BAB TIGABELAS-TKAQ

956 52 0
                                    

“Bukankah kalian tahu dua hari lalu Max tertangkap, besok pagi dia akan dibawa ke penjara di tengah laut lepas. Kalian harus bisa menjemputnya sebelum sampai di penjara itu. Karena pengamanan di sana sangat tinggi, akan berat jika kalian harus pergi ke sana.” Pria itu mulai memberi tugas pada anaknya yang lain.

“Baiklah, berapa harganya?” tanya Savea yang tidak mau kerjaannya rugi jika dibayar sedikit.

“Kau menanyakan harga untuk menyelamatkan rekanmu, Savea?” tanya Adrian mendengus tidak menyangka.

“Jika kau tidak menyebut ini misi, aku tidak akan membahas harga. Sesuai dengan ucapanmu, ini misi. Dan untuk misi aku selalu dibayar di atas 50.000 USD.”

“Dasar gadis licik.”

“Aku akan mati jika tidak licik.”

“Aku akan membayar 100.000 USD untuk ini.”

“Deal!”

Sekitar sembilan ratus meter dari pelabuhan, terlihat mobil yang tengah mengejar minibus bertuliskan KANTOR POLISI PRAJA LIMA.

Egler yang mengendarai mobil itu sudah menganggu laju mini bus tersebut lima belas menit terakhir. Setelah gangguan yang diberikan oleh Egler terus-menerus, polisi yang ada di dalam mini bus itu segera mengeluarkan tembakan bertubi-tubi ke arah mobil Egler dan Savea. Keahlian Egler dalam berkendara mempermudah remaja itu untuk menghindari peluru-peluru yang keluar dari pistol polisi di dalam mini bus.

Kurang dari seratus meter lagi mini bus itu akan sampai di pelabuhan. Egler menaikkan kecepatan mobilnya dan mendahului mini bus berisi enam belas napi paling berbahaya tahun ini. Namun, secara tiba-tiba ia berhenti dan menghadang minibus tersebut. Karena tidak siap, mini bus itu terguling beberapa kali setelah melayang akibat mobil Egler. Pemuda itu lalu melajukan mobilnya mengikuti mini bus yang terguling. Setelah mini bus tersebut berhenti, Savea turun bersama senapannya dan mencari di mana Max berada. Setelah mendapatkan Max, Savea memberikan pistol pada Max. Tanpa diduga, polisi yang menunggu di pelabuhan datang dan langsung menghujani mereka dengan tembakan.

Max dan Savea segera berlari menuju mobil. Egler terus berteriak di dalam sana. Remaja itu keluar saat melihat Max terjatuh. Savea berhenti dan menembaki polisi yang berlarian ke arahnya. Egler memapah tubuh Max untuk mencapai mobil. Setelah itu, ia memutar mobil di sekitar Savea, dan setelah Savea naik, Egler langsung menancap gas pergi dari sana.

Sekitar empat mobil polisi mengejar mereka dengan tembakan yang terus dilancarkan. Savea sibuk mengisi amunisi baru untuk senapannya. Di jok belakang kondisi Max cukup memprihatinkan, tapi pria itu terlihat santai dan memasang senapannya.
Egler lalu membuka atap mobil dan membiarkan Savea dan Max berdiri di atas kursi sembari menembaki mobil polisi yang mengejar mereka. Bukannya berkurang, malah semakin banyak mobil polisi yang mengejar mereka.

“Bukankah kita harus menggunakan boat, Egler?”

Egler terkekeh dan memutar balik mobil yang ia kendarai. Jika manusia normal akan berlari sejauh mungkin saat dikejar. Orang-orang gila ini justru berlari maju ke kandang musuh mereka.

Tembakan demi tembakan dikeluarkan oleh mobil polisi yang mengejar mereka. Sayangnya, mobil mereka anti peluru, jadi semua itu sia-sia saja. Saat akan sampai di pelabuhan, mereka dapat melihat sebuah kapal boat.

“Saat aku menghentikan mobil ini, langsung keluar dan lari ke atas kapal,” titah Egler yang diangguki Savea dan Max.

Sesuai arahan Egler, mereka langsung turun dan berlari ke kapal sepersekian detik setelah mobil berhenti. Saat rekan-rekannya sudah berada di kapal, dengan segera Egler menyalakan mesinnya dan langsung membawa mereka ke tengah laut lepas, mengabaikan peluru yang terus berdatangan dari tepi pelabuhan.

“Arahkan kapal ini ke pulau di ujung kanan, karena di ujung kiri adalah pulau tempatku seharusnya di tahan,” ujar Max memerintah.

“Bagaimana bisa kau tertangkap setelah bertahun-tahun bermain di bidang ini, Max?” tanya Savea tak habis pikir.

“Aku sudah bermain di bidang ini sejak mendiang Obama masih hidup. Dan itu sudah dua puluh tahun yang lalu. Usiaku juga tak lagi muda, lagipula sekalipun kita semua pembunuh bayaran, kita masih manusia yang juga bisa terbunuh.”

“Sebaiknya kalian melanjutkan deeptalk itu di markas dan angkat senapan kalian. Dua kapal polisi mengejar kita dan menembaki kapal sejak tadi,” ujar Egler yang menyudahi percakapan dua orang di dekatnya.

Max mengambil senapannya dan terus menembaki kapal-kapal yang mengejar mereka. Sepertinya mereka baru saja masuk ke kandang macan, itulah yang Max pikirkan saat kapal-kapal AL mulai membantu kepolisian. Namun, sayangnya mereka adalah singa, jadi sepertinya bukan masalah besar.

“Hubungi nomor itu untuk segera datang bersama helikopter.” Max menyodorkan handphone ke arah Savea.

Savea lalu meletakkan senapannya dan segera menghubungi nomor yang Max perintahkan. “Siapapun kau, Max menyuruhmu datang dengan helikopter ke laut dekat pelabuhan,” Ujar Savea begitu mendengar panggilan terjawab. Namun, tidak lama ia langsung mematikan sambungan tersebut karena hendak fokus pada pekerjaannya kini.

Dor!

Dor!

Dor!

Baku tembak terus terjadi tanpa henti. Saat menyadari peluru mereka sudah habis, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain bertiarap. Tubuh Egler sudah penuh bekas peluru nyasar akibat mengendarai kapal tanpa mencoba melindungi diri.

Sebuah helikopter mengudara di atas kapal mereka. Sebuah tas jatuh dari atas sana. Saat Max membukanya, ternyata isi tas itu adalah bom rakitan BOA yang dulu digunakan untuk meledakkan panti asuhan.

Setelah seutas tali turun, Savea dan Max segera naik ke helikopter. Dan tersisa Egler di bawah sana, pemuda itu baru naik setelah membuang tas berisi bom tersebut ke laut.

Dan helikopter yang mereka kendarai segera menjauh agar tidak terkena ledakan dari bom tersebut. Karena bom tersebut memiliki efek yang sangat dahsyat. Itu salah satu alasan bom rakitan BOA itu terjual ribuan dengan harga yang fantastis.

Bahkan, saat helikopter mereka sudah berada sekitar delapan ratus meter dari tempat Egler membuang bom, ledakan bom tersebut terasa sangat nyata.


***

“Tapi, jika kalian ingin menyelamatkan Max sekarang, kalian bisa pergi,” ujar Adrian begitu Savea dan Egler berdiri di hadapannya.

“Tidak, terima kasih. Jika bisa besok kenapa harus sekarang.” Savea lalu mengeluarkan rokok dari dalam saku celananya dan membakar benda tersebut. 

_________________________________

VOTE+KOMENNYA MAN TEMAN!

THE KING'S AND QUEEN'S [ OPEN PRE ORDER ]Where stories live. Discover now