk masuk ke dalam mobil tanpa menoleh kearahnya. Pupil cokelat itu malah terus memperhatikan Amar yang nampak tak merasa bersalah di depannya.

"Tapi, Kak Yusuf ...."

"Masuk!" Yusuf mempertegas ucapannya.

Hasna menggigit bibir, ia melihat Amar dengan sedikit cemas sebelum menutup pintu mobil Yusuf. Lalu diam-diam memperhatikan mereka dari kaca spion di sampingnya.

"Aku tahu, mungkin kamu menganggap ini tabu. Karena kamu masih belum pernah mengenyam ilmu di pesantren. Tapi aku tegasin sekali lagi! Hasna, bukan hanya adik sepupu kita. Dia sudah menjadi istriku sekarang."

"Lalu?" Amar mengangkat sebelah alisnya.

"Kalian sudah tidak boleh lagi menghabiskan waktu berdua. Apalagi sampai berboncengan begini."

Amar terdiam. Matanya juga tak lepas dari Yusuf. Ada sedikit gemuruh di dada Amar yang masih berusaha ia tahan agar tidak meledak di sana.

Yusuf menarik langkah mundur, lalu cepat berbalik ke arah mobilnya.
Meninggalkan Amar yang masih mematung dan tengah mengepalkan tangan karena tak mau membalas perkataan Yusuf. Pelan, ada bacaan istighfar yang ia rapal sambil lalu beberapa kali menghela nafas.

***

Aditya keluar dari resto dengan muka memerah karena malu. Ia tak peduli lagi dua mangkok sundae dan dua porsi roti rainbownya yang nyaris tak tersentuh. Setelah mengecek ponselnya sebentar, ia lantas mengendarai motornya dengan kecepatan penuh. Terburu-buru ingin sampai di rumahnya lebih cepat.

Sementara Amar memilih kembali ke resto tadi. Niatnya ingin menemui Aditya untuk meminta maaf. Karena dia yakin, sikapnya tadi pasti sudah mempermalukan Aditya.

Sesampainya di sana, lekas Amar mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Karena meja yang ditempati Hasna dan Aditya tadi sudah terlihat bersih. Teman-teman Amar yang melihat kehadirannya kembali, langsung melambaikan tangan ke arahnya.

"Kemana cowok tadi?" tanya Amar yang langsung mengambil tempat duduk diantara dua temannya yang lain.

"Sudah pulang." Salah satu temannya yang berkaos putih juga menjawab pertanyaan Amar sambil menyodorkan piring berisi pesanan Amar.

"Dia siapa?"

Pertanyaan teman Amar kali ini berhasil menarik perhatian temannya yang lain. Mereka menatap Amar dengan serius. Amar yang semula tengah mengaduk kopinya, lantas merasa salah tingkah mendapat tatapan penuh tanya seperti itu.

"Cewek kamu, ya?" tanya yang lain.

"Dih, apaan, sih! Makan, ah!" Amar berusaha mengalihkan perhatian mereka seraya menyesap kopinya perlahan.

"Wah, gak bisa dibiarin cewek kayak gitu. Diputusin aja!" celetuk yang lain.

Amar memilih untuk tidak menanggapi ucapan teman-temannya. Ia sibuk melahap makanan yang sudah tersedia di depannya.

***

Aditya meletakkan ranselnya di sisi meja belajar. Dengan pelan ia pun merebahkan badan di atas dipan. Ada helaan nafas yang dihempaskan perlahan.

Beberapa detik kemudian, Aditya mencoba memejamkan mata. Satu lengannya berada di atas dahi. Sementara satu lengan yang lain mengelus dadanya.

Wajah Hasna masih menguasai ruang gelap dalam pejaman. Senyumnya, mata yang membulat karena takjub, bahkan raut wajah sedih yang nampak saat Amar mempermalukan Aditya tadi pun, terekam jelas di pelupuk matanya. Lagi-lagi ia menghela nafas berat.

Tiba-tiba sebuah sentuhan hangat ia rasakan di lengannya. Ada senyum menenangkan dari seorang wanita yang ia dapati saat membuka mata kembali. Wanita yang teramat ia cintai.

.......

*Kira-kira siapa wanita itu?* 🤭🤭

Rahasia [Terbit]Where stories live. Discover now