-ML29-

49 23 41
                                    

Happy Reading!
_________________

Saat melangkahkan kaki memasuki rumah, langkah Citra semakin cepat menuju kamarnya dengan Arvi yang tergopoh-gopoh mengikutinya dari belakang. Ia tahu istrinya itu saat ini dalam keadaan yang tidak baik. Terlihat dari gestur tubuh istrinya itu dalam melakukan pergerakan. Semakin cepat Citra melangkahkan kakinya, Arvi pun juga semakin melangkah lebar mempercepat jalannya.

Saat tepat berada didepan pintu Citra langsung masuk kekamar dan menutup pintu itu dengan sekali hentakan kasar.

Brakk!

Arvi tersentak kaget, hanya beberapa centi jarak antara pintu dan hidungnya. Untung saja hidungnya tidak apa-apa.

"Sepertinya yang dikatakan Dokter itu benar." Ujar Arvi dalam hati, tersenyum miris.

Arvi memutar knop dan pintu itu berhasil terbuka, ternyata istrinya itu tidak menguncinya diluar. Dengan bebas Arvi masuk kedalam, saat kepalanya nongol ia melihat istrinya itu menatapnya dengan kilat penuh amarah. Dengan santai Arvi menyengir tak berdosa.

"Apa? Kenapa kamu menatap saya seperti itu?" Dan ia malah bertanya dengan santainya pura-pura tidak tau mengapa istrinya itu menatapnya demikian.

"Ipi? Kinipi kimi minitip siyi sipirti iti?" Gumam Citra memonyong-monyongkan bibirnya mengulangi perkataan suaminya.

"Berpura-pura tidak tau huh?!" Ujar Citra dengan alis yang terangkat sebelah. Ia melipat kedua tanggannya didepan dadanya. Berlagak seperti orang berani.

"Setelah apa yang mas lakuin, mas berpura-pura seperti tidak terjadi sesuatu iya? Ck pandai sekali." Citra berdecak memutar bola matanya. Kesal. Sungguh dirinya sangat kesal saat ini, rasanya ia ingin tenggelam saja, ia tak mampu menahan malunya. Suaminya itu benar-benar.....akh!

Sedangkan Arvi masih berdiri dalam keadaan diam, hatinya ingin meminta maaf. Namun mulutnya itu tidak bisa berkompromi. Bukan. Bukan Citra saja yang merasa malu akan hal itu. Ia juga merasa malu karena ia telah ceroboh dan bodohnya tidak mengetahui bahwa yang terjadi adalah efek dari....

"Maafkan saya, saya tidak tau, sungguh." Ucap Arvi dengan tulus meminta maaf.

"Gara-gara mas ya aku malu tau! Udah aku bilang kalau aku gak mau dibawa kerumah sakit, tapi mas terus memaksa. Dan yang lebih membuatku malu adalah saat mas memperjelasnya dihadapan dokter itu tentang....ahh sudahlah!" Citra meremas seprai itu sekuat tenaganya. Lalu membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur sekaligus menarik selimut menutupi seluruh wajahnya.

Arvi masih berdiri ditempatnya menunggu istrinya itu tertidur. Beberapa menit kemudian, melihat tidak adanya pergerakan dari Citra, Arvi bernafas lega. Akhirnya istrinya itu bisa tertidur pulas. Arvipun beranjak mendekati tempat tidur, melangkah kesisi kiri, bergerak perlahan membaringkan tubuhnya.

Citra merasa kasurnya sedikit bergoyang ia kembali membuka matanya. Tidak, Citra sedari tadi tidak bisa tertidur, walau ia menutup matanya. Pikirannya itu selalu terbayang akan kejadian dirumah sakit tadi. Sebenarnya ia tidak ingin memarahi suaminya, hanya saja ia malu.

Srek!

Citra membuka selimut yang menutupi wajahnya. Arvi kaget saat tahu ternyata istrinya itu terbangun. Apalagi saat ini Citra memergoki Arvi yang memandangi dirinya.

"Ka-kamu terbangun? Tidurlah lagi. Saya tidak akan mengganggu tidurmu." Ucapnya sedikit tergagap.

"Dari tadi mas memandangiku huh?!"

MY LIFEWhere stories live. Discover now