-ML35-

57 9 25
                                    

Happy Reading!
_________________

Citra memandang luas perkarangan rumahnya, akhirnya ia bisa sampai dengan selamat kerumahnya. Senyum terpancar lebar dibibirnya. Citra berjalan selangkah demi selangkah bergerak maju dengan tangan tak berhenti menyeret koper.

Ia rindu ponakan kecilnya itu. Pikirannya berputar-putar dan terbayang akan memori tentang Gisel. Gisel yang ceria, Gisel yang penurut, dan Gisel yang selalu tertawa sekaligus bisa membuatnya tertawa. Tanpa sadar Citra tertawa sendiri membayangkan tingkah-tingkah konyol ponakan sekaligus anaknya itu.

Karena terlalu semangat ingin bertemu Gisel, Citra pun mempercepat langkahnya masuk kerumah. Menyeret kopernya menaiki undakan kecil.

Tangannya bergerak membuka handle pintu.

Crekk!

Citra menelan ludahnya dengan susah payah, Arvi berdiri tegak didepannya, meneliti dari atas hingga bawah.

"Ngapain pulang?" Kalimat yang terlontar saat pertama kali Arvi membuka suara.

"Kenapa?" Menaikkan sebelah alisnya seakan menantang.

Dahinya berkerut. Arvi heran mengapa istrinya ini kembali melontarkan pertanyaan padanya.

"Saya tanya, kenapa kamu pulang?"

"Kenapa?" sahut Citra dengan kalimat yang sama.

"Masih ingat pulang? Setelah dua hari menghilang, tidak kasih kabar. Terus kembali dengan sendirinya?" Sindir Arvi. Citra hanya datar seolah tak terjadi apapun. Ia berusaha menahan rasa takutnya. Takut jika Arvi bangkit untuk memarahinya.

"Kamu tidak berpikir bagaimana keadaan Gisel saat kamu pergi? Ck," Arvi menggeleng dengan kekehan kecil. Bibirnya terangkat sebelah.

"Saya lupa kalau kamu memang tidak pernah memikirkan Gisel. Giselkan hanya ponakan saya bukan kamu. Kamu memang tidak pernah bisa menyanyangi Giselkan? Saya paham kamu ini kan masih muda, masih waktunya untuk bermain, nongkrong sana sini sama teman-teman kamu. Tidak seharusnya dulu kamu menikah sama saya dan menanggung beban keluarga saya."

Citra mengepal tangannya, terus bersabar membuatnya lelah menghadapi Arvi. Mengapa ia yang selalu disalahkan?

"Berpikirlah sesuka anda! Saya tidak peduli. Percuma saya membela diri saya kalau pada akhirnya saya tidak pernah dapat kamu percaya, kamu tidak akan pernah percaya sama saya. Jadi untuk apa saya menjelaskan sesuatu yang tidak penting bagimu." Citra mengalihkan pandangannya, mencekam erat pada koper. Sesak rasanya. Sakit hatinya, kekecewaannya pada Arvi sungguh membelenggu. Ia menyesal tentang pilihannya pulang kerumah ini. Dirinya memang tidak pernah dianggap ada. Bahkan suaminya saja tidak bisa percaya padanya. Percuma bukan? Kalau tidak karena Gisel ia mungkin tidak akan pernah kembali.

Langkah kakinya melangkah masuk mendahului Arvi meninggalkan pria itu di teras tanpa sepatah katapun.

-||-

CITRA POV
____________

Sekali lagi aku kembali dibuat kecewa olehnya. Orang yang sudah setahun ini hidup bersamaku. Ku pikir setelah aku menyerahkan diriku sepenuhnya padanya dan keluarganya untuk menjadi istri dan sebagian dari mereka hidupku tidak akan seburuk ini. Ku pikir meskipun kami menikah karena Gisel, sebelum rasa itu ada, lambat laun rasa itu akan tumbuh diantara kami. Ternyata itu hanyalah halusinasiku yang penuh manipulasi semata.

MY LIFEWhere stories live. Discover now