-ML22-

58 23 17
                                    

Happy Reading!
_________________

"Ujian diberi untuk mengetahui sekuat dan sesabar apa manusia dalam menjalani pahitnya hidup."

-||-

Setelah perginya Radit meninggalkan ruangan sekaligus dua orang berbeda jenis ini. Suasana menjadi sunyi. Hening tak berusuara. Keadaan akward seperti ini bahkan mengalahkan dinginnya ac pendingin ruangan.

Dert...dert...

Setelah sekian lama terdiam, akhirnya timbul suara dari notif panggilan yang berasal dari posel Arvi, merogoh kantung celananya, mengambil ponsel yang bergetar.

-Irvi- nama itu yang tertera di papan ponselnya. Arvi mengerut, ada apa adiknya ini? Tidak ada angin tidak ada hujan. Tumben menelponnya.

"Siapa pak?" Kepo Citra.

"Irvi." Singkatnya. Lalu kemudian ia menggesel warna hijau untuk menyambungkan telponnya.

"Hallo Mas, lama banget sih angkatnya. Mas cepetan kerumah sakit Bina Medika, hiks. Hiks. Mbak Arva kecelakaan." Ucap Irvi terdengar terisak dalam tangis dari sebrang telpon. Arvi mematung. Tubuhnya seketika kaku mendengar berita yang baru saja disampaikan oleh Irvi adiknya itu.

Dengan cepat Arvi mengambil jas yang tersampir di kursinya lalu memakainya asal. Kemudian berlari.

"Pak! Bapak kenapa?" Teriaknya bertanya. Citra yang masih bingung dengan sifat tiba-tiba Arvi yang terlihat begitu panik.

Arvi yang sudah berdiri diambang pintu berbalik. Ia lupa bahwa saat ini ada Citra juga diruangannya, sangking paniknya ia tak bisa mengingatnya.

"Mbak Arva kecelakaan." Ucapnya. Citra melotot tak percaya.

"Tunggu pak saya ikut." Citra segera mematikan komputernya lalu menyandang tasnya. Dan berlari mengikuti Arvi.

-||-

"Dimana mbak Arva, Vi?" Ujar Arvi yang baru saja tiba. Ia melihat keluarganya terduduk di kursi tunggu diluar ruangan dengan berlinang air mata. Mamanya, Papanya, termasuk Irvi adiknya. Tunggu. Ia tidak melihat Gisel disini.

"Gisel dimana?" Tanyanya lagi.

Irvi mendongakkan kepalanya ke atas menatap netra sang kakak, ia menghapus kasar air matanya menggunakan telapak tangannya.

"Gisel dirumah, sama bu Nani, Mama minta tolong sebentar buat jagain Gisel, karena kita gak mau Gisel tau tentang ini."

"Mbak Arva sekarang diruangan ICU, dokter masih berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan nyawa mbak, Mas. Hiks." Irvi semakin terisak, dadanya naik turun setelah mengatakan itu pada Arvi. Ia tidak bisa membayangkan jika kakak perempuannya itu benar-benar tiada. Bagaimana dengan Gisel anaknya? Ponakannya itu masih kecil dan sangat membutuhkan mbaknya.

Teringat ucapan dokter padanya membuatnya tambah terisak.

"Maaf bapak, ibu pasien atas nama Arvasya Irawan kehilangan jejak rupanya." Dokter terdiam sejenak dengan pandangan tak tega.

Ratna langsung bangkit dari duduknya menatap tajam dokter dihadapannya. Lelucon apalagi yang dibuat oleh dokter dihadapannya ini?

MY LIFEWhere stories live. Discover now